Wednesday, July 20, 2011

Bikin Advertorial

Membuat advertorial sama kayak pedekate: kenalan, selami dia, penuh semangat menuliskan dia dalam cinta yang kamu mengerti, lalu putus: Tulisan Sudah Tayang.

Akan tetapi bedanya: urusan pedekate cinta tak bisa dipaksa, tapi ide harus bisa dikawin paksa sama deadline :D



Saat Tepat Memilih Cita-Cita

Senin pagi (18/7) saya melakukan wawancara dengan Najelaa Shihab, Head of School Cikal, sebuah sekolah terdiri dari pre school, TK, sekolah dasar dan menengah berlokasi di TB Simatupang, Jakarta.

Sosoknya penuh inspirasi menyegarkan ketika membahas tentang dunia pendidikan. Dan tujuan saya wawancara untuk mengisi satu halaman artikel di majalah berkaitan suplemen menyambut Hari Anak Nasional 2011.

Yang menarik, Najelaa mengatakan sekolah menengah pertama (SMP) adalah saat paling tepat untuk mengeksplorasi minat dan mengasah pengalaman seorang anak yang kelak menentukan profesi di masa depan.

Pada saat sekolah yang umumnya dijalani pada rentang usia 12-15 tahun ini, seorang anak bisa menjawab pertanyaan,  “Apa yang kamu suka?” dan “Apa yang bisa kamu kontribusikan untuk orang lain?”

Dari pertanyaan tersebut, bisa dikerucutkan untuk menemukan minat dia sebenarnya. Lalu nantinya, di sekolah menengah atas (SMA), anak akan lebih matang dengan peminatannya dan tinggal mengasahnya.

Apa yang diucapkan wanita ini seolah : jeder!! Kok benar juga ya…Pertama, ketika baru di SMA kita mengasah minat dan bakat maka waktu sudah terlalu mepet. Periode selama 1-2 tahun untuk menentukan masa depan kita seterusnya?! Ketika masuk jurusan studi dan kuliah tidak sesuai passion bisa berakibat buang waktu dan uang.

Alasan kedua, pada usia sekolah menengah, anak sudah lebih disiplin dalam belajar, mampu belajar independen, dan mulai memperlihatkan peminatan khusus.

Alasan ketiga, saat ini saya bekerja sebagai seorang Penulis di media. Ini sama dengan cita-cita saya saat SMP, saat itu saya ingin menjadi seorang wartawan karena terinspirasi petualangan Tintin, wartawan berjambul dalam komik rekaan Herge.

Lalu saya ingat ketika di SMA saya rajin mencoret-coret puisi, resensi film (karena waktu itu suka malam mingguan nonton midnight yang menyajikan film terbaru di bioskop) dan mencoba kirim ke media (termasuk majalah dinding di sekolah).

Namun, yang harus saya garisbawahi, keputusan saya memilih kuliah di Teknik Geologi, tidak saya rasakan sebagai kerugian waktu dan uang. Mungkin biaya yang dikeluarkan di sekolah teknik (memang) sangat besar. Tapi saya menikmati masa-masa mengecap ilmu di perguruan tinggi sebagai mengasah alur berpikir, logika, dan wawasan. Bidang ilmu kebumian yang kupelajari juga dekat dengan alam di sekitar kita.

Eh, tapi pasti ada anomali atau pengecualian terhadap teori yang dikemukakan diatas.

Hanya saja, pembicaraan bersama ibu Najelaa memetik satu hikmah tersendiri. Seandainya saya menjadi ibu, tentu saya berperan lebih ‘sensitif’ mengenali bakat dan minat anak saya. Sedini mungkin mengenali apa kesukaan anak, dapat menggali potensi dirinya. Apalagi dunia semakin terbuka terhadap keberagaman. Jika dulu profesi dokter, insinyur, atau pegawai kantoran lebih prestise. Kini dunia kreatif bisa memberi kesempatan talenta berkembang dan memperoleh penghasilan memadai dari dunia tersebut.

(Gambar dikutip dari: www.sodahead.com) 

Sunday, July 17, 2011

Mati Ide

Minggu sore ini saya masih duduk di kantor. Jam sudah menunjukkan pukul 17.43 wib.

Benar, hari Minggu pekan ini aku berada di kantorku untuk mengejar tulisan-tulisan yang akan tayang di Suplemen lembar take-out di halaman koran Selasa besok.

Sebagai catatan, saya sudah berhasil menyelesaikan total 4 tulisan. Dengan catatan, satu dari total tulisan sepanjang satu halaman koran.

Fiuh….

Dan dari hasil rapat komposisi halaman, ternyata membutuhkan total 5 tulisan. Berarti ada 1 tulisan lagi dan saya sedang mati ide.

Just thinking… Get thinking.. the idea is…

#deadline

Friday, July 15, 2011

Ikon Badan Langsing

Lupakan Bar Refaeli, kini lirik Cody Young.

Bar Refaeli bertubuh jangkung dan ‘berisi’ di tempat yang harusnya ‘terisi’. Tapi kini muncul Cody Young, model Topshop untuk mempromosikan rangkaian busana 'Prim and Polished'.

Cody Young super kurus, membuat diriku makin harus kerja keras kalau mau menjadikan dara asal Australia ini ikon pelangsingan badan.. ahahahahha..

Ukuran bajunya saja 0 (zero) dan di Inggris size zero sama dengan size 4 (four).

Ketika menatap nanar tampilan Bar Refaeli, maka diri merasa perlu memperbanyak latihan sit up, hitting the gym dengan body combat, dan cardio.

Tapi saat menatap lengkungan pinggang di badan Cody Young… apa era Twiggy kembali lagi? Aih, tapi kudu percaya bahwa: bohay is the sexiest untuk tetap tampil pede :)

Thursday, July 14, 2011

Plastik-Plastik dan Diriku

Saat ini saya sedang merapikan kamar kos untuk pindah tempat. Kamar mungil seukuran lebih kurang 3 x 2,5 meter ini telah menjadi saksi bisu diri saya selama 5 tahun. Mulai dari bangun pagi, berdandan hendak ke kantor, pulang dan kadang masih lanjut mengetik hingga larut malam. Ada juga masanya saya melewatkan hari santai dengan membaca buku sembari mengudap cemilan, atau main game sambil lagi-lagi..mengudap cemilan!

Dari hasil inventarisasi isi kamar yang hendak dibawa pindah, saya tersadar lalu menghitung-hitung berapa banyak barang yang terbuat dari plastik.

Plastik memang mengubah gaya hidup manusia. Sifatnya yang tahan lama, praktis, awet, dan harganya lebih murah -ketimbang misalkan saya harus membeli produk yang sama dari bahan kayu- selain itu plastik juga hadir dalam warna yang menarik.

Di kamar tidur saya ada: lemari plastik satu laci sebanyak 2 buah, lemari plastik dua laci sebanyak 1 buah. Adapula 1 plastik container 50 liter untuk menyimpan baju bersih yang belum disetrika, ember-ember plastik untuk mencuci, hingga yang ‘printilan’ seperti laci tempat simpan aksesori, penganan, dan simpan ATK seperti paper clips, lem, selotep dan sebagainya. Wadah sabun mandi dan tempat khusus untuk menyimpan deterjen, cairan pelembut pakaian, pembersih lantai dan semprotan obat nyamuk.

Belum lagi kotak makanan dari plastik untuk menyimpan susu, havermut, dan gula pasir. Serta botol-botol minum dan wadah simpan air seukuran 1,5 liter.

Saya akui sejak menonton film documenter “An Inconvenient Truth” (2006) dan vonis dokter bahwa saya alergi debu, telah mengubah cara pandang saya dalam beberapa hal.

Misalkan membawa kantong kain besar dan sebisa mungkin menolak kantung plastik belanjaan. Tapi kadang saya butuh benda yang sering disebut kantong kresek itu untuk didaur ulang menjadi kantung sampah anak kos-kosan.

Lemari plastik juga menjadi jawaban penataan ruang kamar bagi anak kos seperti saya atau rumah tangga. Berfungsi sebagaimana lemari kayu dalam harga lebih terjangkau dan langsung jadi. Saya pernah berpeluh keringat selama hampir sejam untuk merakit sebuah lemari kayu teakwood yang dibeli di hipermarket. Memang ketika jadi, ada rasa bahagia dan bangga atas hasil karya, tapi ukuran-ukuran lemari berbahan kayu masih terlalu besar dibandingkan laci plastik.

Laci plastik kecil tersusun dalam beberapa deret juga berguna menyimpan berbagai benda secara terorganisir dan membuatnya tidak berantakan. Tinggal rajin melap debu yang menempel di permukaan.



Wadah Tempat Makan dan Botol Plastik

Saya juga punya koleksi wadah kotak makan dari plastik lumayan banyak. Ketika jalan bersama seorang teman yang juga anak kos, kami tertawa sendiri ketika di pusat belanjaan mata kami tertumbuk pada display yang sama. Iya! Kotak makan dari plastik aneka ukuran.

”Haha…. Ternyata dasar anak kos, ya?! Senang melihat-lihat kotak plastik,” kataku. Dia pun mengamini. “Iya, bisa menyimpan cemilan atau susu.”

Tempat sisa cemilan dan susu biasanya saya pilih yang berukuran langsing memanjang. Sedangkan yang berbentuk kotak roti –bentuknya lebar- gunanya membawa bekal dari rumah. Biasanya berupa potongan-potongan apel, yang dicemil sembari bekerja. Cemilan sehat untuk memperoleh asupan serat harian. Cara ini juga efektif menghindari keinginan ngemil coklat karena pada dasarnya saya adalah sweet tooth, alias si penggemar makanan manis-manis.

Pernah juga sehari ke kantor membawa dua wadah kotak makan. Isinya? Satu diisi buah-buahan. Satu lagi untuk bekal makan siang.

Tak bisa dipungkiri belakangan ini saya menikmati kemudahan belanja makanan secara take away dimasukkan dalam wadah styrofoam. Kehadiran convenient store 24 jam yang marak sekarang ini juga telah menyediakan wadah kertas sekali buang. Simpel sih, tinggal buang ke tempat sampah setelah dipakai. Tak perlu mencuci dan menyimpannya dalam rak khusus.

Tapi artikel ilmiah popular yang kubaca di media, membuatku ngeri. (Link rujukan: http://www.earthresource.org/campaigns/capp/capp-styrofoam.html). Styrofoam atau dalam bahasa indutri disebut Polystyrene dibuat dari kopolimer styrene turunan dari bahan bakar minyak bumi. Karena ringan, hampir 95 persen berupa material udara,  bahan styrofoam banyak digunakan untuk mengemas makanan/minuman karena minim kebocoran, ringan, dan mampu mempertahankan panas dan dingin namun tetap nyaman dipegang.

Kelebihan lain dari bahan tersebut juga mampu mempertahankan bentuknya saat dipegang, mempertahankan kesegaran isi dan bentuk bahan yang dikemas.

Malah menurutku, ketika lahan hijau semakin menyempit seperti sekarang ini, styrofoam berbiaya lebih murah dan mudah didapat ketimbang pedagang harus mencari pasokan daun-daun pisang sebagai pembungkus makanan.

Namun aspek keamanan  styrofoam terhadap kesehatan mulai dipertanyakan. Juga menimbulkan masalah dalam proses daur ulangnya dan mencemari lingkungan.

Bahan baku polystyrene adalah styrene, yang bisa menimbulkan iritasi kulit, mata, saluran pernafasan, dan masalah pencernaan. Paparan terlalu banyak bisa menimbulkan depresi, sakit kepala, badan terasa letih dan lesu, bahkan yang kondisi ekstrim berupa gangguan ginjal dan darah.

Ketua Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta, Ubaidillah mengatakan styrofoam mengandung dioctyl phthalate (DOP) yang menyimpan zat benzene, suatu zat kimia yang sulit dihancurkan oleh sistem pencernaan d tubuh manusia (Koran Republika, 16 Oktober 2010, “Demam Styrofoam!”). Benzene ini sulit dikeluarkan melalui feses (kotoran) atau urine (air kencing) sehingga zat ini semakin lama semakin menumpuk dan terbalut lemak. Inilah yang bisa memicu munculnya penyakit kanker.

Selain berefek pada kesehatan, styrofoam yang juga sama seperti bahan dasar plastik, tidak dapat diuraikan secara alami, sehingga semakin lama styrofoam dan sampah plastik menumpuk dan bisa mencemari air dan tanah. Artinya, tidak lumat di dalam tanah dan di air pun mengambang. Tak jarang benda ini menyangkut di tubuh hewan atau –lebih parah- masuk ke saluran pencernaan dan membuatnya mati. 

Proses pembuatan styrofoam sendiri sebenarnya terbuat dari styrofoam lama yang dihancurkan dan diproses sedemikian rupa menjadi styrofoam baru dan digunakan kembali menjadi wadah makanan dan minuman.

Proses daur ulangnya sendiri juga bisa mencemari lingkungan. Biro Pusat Standar Penelitian Kebakaran Nasional (National Bureau of Standards Center for Fire Research) di Amerika Serikat menyebutkan proses pembuatan styrofoam menimbulkan bau tidak sedap yang mengganggu pernafasan, limbah padat dan cair, serta melepaskan 57 zat berbahaya ke udara.

Oleh karenanya Lembaga Perlindungan Lingkungan (EPA) mengategorikan proses pembuatan styrofoam sebagai penghasil limbah berbahaya terbesar ke-5 di dunia.

Jangan mencoba memanaskan makanan dikemas styrofoam ke dalam microwave, karena dapat melepaskan bahan kimia yang berbahaya bagi tubuh dan sistem reproduksi manusia.

Selain wadah makanan, plastik juga muncul sebagai bahan kemasan air minum. Bukan seperti termos air kayak zaman saya kecil, kini di toko banyak menjual botol minum yang bisa diisi dalam beberapa ukuran standar. Misalkan ada yang 250 ml, 500 ml, 600 ml, atau 1 liter. Ini membuat pengguna dapat mengukur asupan air minum ke dalam badan sudah sesuai bahkan melampaui anjuran kesehatan.

Menurut Institute of Medicine menyarankan pria dewasa untuk mengkonsumsi 3 liter (13 gelas) dan perempuan mengkonsumsi 2,2 liter (9 gelas) dari total minuman dalam sehari.

Selain itu disarankan agar botol plastik kemasan air mineral hanya dipakai satu kali. Sebagai contoh ambil botol air mineral merek Aqua 1500 mililiter (ml), dan balikkan pantat botol ke arah mata memandang. Ada lambang segitiga dengan angka 1 terdapat di dalam segitiga. Ini artinya botol kemasan tersebut hanya boleh digunakan 1 kali.

Ketika sedang semangat cinta lingkungan dan berolah fisik di gym, saya sengaja membeli sebuah botol minum plastik berwarna oranye berkapasitas 500 ml.

Namun botol oranye saya dijuluki dot bayi raksasa. Lalu lihat teman-teman di gym rata-rata membawa botol air mineral dalam kemasan. Saya pikir, “Ohyaya, simpel juga. Saya tahu takaran minum sekaligus ga perlu mencuci botol,” kataku dalam hati.

Suatu hari sepulang kerja, saya pun membawa botol air mineral yang sebenarnya sudah isi ulang dari dispenser kantor ke tempat latihan..(ups!)….. Saya meletakkan  di tempat yang biasanya rekan-rekan menaruh botol, saya hafalkan posisi dan merek botol mineral. Apalagi saat itu yang sedang berlatih kurang dari jumlah hitungan jari tangan.  Setelah bersepeda statis 30 menit, banjir keringat dan kehausan, perlu melepas dahaga. Eh tau-taunya botol minum saya hilang. Hmm, pasti ada yang salah mengira itu botol air mineral miliknya. Enggan juga bertanya ke orang yang saya lihat sedang meminum botol mineral yang saya kenali. Akhirnya saya minum dari gelas plastik yang tersedia di gym. (Malas sebenarnya karena membayangkan digunakan oleh banyak orang dan tidak jelas bagaimana cara mencuci gelas plastik tersebut).

Sejak kejadian itu, saya kembali menggunakan botol minum plastik berwarna oranye menyala. Dijamin tidak hilang karena lain daripada yang lain.


Bijak Memanfaatkan

Praktis sering menjadi alasan untuk menggunakan kantong plastik, kotak styrofoam dan menggunakan botol air minum dalam kemasan berulang kali.

Sebenarnya kerepotan yang saya rasakan dalam membawa bekal dari rumah, adalah menyediakan waktu khusus untuk menyiapkan bekal dan ruang di dalam tas untuk membawanya ke kantor. Cara mengakali tentu dengan semangat menyediakan waktu hanya beberapa menit untuk mengemas buah-buahan ke dalam wadah. Selain itu membawa jinjingan satu kantung kain, diluar tas kantor, untuk membawa kotak makan.

Di tempat baru nanti, saya berjanji lebih rajin menyiapkan bekal makan siang ke kantor. Di kos sekarang ini memang kesulitan di urusan dapur, paling-paling bisa membawa nasi putih dicampur abon. Dari meluangkan waktu sesekali, mungkin bakal terbiasa membawa penganan sendiri setiap hari. Membawa bekal sendiri dari rumah tentu lebih sehat, higienis, sesuai selera, dan bisa lebih hemat.

Selain itu saya harus meningkatkan diri menjadi Smart Shopping, yaitu berbelanja secara bijak dengan membawa wadah plastik khusus untuk membawa bahan makanan atau minuman, atau menyimpan makanan jadi dari toko. Sehingga, kesegaran bahan-bahan makanan akan tetap terjaga tanpa menggunakan plastik atau styrofoam sekali pakai. Bahan-bahan makanan dan minuman serta makanan jadi pun bisa langsung disimpan pada tempatnya.

Tentu saya dan kita semua tidak mau kepraktisan dalam jangka pendek, dibalas dengan ancaman kesehatan dan masalah sampah jangka panjang.  Data dari Deputi Pengendalian Pencemaran Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) menyebutkan, setiap individu rata-rata menghasilkan 0,8 kilogram sampah dalam satu hari di mana 15 persennya adalah kemasan sekali pakai. Jika kita asumsikan ada sekitar 220 juta penduduk di Indonesia, maka sampah kantong plastik yang tertimbun mencapai 26.500 ton per hari; sedangkan jumlah timbunan sampah nasional diperkirakan mencapai 176.000 ton per hari. 

Jumlah ini baru di Indonesia saja yang memiliki penduduk terbanyak ke-5 sedunia. Bayangkan saja sumbangan sampah plastik dari negara Cina, Amerika Serikat, India dan negara-negara lain.
                                                                                   
Ini artinya timbunan sampah plastik secara global bakal menimbulkan masalah dalam lahan pembuangan. Dan ingat, plastik membutuhkan waktu lama untuk hancur. Kita perlu menonton dan mengambil hikmah dari “Wall-E” ketika di masa mendatang bumi tertutup timbunan sampah tak bisa didaur ulang. Film kartun yang lucu, menghibur tapi patut direnungi. 

(Gambar dikutip dari: wired.com; jepretan sendiri)

Saturday, July 09, 2011

Semesta Mendukung ala Yohanes Surya


Ini sebuah catatan dari liputan lama. Mungkin sekitar 4-5 tahun lalu. Waktu itu saya mengikuti seminar anak-anak yang salah satu pembicaranya adalah Prof. Yohanes Surya, Ph.D, seorang fisikawan dan dikenal sebagai pembimbing Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI).

Ia menceritakan pengalamannya membawa anak asuhnya untuk mengikuti kejuaraan fisika seluruh dunia, dari nothing, tiada biaya, masa persiapan singkat, hingga akhirnya torehan keberhasilan anak-anak Indonesia meraih medali untuk olimpiade tingkat dunia membuat respon positif dari berbagai pihak.

Yohanes mengenang awal keikutsertaan tim olimpiade fisika pada 1995 tanpa sponsor dan hanya punya waktu persiapan diri selama 7 bulan. Namun terus saja setiap tahun mereka ikut. Dalam kondisi serba minim, Yohanes menjadi motivator bagi diri sendiri dan anak asuhnya karena menemukan Mestakung = SeMESTA menduKUNG, yaitu hukum alam dimana ketika suatu individu atau kelompok berada pada kondisi kritis maka semesta –dalam hal ini sel-sel tubuh, lingkungan dan segala sesuatu disekitar diri- akan mendukung diri kita untuk keluar dari kondisi kritis.

“Begitu kita menetapkan kondisi kritis, maka Mestakung terjadi,” kata Yohanes Surya.

Mestakung berhasil kalau: bekerja keras, konsisten dan fokus, dalam arti bukan sesuatu yang diperoleh secara instan.

Ada 3 hukum Mestakung yaitu, dalam setiap kondisi kritis ada jalan keluar. Ketika seorang melangkah maka dia akan melihat jalan keluar, lalu ketika seorang tekun melangkah, dia akan mengalami mestakung.

Seperti prinsip pegas dimana berada pada titik terendah lalu naik.

Kesimpulannya, apapun kondisi kritis yang kita alami, percayalah Tuhan Yang Maha Kuasa akan menciptakan Mestakung untuk membantu keluar dari kondisi kritis itu.

*Liputan ini jauh sebelum saya membaca buku “The Secret” dan ternyata prinsip yang ada di buku tersebut mirip konsep motivasi ala Yohanes Surya.*

(Gambar dikutip dari: www.1wd.co)

Thursday, July 07, 2011

Rezeki

Tadi pagi adzan Subuh terdengar lamat-lamat. Angka jarum jam digital menunjukkan pukul 4 sekian, ketika badan terjaga. Mungkin dosis ngantuk yang ditimbulkan obat flu sudah mereda, atau memang badan mengirim sinyal sudah cukup masa istirahatku.

Teringat semalam ada diskusi diantara kepala pening efek flu, badan ngegereges, dan kesadaran pagi hari adalah semangat baru.

Lalu saya berdoa dalam hati :

Ya Allah,
Aku percaya Engkau telah mengatur rezeki umatNya,
bagai kerang diantara hamparan pasir.
Tinggal kita melangkah menjumputnya.
Amin..

Masa bangun pagi karena bersiap-siap ke sekolah sudah lama berlalu. Bukan lagi masa siap lahir batin untuk ulangan dari guru killer, pelajaran Fisika yang tidak saya sukai, dan janji jalan-jalan pulang sekolah.

Bangun pagi saat ini adalah hari berikutnya kita menjemput rezeki. Menikmati jalan raya ibukota yang macet, sampai di portal gedung kantor, mengembangkan senyum sapaan di pagi hari mulai dari depan pintu kantor, kepada pak satpam, office boy dan beberapa rekan yang sudah datang, lalu menhempaskan pantat ini di kursi merah di cubicle kantor.

Menyalakan laptop, membuka akun e-mail kantor dan memeriksa isi surat yang masuk. Membalas beberapa poin, menyimpan surat atau kebanyakan masuk dalam kolom ‘delete’. Buka file pekerjaan, inilah masa bekerja, diikuti jeda, tau-tau sudah magrib dan saatnya berkemas pulang.

Ritual ini menjadi rutinitas. Sudah pasti pula tidak hanya saya yang punya ritual ini. Lihat saja wajah-wajah di kemacetan sore hari. Muka lelah, bedak yang memudar, bibir yang tak berpoles lipstik meski ada sisa semburat pemulas warna bibir itu di raut muka, diantara jalur kereta api ada gadis mengenakan rok span dan kaki dibalut stoking tapi ditemani oleh sepasang sepatu flat shoes, seolah mengatakan “High-heels ku masuk garasi di bawah meja kantor.”

Eno penulis menikmati rutinitas bersama sejumlah orang lain yang kulihat, kenal selintas hingga profesi lain nun di belahan lain. Mulai dari tukang bangunan yang menjadikan tiap pagi adalah hari lain menyemen bata dan mengaduk semen. Supir bis, perawat di rumah sakit, rekan-rekan kantor, hingga pak direktur.

Rutinitas ini menyerap energi tubuh, hingga tiba-tiba datanglah usia pensiun. Dan kalimat “berezeki” memiliki arti sebagai menjadi tua bersama keluarga, dikaruniai tubuh yang masih sehat di senja usia.

Tapi rezeki esok hari adalah rangkaian persiapan hari ini. Saya pun kadang masih menjadi makhluk hari ini, masa lalu adalah hari yang berlalu, tapi sedang merancang masa depan. Setiap orang hanya manusia biasa yang mencoba yakin melangkah, walau sesekali ada rasa mundur dan takut terhadap pilihan rencana hidup. Namun pada akhirnya si anak banyak mau sedikit ambisius ini berucap bismillah sebelum ambil keputusan, tarik nafas panjang, kemudian yakin bahwa rezeki dari Tuhan sudah ada yang mengatur.