Pagi Hari
Terbangun jam 9 lewat..hmm don't ask, itu namanya sudah kesiangan masuk kantor. Pasti pula tidak ada seorang rekan kos yang masih tersisa.
Secara tak tertulis acara mandi pagi penghuni kos di tempat saya sudah terjadwal. Saya punya jam di tengah-tengah dan resiko tersalip dua teman terakhir. Yang kantornya dekat semakin bisa belakangan mandi, bukan?!
Buru-buru ke kamar mandi dan...tak salahkah pandangan mataku? Meski tak mengenakan kacamata, tapi saya bisa melihat jelas bahwa air di bak mandi nyaris tidak ada. Atau sangat rendah, terlihat dari gelembung buih yang memenuhi bak seolah ada yg menjadikan tempat tampung air sebagai ember cuci baju raksasa. Itu buih deterjen!
Saya segera mencari mbak M, pembantu kos. Jika memang mau membersihkan kamar mandi, kok dibiarkan begitu?! Eits, rasanya bukan kebiasaan dia meninggalkan kerja nanggung-nanggung padahal jam tersebut dia menjemput putranya dari TK.
Dan satu hal lagi, kamar mandi ini dibersihkan pembantu pria di hari Sabtu. Saat anak-anak kos biasanya lebih sepi karena pada pulang kampung atau beraktivitas lainnya.
Langsung di otak ku melintas ini kerjaan mbak A, rekan satu kos saya. Saat saya mau menjadi penghuni kos ini, ibu kos dan mbak M sudah mewanti-wanti hati-hati dengan mbak A yang penghuni senior. (Saya sudah pernah mengalami punya induk semang yang cerewet; mendengar keluhan teman yang pembantu kos seenaknya gara-gara dipercaya sangat sangat bangett oleh majikan, tapi baru kali ini mendengar pemilik kos justru takut sama penyewa kamarnya).
Setelah saya mengisi kos ini, secara keseluruhan sih mbak A itu baik. The problem is : dia sangat peduli kebersihan/kerapihan sementara pembantu ibu kos tak selaras dalam hal tersebut. Saya sih berpikir mbak M pembantu kos itu punya batas kemampuan. Yang penting jujur dan tak mengganggu privasi, serta tak lupa menyiapkan fasilitas dan hak anak kos. Asalkan saya atau setiap anak kos punya kamar yang nyaman dan aman untuk numpang tidur dan menaruh barang.
Mbak A ga sungkan-sungkan untuk ribut kenapa lantai ruangan tengah (tempat anak kos berkumpul dan lebih sebagai perlintasan kami memasuki kamar masing-masing) belum disapu atau dipel, lalu tak keberatan untuk mengepel lantai. Terserah jika A merasa senang dengan hal itu tapi jadi terasa lain karena seluruh anak kos perlu tahu bahwa dia yang melakukan hal tersebut. Sniff....
Ok, back to our first topic, jadinya saya mandi pagi hari itu dengan rajin menampung air di gayung dari kran untuk wudhu yang tersedia di kamar mandi. Ohya, saya pikir, jika memang mbak A yang melakukan ”aksi busa”, maka dia yang teratur ritmenya (jam mandi, jam berangkat kerja dan pulang kerja) pasti sore nanti bakal menyelesaikan cuci bak mandi.
Malam Hari
Waks?! Saya pulang dalam kondisi bak mandi masih sama. Pembantu kos langsung kukonfirmasi memang tidak melakukan hal itu, dan ia memastikan Koko membersihkan bak selalu pada setiap Sabtu.
Lalu saya kembali ke atas. Saat bertemu muka dengan mbak A, langsung kutanya kenapa bak mandi penuh busa.... dan seperti kuduga, dia yang melakukan dengan alasan bak mandi kotor. Dan kotoran-kotoran yang menempel di permukaan bak bakal terlepas kalau direndam air bercampur larutan Rinso (sumpah... aku jadi berpikir mbak ini kebanyakan liat iklan di tv).
Mukaku langsung manyun dan berkomentar, ”Tapi merepotkan orang lain. Kan masih ada yang perlu ke kamar mandi. Tadi pagi saya harus nampung air di gayung.”
”Tadi saya juga begitu kok. Tampung di gayung. Abis airnya kotor, itu lho, ada kayak nempel-nempel di bak. Minggu lalu juga aku yang bersihin,” kata dia. Buset deh.. terserah mbak kalau menyukai gaya gayung. Tapi lain ceritanya kalau orang lain melakukannya tanpa kenikmatan! Buang waktu pula buat yang sudah kesiangan bangun.
”Kalau airnya kotor, pakai Dettol aja mbak.”
Saya pun berlalu pergi.
(Dalam hatiku, pantesan Koko makin malas-malasan bersihin kamar mandi. Wong ada sukarelawan.....)
Akupun ngeloyor masuk ke kamar tidur. Lalu ke kamar mandi dengan meletakkan ember di bawah kran air. Kuputar kencang-kencang supaya terdengar bunyi berisik saat air berkecepatan tinggi mengalir menyentuh permukaan ember kosong. Kebetulan kamar dia sebelahan kamar mandi, lalu tak lama kemudian terdengar pula suara mesin pompa (yang lagi-lagi letaknya berdekatan dengan kamarnya).
Sebenarnya malam itu saya bisa tidak mandi, tapi rasanya kekesalan sudah diubun-ubun. Kenapa sih ada orang yang melakukan sesuatu tanpa memikirkan pengaruhnya ke orang lain? Sifat yang disebut empati dengan mencoba memposisikan diri seandainya dia jadi ’korban’ yaitu saya? Tak usah memikirkan saya, tapi pada schedule mandi pagi (secara normal) ada si C yang masuk setelah mbak A. Selain itu, jika menunggu A mencuci bersih bak mandi hingga esok hari, maka si T dan Z (yang kantor lebih jauh sehingga duluan mandi) harus ’menikmati’ ritual gayung pula karena (saya yakin) A tidak bakal mau mengganggu jam tidur serta bangun lebih pagi demi menyelesaikan pe-er nya.
No comments:
Post a Comment