Friday, June 27, 2008

Batuk… Batuk..

Batuk!
Huh! Mengapa sakit ini tidak mengenal waktu.
Suara ku memang jadi lebih berat –apakah terdengar lebih sexy kah? – padahal bakal ke luar kota.
Sudah berusaha sembuh tanpa ke dokter. Dari minum obat batuk tidak berdahak, air minum hangat, vitamin C, FG troches, hingga jamu tolak angin.
Ada yang menyarankan jamu obat batuk. Tapi ketika kutanya apa nama/merek, dia nyengir bilang ga tau karena yang membelikan jamu obat batuk itu nyokapnya. (Hehe.. halo Ajeng.. )
Huhuhu! Belum sembuh juga hingga Jumat pagi ini. Malah suaraku semakin menipis.
Ya Allah, semoga suaraku masih bertenaga untuk melontarkan tanya/wawancara pada Sabtu besok.

Wednesday, June 25, 2008

Melihat Lebih Dalam


Pendapat Saya tentang Kamu :
- Saya sebal kamu baru bangun tidur, belum mandi tapi menelpon saya menanyakan kabar dan rencana di hari Sabtu. (Ingin rasanya menyeret kamu ke kamar mandi, mengguyurkan air dingin supaya tampil resik).
- Ga bisa dimintai pendapat (alias, "Gw harus cari jawaban sendiri dehhh..")

Pendapat Kamu tentang Saya :
- Smart, meski terkadang takut-takut ambil kesimpulan.
- Tegas, meski terkadang mudah sensi.
- Impresif, meski terkadang kurang fokus.

Dari dua versi (opini Kamu dan Saya), baru Saya sadari Kamu bisa mengeluarkan pendapat tentang siapa Saya secara lebih dalam. Sementara Saya masih berada di level ’permukaan’. Saya jadi merasa bahwa diri ini harus lebih bijaksana, bukan hanya melihat fisik dan sejumlah kekurangan.

Padahal -kalau dipikir-pikir- Saya juga kadang malas mandi di hari Sabtu pagi. (Semua orang juga mungkin merasakan hal sama di libur akhir pekan). Apalagi, sebagai anak kos-kosan yang perlu ”kerja domestik” dulu. Beres-beres, nyuci, nyetrika dsb. Mandi jadi urutan paling belakangan :D

Saya juga mesti survive, harus bisa menentukan pilihan tanpa menunggu saran orang. Kamu kan tidak (selalu) ada di dekat Saya. Suatu hari Kamu –mungkin saja- tidak untuk Saya.

Saya adalah Saya. Tapi Saya harus belajar melihat lebih ’ke dalam’.

(Foto : ”Menerawang Awan" by Eno, April 2008. Lokasi : Desa Bireuen, Nanggroe Aceh Darussalam).

Monday, June 23, 2008

Nasionalisme atau Profesionalisme

Bagi Belanda, Guus Hiddink adalah 'pengkhianat'.
Ia orang Belanda, dan menjadi pelatih tim Rusia.
Tim Rusia ini yang menekuk Belanda 3-1 pada laga perempat final Euro'08.

Ditinjau dari sudut nasionalisme, mungkin benar Meneer Hiddink yg berusia 61 tahun tersebut, berperan dalam kekalahan tim negaranya.
Tapi coba lihat dari sisi lain. Yaitu profesionalisme kerja.

Rusia sudah membayar mahal bagi Hiddink, berbagai fasilitas-fasilitas, untuk melatih tim nasional negara pecahan Uni Soviet itu. Dan Hiddink sudah memberikan hasil terbaiknya. Alias bahasa kasarnya, "Gw sudah menggaji lu. Maka, lu kasih otak, pikiran, tenaga lu"

Profesionalisme menuntut komitmen, tanggung jawab untuk memberikan hasil terbaik, termasuk perjuangan panjang menghasilkan tim yang solid. Yap! sepak bola kan kerja tim. Dan bola itu bundar :) Yang menang kadang bisa ketebak, kadang juga mengejutkan.....

Dalam pekerjaan, entah kasus yang saya alami sendiri, atau teman, kita juga temukan persoalan bayaran jadi 'pembatas' kita unjuk kemampuan. Saya pernah minta tolong dalam suatu urusan kerja, dari awal saya sudah sebutkan kondisi bahwa bayaran tidak bakal besar dan kondisi lain yg bakal terjadi, sebelum memulai kerjasama. Nah, dalam proses terjadi kesulitan berhubungan dgn orang tsbt, minta materi dikoreksi tanggapannya dingin, dan saya pun menangkap kesan bahwa dalam hati ia mengatakan proyek limpahan gw lebih kurang,"Gile lu..Bayar cuma segitu kok banyak tuntutan!"

Sebagai orang yang bekerja dalam bidang jasa, saya pribadi paham memuaskan klien adalah hal sulit. Lebih dari paham, karena saya mengalami. Karena yang baik menurut kita belum tentu bagus buat dia). Misalkan konsep tulisan, foto, layout, yang dari sisi klien tidak oke. Padahal -menurut kita- atau dari berbagai tolok ukur (sudut pandang teknik komunikasi, desain,angle foto dsb) produk yg kita buat sudah oke. Belum lagi perjuangan 'jungkir balik' dalam proses pembuatannya...hehe... Bahkan, saya pernah sakit hati gara-gara advertorial yang saya buat diubah total sama klien! Dalam hati saya membatin,"Kalau gitu, kenapa ga dari awal kamu saja sendiri yang membuat??".

Saya pribadi juga pernah membatin untuk kasus lain,"Duh, permintaan kamu banyak banget ya!"

Seorang teman pernah mengeluh betapa susahnya membetulkan tampilan websitenya gara-gara programmer-nya tidak berada dalam satu kota, dan berstatus kontrak. Setiap dikabarkan masalah yang terjadi, sepertinya tidak ada antisipasi atau perbaikan dari sana. Dan, lagi-lagi, kita menemukan orang yang seolah tidak Total Football dalam komitmen kerjanya. Entah berapapun bayaran yang kamu dapat, asalkan sudah ada perjanjian antara kedua belah pihak, maka harus ada komitmen. Ada Hak dan Kewajiban yang musti dipenuhi.

Motivator Parlindungan Marpaung dalam suatu pelatihan pengembangan diri mengatakan pekerjaan bisa disebut sebagai karir jika memberi peluang untuk maju. ”Peluang Untuk Maju” bertolok ukur jika Anda:
- memperoleh tanggung jawab lebih besar,
- bertemu dengan hal-hal baru,
- karir lebih baik dan berjenjang,
- dan tantangan lebih besar

”Untuk maju, jadilah profesional. Yaitu orang yang memiliki keahlian atau spesialisasi. Dan jalankan pekerjaan dengan memegang semangat profesionalisme,” kata pelatih (trainer) bersertifikasi dari John C. Maxwell, Amerika Serikat.

Profesionalisme ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu :
- sikap (50 %)
- hubungan sosial kita bersama orang lain (25%)
- kemampuan teknis (15%)
- pengetahuan (10%).

Bentuk profesionalisme lain adalah memegang komitmen, dengan kata lain menjalankan apa yang dikatakan, dan bersikap konsisten. Selain berpikir luas, kita juga mau open minded,terbuka untuk saran dan pendapat orang lain.

(Eno lagi senang bahas soal kerja nih ;) tulisan sebagian juga saya posting di MP, silahkan klik judul di atas untuk membuka pranala terkait).

Wednesday, June 18, 2008

Katakan dengan "Blog"



Speak out! Jadilah Blogger!

Ada pepatah sederhana yang diwakili tiga monyet lucu : “Three monkeys – See No Evil –Hear No Evil –Say No Evil”. Pepatah tsbt lahir saat belum ada yang namanya Teknologi Informasi.

Daripada ngurusin orang lebih baik tidak usah memandangi, tidak usah mengomentari, tidak usah mendengar gosip (apalagi pembicaraan miring ngomongin orang lain).

Zaman sekarang, kemukakan opini/pendapat/pikiran dll yg positif di blog.

(Gambar ini tidak tahu pasti bersumber dari mana. Cuma hasil kiriman teman di e-mail)

Sunday, June 15, 2008

Majalah Syur Muncul Lagi?

Sabtu kemarin, saya menemani ibu ke acara keluarga. Dari menjemput opung di kawasan Pondok Cabe, kami meluncur ke Menteng. Kita mesti mewaspadai rute-rute macet di akhir pekan, yaitu mal. Tentu saja, dalam hal ini berarti : Pondok Indah Mal, Senayan City dan Plaza Senayan.

Supir kami memotong dari Pondok Pinang, lewati Permata Hijau, Bumi, dan tembus Sudirman melalui jalan Sisingamangaraja. Saat berhenti di lampu merah Sudirman, mata saya tertumbuk pada penjaja koran. Tepatnya ke produk yang tengah mereka jajakan di tangan. Tiga majalah mereka genggam dalam satu tangan, bertumpuk susun memanjang ke bawah. Dan ketiga majalah tersebut menampilkan cover wanita dalam pose aduhai....

Diantara majalah yang mereka genggam, yang saya ingat cuma satu. Yaitu, Playboy. Satu majalah lainnya diwakili simbol berupa lingkaran bulat dengan segaris lurus membentuk panah ke atas (simbol ’lelaki’ dalam biologi), dan satu lagi tidak familiar sama sekali. Mungkin juga karena belum pernah melihat majalahnya. Apalagi penjaja majalah tidak tertarik berlama-lama untuk menawarkan dagangan mereka kepada saya yang perempuan. Tentu saja, dagangan mereka menyasar pria.

Cuma saya jadi teringat lagi beberapa hari sebelumnya, saya juga melihat majalah bercover seronok di suatu gerai majalah di pusat perbelanjaan. Headline dalam cover majalah itu juga menjurus ke ’itu’. Saat itu, saya berpikir, ”Lho kok muncul kembali media model begini.” Seingat saya, setelah heboh majalah Playboy Indonesia, dan RUU Pornografi dan Pornoaksi (yang saya ga ingat kelanjutan dari RUU tsbt), majalah dan tabloid yang berbau pornografi dilarang beredar.

Nah lho, kok sekarang muncul lagi? Memang paska Yunus Yosfiah, menteri penerangan di paska reformasi 1998, mencabut pemberlakuan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) mempermudah lahirnya surat kabar, majalah, berita radio, televisi dan situs berita online. Meski ada dampak positif berupa kebebasan pers, tapi dampak lain yah.... majalah dengan cover vulgar (termasuk isi yang menjurus) seperti itu juga marak. Secara kasat mata, kita bisa membedakan, jika berbentuk tabloid, cetakan dalam kualitas seadanya termasuk bahan kertas yang murah. Selain itu, pose para model tampil seronok asal terbuka. Misalkan model menunduk menampilkan belahan dada yang ”blewah” alias montok, atau bagian depan ditutup dengan sehelai handuk atau kain (yang membuat imaji pembaca, model tidak mengenakan sehelai benang pun di belakang handuk itu), atau tali beha dipelorotkan. Sementara untuk yang majalah, selain bahan kertas yang lebih tebal dan mahal sehingga hasil cetak juga luks; biasanya juga berkonsep didukung pengambilan foto yang lebih artistik dan desain grafis oke.

Akan tetapi, fokus media dalam bentuk tabloid atau majalah tersebut sama. ”Memuaskan dahaga mata (khususnya kaum pria).” Isi tulisan juga seputar lifestyle yang yah... begitulah. Saya singkat saja media seperti itu sebagai ”majalah syuur.”

Nah, waktu itu majalah syuur sempat ditertibkan dan dilarang. Sempat pula terjadi penggebrekan kantor redaksi majalah khusus pria oleh suatu ormas agama. Ohya, mungkin karena sekarang ormas itu ditertibkan aparat keamanan, investor media berani lagi untuk menerbitkan majalah syuur. Sejauh ini, saya belum menemukan media syuur dalam bentuk tabloid. Akan tetapi, saya jadi bertanya, bagaimana nasib aturan pelarangan penerbitan majalah syuur?

Saya pribadi bukan pendukung pembredelan majalah syuur. Biarkan orang yang punya selera demikian pergi membeli. Asalkan majalah seperti ini punya aturan atau pembatasan dalam tempat berjualan.

Saya TIDAK SETUJU jika para loper koran bebas menjual majalah syuur di lampu merah. Aduh, seandainya saya ibu yang tengah membawa anak kecil, saya pastilah risih atau berdebar-debar menanti pertanyaan anak saya. Atau apakah harus menutup mata anak saya? Berarti semua mata juga punya kebebasan memandangi ’dada-dada menantang’ dan bagaimana jika pengemudi di belakang setir tidak konsentrasi dan mengakibatkan tabrakan?

Sebagai perempuan, secara pribadi saya risih. Saya yang punya ”onderdil sama” dengan yang dipajang di cover majalah tersebut, merasa saya tengah ”ditelanjangi” atau ”tampil telanjang” di mata supir saya yang satu mobil. Nah, bagaimana pula perasaan para wanita yang ada di dalam taksi, bis umum, atau pejalan kaki di pinggir jalan raya?

Selayaknya media seperti itu diberi pembatasan hanya dijual di lapak atau agency koran. Dan tidak seenaknya dijual di tepi lampu merah. Selain itu, ada aturan jelas mengenai umur pembeli, misalkan harus yang sudah berumur 18 tahun ke atas, yang boleh membeli media tersebut.

Pelarangan bukan hal efektif apalagi di saat batasan-batasan makin lebur di tengah globalisasi dan internet. Tapi apakah pemerintah tidak mau berpikir untuk memberi batasan dalam hal lokasi penjualan media syuur? Jika tayangan televisi dan bioskop saja sudah punya lembaga sensor untuk batasan boleh dan tidak untuk sesuatu yang ditampilkan. Televisi dan bioskop saja masih dibatasi dengan ketersediaan akses listrik, kemampuan finansial untuk membeli si kotak kaca atau tiket bioskop. Sementara media cetak bisa ditaruh di mana saja.

Hmm, semoga tulisan saya ini dibaca oleh para pihak yang memiliki kepentingan dalam mengambil sikap tegas.

(Gambar dikutip dari : www.uniquetranslations.dk)

Aku, Malam dan Kunang-Kunang


Kunang-kunang, maafkan aku
membuatmu tersulut api cemburu
Ketika kucumbu malam

Ia hanya teman menanti di tepi danau
Menunggu bintang membawaku terbang

Kunang-kunang, ku tahu sedihmu
Nyalang sorotmu saat kupeluk malam
Ia memang hangat memeluk
Bukan surya yang garang membara
Membakar sayapmu, melepuhkan kulitku

Aku mereguk malam
Aku pun memimpikan bintang
Kini diriku pun kalut,
Adakah bintang ingat diriku,
Atau dia terpana kilaumu


P.S. : Biasanya aku mengasosiasikan malam ’berpasangan’ dengan bintang. Tapi postingan rekan BuMa membuat aku terpikir ide menyandingkan malam bersama kunang-kunang. Hehe...mungkin akibat jarang ingat kunang2 karena terakhir melihat si hewan malam ini sekitar 10 tahun di daerah Karangsambung, Kebumen.

(Gambar dikutip dari : "fairies & fireflies067" dari www.flashbacks-photo.com)

Doa Bola



Waktu kecil :
Ya Tuhan,
Izinkan aku terbangun malam nanti
Ku ingin nonton bola bersama ayah
Beringsut dari kamar ke depan tv
Dan terlelap di dada ayah

Waktu remaja :
Ya Tuhan!
Ganteng sekali si kaus nomor 9
Izinkan negara mereka menang

Waktu dewasa :
Ya Tuhan,
Semoga ayahku tidur lelap
Lebih baik ia istirahat cukup daripada nonton
mmmm... (diam sejenak)
oh ya, Tuhan, bukan aku melanggar peraturanMu
tapi izinkan aku menang adu intuisi
dan biarkan aku menikmati duitnya


(Gambar dikutip dari www.gemstoneking.net)

Wednesday, June 11, 2008

Malaikat Kecil


Lantunan doa pun dipanjatkan saat engkau datang :
jadilah engkau cahaya di bumi, dan kasih di sepanjang masa
Seperti sinar mentari membelah hari, menyambut malaikat kecil
Beri kerling matamu agar kami merasakan surga
Genggam jemariku, mari bermain dan kuperkenalkan dunia.



P.S. : terinspirasi dari rekan di BuMa yang baru punya bayi, sebagai balasan puisi.
(gambar : tidak tahu pasti sumbernya. ini gambar favorit saya hasil kiriman teman)

Melepas Masa Lalu

Semalam ada kamu, menyambutku dan memelukku
Kita berpelukan bahagia..... kita sangat bahagia
Hanya ada saling pandang dan rangkulan mesra.

Semalam,
Senyum kamu terindah diantara sejuta senyumanmu
Tanpa bicara, mata kita melontarkan kata.

Hari ini aku terbangun
Aku tahu makna mimpiku
Kita sudah ikhlas saling melepas
Tak ada tangis, hanya bayang kelabu yang sirna,
Kusambut pagi ini dengan cahaya.



Jakarta, awal juni’08
(Gambar dikutip dari : easy dream interpretation)

Celoteh Hari Ini

Pernahkah kamu mengalami hari yang rasanya 'hambar' banget?? Males? Duh, ini kejadian di Kamis, 5 Juni lalu, dengan kondisi lagi deadline, plus beberapa tugas yang juga menumpuk, tapi otak kayak tidak kompromi untuk segera menyelesaikan pekerjaan.

hari ini aku lagi enggan berpikir
tak mau jadi kerbau kerja setelah terlecut
tapi otak tak mau bersahabat
meski hari ini tenggat waktu

hari ini aku tak mau terima telpon
meski kuangkat pula seraya menyunggingkan senyum manis
berharap senyum terlarut bersama suara merduku
menjawab aneka ini itu

sore ini aku bakal pergi undangan
entah basa basi apa yang bakal kupasang
bertemu kaum -yang katanya-sosialita
berbicara dari remeh temeh, politik, ekonomi dan entah apa lagi

sore nanti aku bakal menghabiskan waktu tak terbatas
sesap anggur sembari berharap aku mampu lalui hari
wajahku kurias make-up bekal cium pipi kiri-kanan
mungkin di tengah kejenuhan,
aku bermimpi ada pangeran menculikku dari pesta itu

hari ini aku ingin berlindung di balik selimut
dalam kamar sepetak kusebut kerajaan pribadi
membayangkan pantai bermandi cahaya dan ombak menyambutku
tapi jatah liburku sudah dibantai cuti bersama... aduh!