Malam-malam pesan kue di sebuah toko kue yang sudah berusia matang.
Tibalah giliran bayar. Rencana bayar lunas. Metode pembayaran tunai.
Kasir menggesek kartu debit BCA. Status: Decline.
Kasir nyeletuk, "Ga cukup."
Jreng! Ucapan yang enteng. Two simple words. Tapi bagi obyek pemilik kartu, saya, serasa angin diiringi hujan yang mengguyur Jakarta di awal pekan Februari menyiram badan saya seketika itu.
Muka saya langsung gigi taring. Sayangnya demi komitmen: usia baru, tahun baru, resolusi mulut harus dicuci bersih tanpa bicara nyinyir dan kasar.
Saya pun berkata, "Mbak, saya yakin lho saldo saya cukup untuk membayar lunas."
Ibu Supervisor mulai menangkap gelagat customer mulai gahar. Ia mendekat ke posisi kasir.
Selanjutnya uji coba lagi masih tetap gagal. Decline. Si kasir ngomong, "Tuh kan ga bisa mbak," terus dia ke Supervisor seraya berkata, "Tapi ibu/mbak ini yakin uangnya cukup!"
Ngok!
"Oke mbak, bayar pas pengambilan. Saya utang ya!"
Bagi saya status "Decline" terjadi kalau saya: lagi-lagi salah memasukkan pin. Kartu diblokir *Ini sudah pengalaman pribadi lebih dari satu atau dua kali. Bahkan seandainya bank punya promo get stamp untuk masalah kesalahan pin dsb kayak di suatu convenience store, saya sudah berhasil bawa pulang piring, mug dll*
Apalagi saya sempat melihat koneksi dua mesin EDC di meja kasir tidak stabil karena pengaruh cuaca Jakarta malam ini memang tidak kondusif. Teman-teman yang paham perbankan juga pasti dengan senang hati menjelaskan supaya berbagai latar belakang penyebab status Decline makin komprehensif dan melengkapi pemahaman saya :)
Moral of story: tidak gampang menjadi pribadi MELAYANI jika Anda jadi pekerja di dunia jasa atau apapun industri yang Anda geluti. Mulutmu harimau mu. Teman kita memaklumi cara dan gaya kita berucap. Tapi imbas ucapan enteng berbeda di telinga customer.
Dari kuping lalu dicerna emosi dan otak, berujung pada bad experience. Akibatnya bisa jadi customer dengan senang hati menuliskan pengalamannya ke dalam blog, seperti saya. Bahkan membubuhkan judul "Dipermalukan Kasir" di artikel. Mulut pun dengan senang berceloteh menceritakan pengalaman ini menjadi mouth-to-mouth.
Apa nama toko kue-nya? Ahh.. Dewi Retno Siregar kan mau menjadi pribadi positif. Mau jadi orang yang mampu mengunci mulut agar tak enteng bicara. Psst, nanti suatu hari teman-teman juga tahu *wink*
Noted: "Dude" dibaca "Dud" adalah panggilan sayang saya dari keluarga. Jadi tulisan ini menjadi bagian refleksi diri.
No comments:
Post a Comment