“Dear old diary, please forgive me that
let you go same as memories diminish.” (Eno Siregar)
Dengan profesi saya kini
sebagai penulis di media, masa kecilku tidak kulalui dengan rajin menulis diary.
Buku bersampul karakter Disney
ini praktis sebagai awal mula saya rajin mengisi diary atau buku harian. Buku ini hadiah dari kakak tertua. Dimulai dari coretan iseng dari setiap tahun saya menuliskan
pencapaian tahunan dan resolusi, lalu semakin rajin kuisi ketika mengalami
kesendirian saat menjalani hari-hari diriku di perusahaan perminyakan Caltex
Rumbai, dalam kaitan tugas akhir sekaligus ikut ambil bagian dalam proyek
seorang ahli geologi asing di perusahaan tersebut.
Buku yang telah terisi penuh
itu kemudian lama tersimpan di suatu sudut kamar dan ‘kutemukan dan kuselamatkan’
ketika rumahku di Bogor direnovasi. Itu terjadi tahun lalu. Dan baru di tengah
malam hari ini saya membuka kembali lembaran-lembaran di dalamnya.
Lucu melihat tulisan tanganku
–yang sampai sekarang tidak disebut indah oleh ayah, ibu dan kakak-kakak
saya- dalam berbagai warna bolpen. Ada juga tempelan kliping gambar yang
kuanggap bagus dan kliping berita yang isinya -saat itu- menarik.
Lalu aku semakin menyimak isi
diary perdanaku. Ada kisah crush on heart di bangku sekolah, cerita
“I think I like him (someone I met in
Caltex)” sambil memikirkan yang di Jakarta, lalu lompatan cerita tentang sidang,
kemudian konsisten kuisi saat mulai bekerja sebagai wartawan di harian Investor
Daily.
Isi tulisanku ternyata semakin
bervariasi. Entah faktor karena pekerjaanku sebagai wartawan media cetak yang
notabene sebagian besar perlu menuangkan isi pikiran ke dalam bentuk bahasa
tertulis, atau karena memang saya semakin suka atas kegiatan menuliskan
pengalaman pribadi dan isi pikiran ke dalam lembaran kertas.
Tulisan di dalam diary semakin berkembang: cerita
pengalaman kerja, pikiran dan kejadian yang kualami, hingga kutipan kalimat
semangat dan tips karir yg kucomot dari majalah atau surat kabar. Ada kejar
target TOEFL, beasiswa dan sekolah. Impian mencicil rumah susun serta skema target “What
I would to be in the short, middle, and long-term”.
Tahun terakhir aku mengisi
buku diary tsbt sekitar 2005. Selain tutup
buku karena habisnya halaman kosong, saya jadi merasa unik karena buku
pengganti diary bersampul empat
karakter Disney itu diisi oleh kisah baru. Pengalaman baru, kehidupan kerja baru dengan
kekasih baru (yang akhirnya jadi mantan juga).
Aku juga terpesona, bahwa
ketika aku melakukan kilas balik isi diary
bersampul dasar putih itu: ternyata hampir sebagian besar keinginan-keinginan
kutulis didalamnya terealisasi!
Aku jadi ingat dengan teori
The Secret dalam bukunya yang pernah kuresensi dalam website
ruang-resensi.blogspot.com.
Ketika kita mengucapkan atau
menuliskan keinginan, maka alam bawah sadar kita menuntun kita merealisasikan
mimpi-mimpi tersebut. Dalam jangka waktu cepat atau lambat tergantung seberapa
fokus kita pada niat tersebut. Dan tentu ada kuasa Yang Diatas untuk menentukan
kapan saat tepat untuk memperolehnya.
Saya memutuskan akan menghancurkan
buku itu. Detil kisah di dalam diary
Disney ini tentu milik saya pribadi, biar selalu menjadi milik pribadi, yang
seperti seperti halnya memori masa lalu bakal dikenang, atau memudar dalam
ingatan.
Tapi saya menjadi percaya
akan kekuatan mimpi. Kekuatan alam bawah sadar yang dimulai dari menggoreskan
pena tentang keinginan kita (termasuk hal yang sepertinya tidak masuk akal
karena kondisi kita saat itu), jadikan semacam kompas hidup dan biarkan waktu
akan menjawab.
No comments:
Post a Comment