Suatu klien, maskapai penerbangan asing minta Saya meng-Indonesiakan ”most frequent traveller” dan tidak merasa cocok dengan penerjemahan sebagai “pelanggan”.
Hmm.. suatu penerjemahan yang simpel dan sederhana, bukan?
Akan tetapi, klien tidak mau. Dan, namanya juga mengikuti apa kata klien, saya harus mencari padanan yang tepat. Selain menunjukkan diri cerdas mampu menjawab permintaan mereka. Tiba-tiba pusing. Ke dalam materi awal tulisan, Saya memang meletakkan bahasa Indonesia dan Inggris secara campur aduk jadi padu. Suatu maskapai penerbangan nasional saja menggunakan kata ”Frequent Flyer” dan tidak meng-Indonesia-kannya menjadi ”Konsumen Loyal” dan toh, kebanyakan dari kita secara sadar (atau tidak) sudah mengerti apa yang hendak disampaikan tulisan itu.
Ketika Saya dan kebanyakan manusia Indonesia terbiasa dengan media publikasi –seperti majalah lisensi asing dan tayangan televisi- atau lagu yang campur sari. Padu padankan bahasa ibu dengan asing. ”Liga Premiere”, ”Bonus : Free Magazine...”, ”Cara Pakai Mr. Happy (haha.. ini mungkin memang cocok untuk memperhalus bahasa yang jika di-Indonesia-kan jadi kena isu pornografi bagi masyarakat kita yang sering tabu membicarakan hal-hal begituan), ”Jadi Pacar Perfect”...dsb.
Tayangan infotainment pun menampilkan selebritas yang menyampaikan komentar dalam bahasa aduk-aduk.
Saya terpesona memandangi kecantikan seorang model peranakan Indonesia dan bule. Bahasa Indonesianya yang patah-patah pun Saya tak peduli (padahal dia mengais Rupiah di Indonesia hehe...).
Nah, permintaan klien asing ini untuk meng-Indonesiakan semua kata, justru membuat saya garuk kepala. Tersadar kalau si klien dari negeri tetangga saja justru mengingatkan, ”Gunakan Bahasa Indonesia yang Baku dan Benar” di majalah nasional.
Saya pun sore itu segera lari-lari ke perpustakaan kantor. Buka-buka kamus, cari-cari inspirasi di belantara media. Lidah tiba-tiba terasa asam, ingin memantik sebatang rokok tapi sudah berjanji tidak bakal ngebul. Akhirnya, saya pun menemukan ide. Dan maskapai penerbangan itu setuju dengan : ”most frequent traveller” dialih bahasakan menjadi ”pengguna loyal transportasi udara”.
Saya jadi tersadar diri ini –seperti kebanyakan orang Indonesia lainnya- sudah terbiasa menggunakan Indonesia Inggris secara gado-gado. Ketimbang cari padanan kata dalam bahasa nasional, kita lebih memilih memiringkan bahasa asing ke dalam tulisan. Dalam membuat tulisan terkait profesi jurnalis dan penulis, Saya juga biasa memiringkan kata-kata. ”Orang juga sudah mengerti maksudnya,” demikian pemikiran kita. Lebih gampang. Walaupun jadi lupa untuk memperkaya kosa kata :)
1 comment:
most frequent traveller: ini mah namanya pengelanamusafir, kalo most frequent flyer (seperti punyanya Qantas) namanya mah... burung!
Post a Comment