Menjelang akhir tahun, mengevaluasi resolusi dan mulai memikirkan apa yang ingin ditargetkan dalam tahun ke depan. Salah satunya dalam urusan keuangan.
Beberapa waktu lalu, saya membaca kembali buku “Nice Girls Don’t Get Rich-75 Kesalahan Perempuan dalam Mengelola Uang”. Di halaman pertama, tergores nama saya lengkap bersama kalimat “Jakarta 15-3-07”. Yap! Itu artinya, buku itu kubeli Maret tahun lalu, langsung kubaca di akhir pekan, dan sempat termotivasi.
Hanya saja, setahun kemudian, saat aku membaca ulang buku ini, saya menyadari, kok belum ada pergerakan positif?
Mismanajemen keuangan? Mmmm... sedikit.
”Kok waktu di xxxx, gw bisa beli macbook ya?” kata temanku.
Aku mengangguk. ”Sama. Kerja di pabrik lama, gw bisa nabung beli laptop,” balasku.
Eno boros?? Ihh, gak juga deh... Ini ada masalah inflasi, ketika pendapatan manusia segitu-segitu saja, sementara harga barang kebutuhan naik lebih cepat.
Oke, langkah awal sebelum membuat resolusi, adalah mengevaluasi hal-hal yang terjadi selama tahun ini di bidang keuangan.
Kesimpulan pertama : punya target, dan tetapkan prioritas. Saat kerja di pabrik lama, Eno menetapkan tahun keberapa bakal cabut dari tempat tersebut. Ingin sekolah lagi, dan perlu laptop untuk menunjang studi. Akibatnya? Saya jadi rajin menabung untuk merealisasikan niat.
Kejadian lain, ternyata, saya memperoleh kesempatan bekerja di pabrik lain. Kesempatan yang –menurut saya- mendekati keinginan pribadi pula. Namun, syaratnya saya harus bersedia kontrak untuk jangka waktu tertentu. Hal ini menyebabkan saya harus memikirkan apa yang bakal saya lakukan seandainya... ini yang terburuk.... kontrak itu tidak diteruskan. Akhirnya, saat menandatangani kontrak di pabrik baru, saya berpikir harus ambil kesempatan itu sekaligus nothing to lose. Kalau kontrak tidak diteruskan, sebuah nama lembaga pendidikan di negeri jiran sudah saya pegang untuk melanjutkan studi. Jika kontrak putus, saya bakal cabut mencari penyegaran otak dengan sekolah. Ini memotivasi saya untuk menabung supaya bisa beli laptop. Jadi, saya tetap harus memprioritaskan menabung untuk sekolah (plus biaya hidup) dan beli laptop.
Harus diingat, 6-8 tahun lalu netbook yang cuma Rp 4-5 juta belum dirilis. Komputer jinjing menjadi benda ’mewah’ yang harus menyiapkan anggaran antara Rp 10-15 juta. Jadi, dengan gaji wartawan media cetak lalu menjadi staf penulis iklan, suatu kewajiban menyisihkan uang untuk ditabung.
Dan ternyata, dari status kontrak, pabrik baru mengangkat saya menjadi karyawan tetap. Oke! Saya berprinsip, ”Belajar bisa kapan saja. Tidak secara formal/sekolah, dari lingkungan sekitar pun kamu belajar. Termasuk belajar dari pekerjaan kamu. Tapi bekerja alias cari duit ada batas waktu”. Dan, tentu saja, saya memilih kerja.
Sekarang saya harus punya ”Dream Thing” baru agar niat menabung lagi.
Kesimpulan kedua : Ada saatnya kamu membalas, bukan hanya menerima. Kita bisa berencana, namun kadang urusan sosial membuat cash flow terganggu. Bukan tidak ikhlas, hanya berarti kita siap bahwa target bisa saja tersandung hal lain. Ada saatnya kamu menerima bantuan, dan di waktu berbeda saatnya kamu membalas budi. Hal seperti ini berarti di luar rencana .............Saya kembali ke titik (hampir) nol untuk mulai menabung lagi.
Akhirnya, saya sudah menyimpulkan penyebab kondisi keuangan tahun ini tidak oke.
Saya pun berjanji untuk mampu :
1. Membedakan keinginan versus kebutuhan
2. kembali ke kesimpulan pertama : punya target dan tetapkan prioritas
3. Buat anggaran dan (berusaha) hidup sesuai anggaran.
4. Kurangi kebiasaan belanja cara impulsif. Khususnya hentikan kebiasaan membeli anting-anting dan gelang. Stok di kamar sudah cukup untuk mix n’match selama 365 hari! hahaha....... catatan : baru boleh beli yang baru, setelah semua aksesori yang bukan investasi itu rusak semua!
Namun, bukan berarti tidak boleh bersenang-senang. Hanya saja, Pleasure Budget alias anggaran bersenang-senang (contohnya untuk membeli CD, nonton, makan di restoran favorit..) harus dialokasikan secara khusus pula.
No comments:
Post a Comment