Pertama kali membaca berita tentang susu bayi mengandung melamine di Cina, saya telusuri merek susu yang mengandung bahan baku plastik itu. Lalu saya pun merasa lega. Rasanya berita itu jauuuuuuuh karena nama merek yang ’aneh’ dan tidak familiar dalam ingatan saya yang sering berbelanja di supermarket. Selain itu, berita di situs itu menyebutkan negara tujuan susu diekspor dimana Indonesia tidak termasuk.
Tapi, semalam saya kaget saat menyaksikan tayangan berita malam di TV. Badan POM melakukan sweeping produk susu dari Cina dan turunannya ke supermarket. Tampak beberapa merek yang cukup familiar untuk ditarik dan diperiksa : coklat M&M’s, Sneakers, dan Oreo Wafer.
Wah semua itu pernah saya makan (sambil membayangkan, semoga usus saya tidak selicin pantat mangkuk melamin)! Dari tayangan berita, alasan M&M’s ditarik dari peredaran untuk diperiksa, karena pabrikan berada di Cina.
Nah, dalam hal ini dalil belanja ”Ada harga ada kualitas” rontok! Sebungkus coklat M&M’s jauh lebih mahal ketimbang coklat Cha-Cha yang berbentuk nyaris sama –coklat dibalut gula manis. Coklat Sneakers yang dipadu dengan karamel dan kacang didalamnya punya rasa lebih nendang ketimbang Silver Queen. Tapi sayangnya beli satu Sneakers bakal habis sekali lahap ketimbang si SQ yang terdiri dari 6 kubik coklat... saya bisa mematahkan sepotong demi sepotong, sehingga makannya terasa lebih lama :)
Merek yang berasal dari luar negeri, belum tentu lebih baik ketimbang yang dari negeri sendiri. Akhirnya sebagai konsumen harus lebih hati-hati dalam memperhatikan kemasan di label. Termasuk, dalam kandungan nilai gizi dan asal negara, kejelasan perusahaan pengimpor jika produk itu dari luar negeri, atau nama produsen.
Saya sering ragu membeli produk makanan yang hanya mencantumkan nama pabrik tanpa pencantuman alamat pabrikan yang jelas, serta penulisan ”Telah disetujui oleh Depkes RI” pada kemasan. Bahkan sering pula tidak menyebutkan tanggal produksi dan tanggal kadaluwarsa. Biasanya ini terjadi pada produk (buatan) rumahan.
Sudah berapa lama saya terbiasa dengan makanan dalam kemasan. Meski menyadari mengonsumsi makanan dalam kemasan berarti berurusan dengan bahan pengawet. Tapi yah! Pertimbangan kepraktisan.
Jadi teringat kejadian di sore harinya. Ketika saya berteriak Mayday! untuk menstruasi hari pertama. Badan yang pegal-pegal dan perut melilit ini membuat saya teringat satu merek sari asam dalam kemasan, lalu langsung menitip belikan pada kakak saat ia mau berbelanja.
Namun, Mama saya melarang. Lebih baik yang alami dan menyuruh saya untuk membuat sendiri jamu. Bahan baku berupa kunyit dan asam sudah tersedia di dapur!
Haduh! Perut sudah mulas, dan masih harus mengolahnya sendiri? Saya yang anak kos-kosan sudah terbiasa yang instan. Selain unsur kepraktisan, tentu lebih gampang menyimpan. Istilahnya : Tinggal glek! Tinggal seduh! (silahkan teruskan sendiri dengan menyebut semua tagline minuman/makanan dalam kemasan).
Tapi tak ada salahnya mulai memilah apa yang masuk ke dalam badan. Apakah perlu mengonsumsi satu produk makanan tertentu, dalam bentuk kemasan seperti apa.
Memang yang alami lebih baik. Hanya saja....lalu saya berpikir....apa saya harus memelihara sapi betina dan memerah susu supaya dapat yang fresh?!
No comments:
Post a Comment