Kamis siang, 26-6-2008.
“Eno, kamu mau liputan 3 hari ke Pati?” tanya Mas Dian, senior penulis di kantor.
“Hah?” saya berpikir tentang batuk-batuk yang menjajah tenggorokan. Berpikir tentang akhir pekan yang bakal kulewatkan dengan makan vitamin, minum obat batuk, tidur.... dan tidur.
Tapi.. tapi.. ke Pati dan naik kereta api?!
Hehe.. itu sih Dream Come True. Aku pertama kali ke Pati, sebuah wilayah karesidenan di Jawa Tengah sekitar tahun 1997. Jalan darat bersama teman kuliah untuk melakukan pemetaan, sebagai bagian dari skripsi, di wilayah Grobogan. Kami berbekal peta menelusuri jalur Pantura dan melewati Pati. Dalam ingatan saya, Pati terkenal sebagai pusat 2 pabrik cemilan berbasis kacang terbesar di Indonesia, Kacang Garuda dan Kacang Cap Dua Kelinci. Kotanya relatif bersih sekaligus panas. Meski berjuluk ”Pati Bumi Mina Tani”, seolah menunjukkan sebagai daerah sentra pertanian (di tengah kota kamu bakal menemukan patung Pak Tani dengan tubuh kekarnya yang menjinjing kacang-kacangan, seolah menegaskan ’inilah jantung kehidupan Pati’) akan tetapi kabupaten ini sekaligus berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara. Nah, salah satu yang terkenal adalah Terasi Juwana.
Di sana pertama kalinya saya makan Nasi Gandul di suatu warteg yang dekat dengan stadion olahraga. Nasi berkuah santan dimakan bersama jeroan yang kita pilih-pilih dulu, seperti lidah sapi, usus sapi, daging sapi, paru sapi, termasuk juga tempe dan perkedel. Lalu jeroan itu ibu penjualnya gunting-gunting (benar lho, jeroan dicacah dengan gunting. Bukan pisau seperti umumnya dalam pengolahan masakan). Nasi khas Pati itu dihidangkan di alas daun pisang.
Wah! Rasanya eunak banget!! (Mungkin juga faktor kelaparan hehe..). Dari rasanya ada kuah santan trus dicampur kecap manis-pedas.
Berbeda dengan nasi liwet ala Solo, atau nasi Gudeg ala Yogya, ataupun nasi timbel ala Sundaan, yang mudah ditemui di Jakarta, maka nasi Gandul khas Pati ini jarang ditemukan di ibukota.
Selain itu, belakangan ini saya kangen berwisata kere ala zaman kuliah. Menjadi backpacker menyandang ransel, naik bis menyusuri kota Semarang atau ke Solo (daerah yang memang relatif asyik untuk dijelajahi, kebetulan banyak saudara di sana sehingga ada perasaan sebagai kampung ke-2).
Intinya, saya tidak ingat lagi menuliskan secara detil diskusi saya bersama Mas Dian. Yang jelas, akhirnya Jumat sore saya sudah berada di dalam KA Sembrani tujuan Jakarta-Surabaya, untuk pergi ke Semarang. Berangkat dari Stasiun Gambir sekitar pukul 18.45 WIB, saya pertama kalinya pula menikmati perjalanan KA yang lebih jauh dari Jakarta-Bogor ala KA Pakuan.
Tentengan saya? Carill merah jambu berukuran 3 liter (tas ransel merek Explorer yang masih awet dari zaman kuliah dan mempertahankan ciri feminin saya melalui pilihan warna pink-nya), berisi beberapa potong baju yang dikemas di dalam plastik trash bag (ingat : supaya tidak basah jika tertembus air ataupun ’kecelakaan’ lain yang terjadi dalam penyimpanan barang), serta berbagai pernak-pernik liputan. Pokoknya harus pakai carill pinky tersebut!
KA Sembrani ini ber-AC, kebetulan pula saya duduk di baris paling depan dalam Gerbong 5 (nomor kursi di deret ke-13 dan ternyata PT KAI termasuk yang tidak percaya takhyul misalkan menggantinya dengan angka 12A atau langsung lompat ke angka bangku 14).
Setiap kursi dilengkapi bantal, kita juga memperoleh makanan dan pinjaman selimut dari petugas. Cuma.... silahkan terkaget selimut itu ditarik sama petugas sambil berteriak ”Semarang.....Semarang....” (maksudnya sudah hampir sampai ke Semarang dan penumpang silahkan bersiap-siap).
Hehe.. cara yang jitu untuk membangunkan penumpang yang tengah terlelap pukul 01.00 pagi! Btw, sebelum sampai di Stasiun Tawang-Semarang, KA akan berhenti dulu di Stasiun Poncol. Ohya, seperti dikutip dari Wikipedia, Stasiun Poncol itu terletak di Jalan Poncol Semarang, khusus untuk kereta ekonomi dan angkutan barang. Ada sekitar 10 menit KA berhenti distasiun tsbt, sampai akhirnya saya pun menjejak di Stasiun Tawang pada pukul 2.30 WIB.
Dari stasiun, sudah menunggu pihak dari Departemen Sosial yang menjemput kami dan langsung menuju Pati. Melewati Demak dan Kudus, serta jalan yang pada beberapa bagian sedang mengalami peningkatan kondisi jalan, akhirnya sampailah kami ke kota berjuluk ”Pati Bumi Mina Tani” pada pukul 04.00 pagi.
Catatan lain : jika ingin naik kereta api di malam hari, jangan lupa bawa topi kupluk untuk tidur, selimut tipis, dan baju hangat. Untuk rekan-rekan yang sulit tidur (seperti saya) mungkin perlu pula menelan Antimo. Ssst.. obat anti mabuk itu punya fungsi sebagai pelelap tidur lho! Tapi jangan sering-sering makan obat ini sebagai pengganti obat tidur ya! Saya sangat tidak menyarankan....!! :D
Ohya, amankan juga barang-barang berharga kamu. Masukkan semua barang berharga (seperti dompet, kamera, handphone, bahkan laptop) di dalam satu tas yang kamu kepit selama perjalanan. Karena meski gerbong eksekutif, rekan saya mengalami kecopetan kamera digital SLR yang diselipkan di laci kursi di depannya. Bahkan, si pencuri punya waktu untuk mengganti isi tas kamera dengan aqua gelas! Dan berdasarkan cerita porter kami, ada pula orang yang kehilangan laptop. Tas notebook yang disimpan di bagasi atas kursi, tetap di tempat. Akan tetapi, isinya diganti dengan koran-koran!
Ohya, sebagai catatan mungkin berguna bagi teman-teman yang mau mencoba naik KA. Dari Semarang, saya pulang naik KA Kamandanu kelas eksekutif (walaupun tidak menjamin keamanan, karena rekan saya kehilangan kameranya justru di sana). Kami naik kereta api yang dioperasikan oleh PT KAI tujuan Semarang-Jakarta (PP) ini jam 21.00 WIB. Dalam lembaran tiket tertera jam tiba di Jakarta kurang lebih 3.00 dinihari. Namun ternyata, KA sampai di Gambir pada jam 7.00 WIB. Yah! Kebanyakan berhenti-berhenti untuk menunggu kereta dari jalur lain lewat.
Barang layak bawa :
- Topi kupluk untuk tidur, selimut tipis, dan baju hangat.
- Tas kemas yang kita peluk selama perjalanan untuk menyimpan barang penting
- Botol aqua (meski dapat minum juga dari pihak KAI, tapi air mineral ini berguna juga untuk urusan ke toilet), tisu basah, tisu saku, dan obat kumur-kumur (sebagai pengganti acara sikat gigi bersama pasta gigi).
- Obat-obatan
- Buku bacaan sebagai teman perjalanan (meski jika tidak beruntung kita mendapat kursi yang lampunya mati).
PS : bagaimana rencana makan Nasi Gandul? Terealisasi meski bukan di tempat yang sama, dan dengan rasa yang tidak senikmat pertama kali.
No comments:
Post a Comment