"Gimana, No? Makin ngerti setelah ikut sosialisasi?" tanya teman setelah melihatku kembali ke meja kerja.
"Makin sadar kalo gw ga punya harta untuk dilaporkan," jawabku sambil garuk-garuk kepala gaya bego.
Iya,benar! Saya jadi tergerak malam ini melakukan financial checkup setelah siang tadi di kantor kami diadakan Sosialisasi Pengisian dan Pelaporan SPT 2008. Yang jelas, saya secara gampang tinggal mengembalikan formulir : ..... yang menandakan saya tidak mempunyai penghasilan lainya kecuali bunga bank dan/atau bunga koperasi.
Haha.. keta’uan kan kemampuan finansial saya? (Betapa kasihannya diri saya.....)
Namun dalam formulir yang harus diserahkan kembali ke Kantor Pajak sesuai alamat KTP, kita harus mengisi Harta vs Utang secara detail.
Yang menarik adalah ucapan Bapak dari Kantor Pajak yang suaranya serak-serak bikin saya menerka pastilah orang ini perokok berat jenis Dji Sam Soe atau rokok kretek lainnya. (eh padahal belum tentu ya.. buktinya saya sendiri pernah merokok dengan salah satu alasan supaya suara cempreng saya berubah jadi berat walaupun tak berhasil. Ohya, lebih kurang begini kata Bapak 234 itu,”Kenaikan harta berjalan meningkat seiring perolehan pendapatan seseorang. Inilah yang menjadi dasar kami dari Direktorat Pajak untuk meminta Anda mengisi kolom harta.”
Ohya, saya memang masuk ruangan ketika acara sedang berlangsung dan membahas pengisian kolom jumlah keseluruhan harta yang dimiliki pada akhir tahun dan jumlah keseluruhan kewajiban/utang pada akhir tahun.
Sebagai contoh, harta berupa rumah dinilai sebesar harga perolehan transaksi, sedangkan jika rumah tersebut masih berstatus Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sisa saldo pokok KPR hingga 31 Desember 2008 (CMIIW....)
Poin lain yang saya ingat : bunga bukan deposito (pinjaman uang yang kita berikan pada teman dengan janji pengembalian uang.. rentenir? atau contoh lain, membantu teman dengan menyuntikkan modal usaha), saham, klaim warisan termasuk yang perlu kita cantumkan dalam formulir. Juga jika kita memiliki kendaraan bermotor, tanah, deposito dan tabungan. Sedangkan tabungan pensiun spt DPLK atau asuransi baru dianggap sebagai harta jika sudah dicairkan.
Dan, jika pasangan suami istri bekerja maka hukum yang berlaku satu account NPWP saja yaitu suami sebagai kepala rumah tangga. Hanya saja, dalam pengembalian formulir ke Kantor Pajak harus menyertakan bukti potongan bahwa istri bekerja.
Pantas saja, rekan-rekan peserta satu per satu menghilang sebelum sosialisasi yang berlangsung di Ruang Rapat Besar selesai. Yang masih tersisa di ruangan serta menyimak dengan antusias mayoritas bapak-bapak dan ibu-ibu yang jumlahnya bisa dihitung dengan sebelah jari-jari tangan (gw yakin di rumahnya para wanita tersebut menjabat sebagai Direktur Keuangan sekaligus Direktur Jenderal Anggaran RT.. hehehe).
O my gosh, rasanya hidup saya sudah dibelit pajak : rekening bank tempat gaji numpang lewat sudah kena biaya administrasi dan pajak. Makan, nonton, beli album penyanyi dalam compact disk, airport tax, hingga melewati jalan raya pun saya di-cuci otak dengan kalimat ”Jalan ini Dibangun berkat Pajak yang Anda bayarkan” sembari membayar tiket tol yang selalu naik dari tahun ke tahun dengan alasan akan kembali dalam bentuk kenyamanan pengguna.
Tahun lalu, saya membiarkan berkas-berkas pengisian pajak dan semacam itu teronggok di meja saya, lalu tercampur bersama buku dan lembaran kertas kerja lainnya. Tahu-tahu sebulan kemudian kartu NPWP sudah ada di tangan saya. Tak ada yang perlu dilaporkan, sudah ’dibereskan kantor’. Demikian pula tahun ini saya belum punya harta (saya lebih suka menyebutkan kata ”belum” sebagai doa melapangkan jalan menuju ”sudah”) tapi bukan berarti kamu tidak perlu paham kan?!
Saya mau belajar mengisi formulir pajak sebagai bagian dari orang yang melek finansial. (Atau bagian dari menjadi warga negara yang baik? Hehe... )Selain itu, acara tadi mengetuk kesadaran saya melakukan financial check-up, apakah ada yang salah dengan cara saya mengelola penghasilan pribadi selama ini.
No comments:
Post a Comment