Thursday, November 19, 2009
Bekerja dari Rumah
Ide bekerja dari rumah beberapa kali melintas dalam benakku dan terasa menarik. Sebagai tukang merangkai kata, saya sering terpikir untuk bekerja dari rumah.
Bermodalkan notebook, dibantu perangkat alat telekomunikasi seperti telepon dan akses internet, maka pekerjaan kantor dapat selesai dan dikirimkan dari rumah.
Tidak stres terjebak kemacetan jalan raya atau hal lain yang biasa dialami di kantor. Apalagi untuk orang yang harus merawat keluarga, misalkan orangtua atau anak.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh CareerBuilder.com, hampir sepertiga dari responden mengatakan pernah melaksanakan pekerjaan dari rumah. Tapi tidak total 8 jam seperti umumnya jam kerja perkantoran.
Sebanyak 25% dari responden mengatakan kurang dari 1 jam untuk pekerjaan kantor mereka, ketika mereka mengerjakannya di rumah, dan sebanyak 53% menghabiskan waktu 3 jam, dan hanya 14% yang benar-benar selama 8 jam.
Nah, apa yang mereka fokuskan selain memenuhi tugas profesional mereka, jika berada di rumah? Ternyata mengurus anak berada di urutan teratas sebagai alasan untuk bekerja dari rumah (22%). Melakukan percakapan pribadi melalui telepon, atau berselancar di Internet (17%), nonton TV atau tidur (15%), keperluan pribadi (11%), dan melakukan pekerjaan rumah tangga (9%).
Memang kemajuan teknologi memungkinkan orang bekerja di mana saja, termasuk di rumah. Ketika bekerja dari rumah membawa perbaikan dalam keseimbangan antara pekerjaan VS kehidupan pribadi, hal ini juga menciptakan keinginan untuk terus termotivasi.
Hanya saja, jika masih berbenturan dengan peraturan kantor atau memang kamu belum bisa disiplin, lebih baik jadilah orang yang fokus. Tetapkan bahwa waktu di rumah untuk beristirahat dan urusan pribadi; sedangkan maksimalkan jam kerja untuk menyelesaikan pekerjaan. Meski resiko sesekali membawa pulang pekerjaan akibat tuntutan deadline atau lainnya, kadang bisa terjadi.
Rosemary Haefner, Wakil Direktur Sumber Daya Manusia dari CareerBuilder.com. membagi tips cara mengefektifkan bekerja dari rumah :
Tetapkan schedule
Awali hari seperti Anda mau berangkat ke tempat kerja. Ganti baju tidur, mandi dan lakukan aktivitas rutin.
Lokasi
Jangan bekerja di depan TV, dekat dengan radio atau satu ruangan dengan orang yang mungkin bisa mengganggu konsentrasi kamu. Pilih lokasi yang tenang dan teratur, yang membuat kamu bakal menyelesaikan pekerjaan kamu.
Buat Target
Buat daftar target spesifik untuk hari ini dan centangkan jika hal itu telah kamu selesaikan. Ini memastikan kamu ingin untuk menyelesaikan pekerjaan.
Jangan lupa jam makan siang
Ciptakan waktu yang tepat untuk telepon pribadi, keperluan pribadi, pekerjaan rumah, olahraga dan aktivitas-aktivitas non kantor lainnya. Kalau perlu tempatkan timer agar kamu mengetahui kapan saatnya kembali bekerja.
Istirahat
Sudah tentu jangan lupa meluangkan waktu untuk beristirahat.
Wednesday, November 18, 2009
Malu Aku….
Minggu ini sepertinya adalah momen saya kembali konsentrasi bekerja di kantor, setelah sebulan lebih jarang terlihat akibat urusan pribadi.
Ternyata inilah rasanya kembali ke tempat bekerja setelah sekian lama menghilang. Merasa ada yang asing atau berbagai kejadian juga kualami.
Awal pekan : seolah scanner absen ga mengenali sidik jari ku. Saya harus berulang kali meletakkan jari ke mesin pemindai. Lalu, di mejaku bertebaran mulai dari surat-surat, kertas rekap administrasi, hingga paket pos.
Sstt, saya sampai melihat seorang rekan kantor dan dalam hati berkata, “Namanya siapa ya…?” Ternyata memang ada anak baru.
Tapi pengalaman Rabu ini yang cukup ..memalukan.. hehehe.
Pagi hari saya melihat teman menyantap mie ayam. Duh, jadi tergoda juga untuk menyantap makanan yang sama. Karena perut masih penuh terisi sarapan, akhirnya baru menjelang siang saya hendak memesan.
Mau menyuruh OB (office boy) pergi membelikan, Saya tekan extension 223 yang dalam hati kuingat ada di ruangan Dapur.
“Halo.. siapa nih?” begitu sapaanku ketika telpon sudah diangkat.
“Vidi, mbak..”
Saya diam sebentar. perasaan OB ga ada yang namanya Vidi tapi ya sudahlah siapa tahu ada orang baru atau pindahan dari dapur divisi lain.
“Ini Eno penulis. Beliin mie ayam dong….”
“Salah sambung mbak”
Wuaks!
Pasti muka saya bersemu merah, dan hanya bisa berkata pendek. “Maaf” dan mematikan sambungan telpon.
Saya segera tersadar. Ya ampun! ada 2 nomor extention yang selalu gampang diingat : bagian Teknologi (IT) dan Dapur yang angkanya nyaris sama.. meski sebenarnya kalau kamu memencet tombol telepon akan berbeda lokasi angka.
Hahahaha… asli saya seperti mau ditelan bumi. Membayangkan muka teman-teman di bagian Teknologi dan jika mengetahui ketololan/kenaifan saya… Mualu… rasanya untuk sementara saya tidak berani melalui ruangan Teknologi.
Ternyata inilah rasanya kembali ke tempat bekerja setelah sekian lama menghilang. Merasa ada yang asing atau berbagai kejadian juga kualami.
Awal pekan : seolah scanner absen ga mengenali sidik jari ku. Saya harus berulang kali meletakkan jari ke mesin pemindai. Lalu, di mejaku bertebaran mulai dari surat-surat, kertas rekap administrasi, hingga paket pos.
Sstt, saya sampai melihat seorang rekan kantor dan dalam hati berkata, “Namanya siapa ya…?” Ternyata memang ada anak baru.
Tapi pengalaman Rabu ini yang cukup ..memalukan.. hehehe.
Pagi hari saya melihat teman menyantap mie ayam. Duh, jadi tergoda juga untuk menyantap makanan yang sama. Karena perut masih penuh terisi sarapan, akhirnya baru menjelang siang saya hendak memesan.
Mau menyuruh OB (office boy) pergi membelikan, Saya tekan extension 223 yang dalam hati kuingat ada di ruangan Dapur.
“Halo.. siapa nih?” begitu sapaanku ketika telpon sudah diangkat.
“Vidi, mbak..”
Saya diam sebentar. perasaan OB ga ada yang namanya Vidi tapi ya sudahlah siapa tahu ada orang baru atau pindahan dari dapur divisi lain.
“Ini Eno penulis. Beliin mie ayam dong….”
“Salah sambung mbak”
Wuaks!
Pasti muka saya bersemu merah, dan hanya bisa berkata pendek. “Maaf” dan mematikan sambungan telpon.
Saya segera tersadar. Ya ampun! ada 2 nomor extention yang selalu gampang diingat : bagian Teknologi (IT) dan Dapur yang angkanya nyaris sama.. meski sebenarnya kalau kamu memencet tombol telepon akan berbeda lokasi angka.
Hahahaha… asli saya seperti mau ditelan bumi. Membayangkan muka teman-teman di bagian Teknologi dan jika mengetahui ketololan/kenaifan saya… Mualu… rasanya untuk sementara saya tidak berani melalui ruangan Teknologi.
External HD
Bentuknya sepintas seperti agenda seukuran paspor. Benda setebal buku jari itu adalah External HD (singkatan dari External Hard Disk).
Sesuai dengan namanya, fungsinya sebagai media penyimpanan secara eksternal. Jadi, seperti memiliki Flash Disk namun dalam ukuran lebih maxi. Bisa sebagai penyimpan file-file tulisan, foto-foto, gambar-gambar, musik, games, presentasi kerja hingga kebutuhan spesifik misalnya program komputer bagi programmer.
Selama ini saya memindahkan foto-foto jepretan dan artikel yang saya kumpulkan selama ini sebagai penulis ke dalam cakram padat (CD). Lama-kelamaan CD-R/CD-RW pun menumpuk di sudut lemari. Sebuah CD memiliki kapasitas memori sebanyak 700 MB.
Saya yang berniat going paperless lalu berpikir untuk memiliki sebuah External HD. Varian kapasitas antara 120 GB, 160 GB, 250 GB, 500 GB, bahkan ada yang mencapai 1 TB.
Saya sudah mencatat beberapa ukuran kapasitas plus harga. Bahkan seorang teman menyatakan ada yang mencapai 1 TB dengan harga sekitar Rp 1 juta lebih. Saya sempat bertanya pada seorang teman, malah dia tertawa dan berkata, “Emang perlu sebanyak itu No….”
Tapi dia tidak menjelaskan lebih detil sehingga saya juga malas bertanya lebih lanjut.
Kemudian pada satu kesempatan, mumpung mau pergi ke pameran komputer, saya bertanya pada teman yang lain.
“Kamu pasti familiar dgn external HD ya? Jadi bingung ..misalkan 160 GB setara apa? misalkan sama dgn memuat 1 partisi drive C/D di dalam komputer kah?” tanya saya.
Maklumlah, dalam benak pemikiran saya yang sederhana, External HD kayak kulkas saja. Semakin besar kapasitas, alias semakin besar ukuran GB, berarti semakin banyak yang mampu dimuat.
Lalu si Rommy temanku menjelaskan intinya tergantung apa yang mau saya simpan. Karena semakin banyak yang disimpan tentu membutuhkan kapasitas semakin besar.
“Sebagai contoh film membutuhkan sekitar 700-an MB,” kata dia.
1GB = 1000MB
1TB = 1000 GB = 1jutaMB
“Jadi kalau MP3 rata-rata besarnya 5MB, maka HDD 1TB kira-kira bisa menyimpan sebanyak 200ribu lagu,” pungkasnya.
Lalu saya pun terpana dan membatin, Itu mah sekalian gua membuka usaha unduh MP3 aja yakkk…. hahaha.
Dari survei di pameran Indocomtech berlangsung pada 4-8 November lalu, saya menemukan External HDD merek Western Digital berkapasitas 320 GB berharga kurang dari Rp 700 ribu.
Setelah first-thing-first menentukan prioritas, saya pun memutuskan tidak membeli dulu. Akhirnya saya justru pulang memboyong printer dan sebuah flash-disk mungil berkapasitas 4GB.
Sesuai dengan namanya, fungsinya sebagai media penyimpanan secara eksternal. Jadi, seperti memiliki Flash Disk namun dalam ukuran lebih maxi. Bisa sebagai penyimpan file-file tulisan, foto-foto, gambar-gambar, musik, games, presentasi kerja hingga kebutuhan spesifik misalnya program komputer bagi programmer.
Selama ini saya memindahkan foto-foto jepretan dan artikel yang saya kumpulkan selama ini sebagai penulis ke dalam cakram padat (CD). Lama-kelamaan CD-R/CD-RW pun menumpuk di sudut lemari. Sebuah CD memiliki kapasitas memori sebanyak 700 MB.
Saya yang berniat going paperless lalu berpikir untuk memiliki sebuah External HD. Varian kapasitas antara 120 GB, 160 GB, 250 GB, 500 GB, bahkan ada yang mencapai 1 TB.
Saya sudah mencatat beberapa ukuran kapasitas plus harga. Bahkan seorang teman menyatakan ada yang mencapai 1 TB dengan harga sekitar Rp 1 juta lebih. Saya sempat bertanya pada seorang teman, malah dia tertawa dan berkata, “Emang perlu sebanyak itu No….”
Tapi dia tidak menjelaskan lebih detil sehingga saya juga malas bertanya lebih lanjut.
Kemudian pada satu kesempatan, mumpung mau pergi ke pameran komputer, saya bertanya pada teman yang lain.
“Kamu pasti familiar dgn external HD ya? Jadi bingung ..misalkan 160 GB setara apa? misalkan sama dgn memuat 1 partisi drive C/D di dalam komputer kah?” tanya saya.
Maklumlah, dalam benak pemikiran saya yang sederhana, External HD kayak kulkas saja. Semakin besar kapasitas, alias semakin besar ukuran GB, berarti semakin banyak yang mampu dimuat.
Lalu si Rommy temanku menjelaskan intinya tergantung apa yang mau saya simpan. Karena semakin banyak yang disimpan tentu membutuhkan kapasitas semakin besar.
“Sebagai contoh film membutuhkan sekitar 700-an MB,” kata dia.
1GB = 1000MB
1TB = 1000 GB = 1jutaMB
“Jadi kalau MP3 rata-rata besarnya 5MB, maka HDD 1TB kira-kira bisa menyimpan sebanyak 200ribu lagu,” pungkasnya.
Lalu saya pun terpana dan membatin, Itu mah sekalian gua membuka usaha unduh MP3 aja yakkk…. hahaha.
Dari survei di pameran Indocomtech berlangsung pada 4-8 November lalu, saya menemukan External HDD merek Western Digital berkapasitas 320 GB berharga kurang dari Rp 700 ribu.
Setelah first-thing-first menentukan prioritas, saya pun memutuskan tidak membeli dulu. Akhirnya saya justru pulang memboyong printer dan sebuah flash-disk mungil berkapasitas 4GB.
Tuesday, November 17, 2009
Menelusuri Kemana Perginya Gaji Bulanan
(Tulisan ini juga dimuat di QB Headlines)
Gaji bulanan memang andalan kehidupan sehari-hari seorang pegawai kantoran seperti saya. Saya hanya berpikir, mengapa semakin sulit menyisihkan tabungan, apakah ada yang salah dalam mengelola keuangan pribadi.
Memang sih biaya hidup semakin tinggi sementara penghasilan tak berlari secepat harga-harga kebutuhan pokok, sekunder dan lain sebagainya.
Di koran New Straits Times kubaca tentang mengatur belanja bulanan. Saya jadi mau mencoba sebagai bagian financial check-up, berikut tipsnya :
Pertama-tama tulis rencana pengeluaran bulanan. Ini mencakup belanja rumah tangga dan biaya hiburan.
Simpan semua bon-bon bukti belanja paling lambat sebulan. Seminggu sekali tuliskan secara rinci kamu telah belanja apa saja berdasarkan bon pengeluaran itu.
Terserah mengategorikan jenis pengeluaran, asalkan Anda bisa mengambil gambaran akurat tentang kondisi finansial yang ada.
Misalkan saja dari hasil belanja di supermarket bisa kamu detilkan ke dalam jenis daging, susu, minuman, makanan kalengan, cemilan atau apapun yang memberikan gambaran kemana saja perginya uang tersebut.
Atau ketika berbelanja di department store untuk beli pakaian. Siapa tahu ternyata biaya minum kopi lebih mahal ketimbang sepotong baju di bulan ini.
Dari daftar tersebut, kita jadi tahu apa saja yang bisa dikurangi atau dibenahi.
Meskipun ada yang dapat dikurangi atau tidak, tetap masukkan ke dalam rencana belanja. Lalu masukkan sejumlah budget ke dalam amplop berbeda. Uang ini akan digunakan untuk membeli barang-barang yang anda rencanakan.
Catatan : Jangan tambahkan uang ke dalam amplop hingga akhir bulan. Ini membantu sikap disiplin dan cerdas berbelanja.
* Teman yang mendengar niatku berkata, “No, taruhan, berapa hari kamu rajin mencatat pengeluaran harian?”… hehehe
Gaji bulanan memang andalan kehidupan sehari-hari seorang pegawai kantoran seperti saya. Saya hanya berpikir, mengapa semakin sulit menyisihkan tabungan, apakah ada yang salah dalam mengelola keuangan pribadi.
Memang sih biaya hidup semakin tinggi sementara penghasilan tak berlari secepat harga-harga kebutuhan pokok, sekunder dan lain sebagainya.
Di koran New Straits Times kubaca tentang mengatur belanja bulanan. Saya jadi mau mencoba sebagai bagian financial check-up, berikut tipsnya :
Pertama-tama tulis rencana pengeluaran bulanan. Ini mencakup belanja rumah tangga dan biaya hiburan.
Simpan semua bon-bon bukti belanja paling lambat sebulan. Seminggu sekali tuliskan secara rinci kamu telah belanja apa saja berdasarkan bon pengeluaran itu.
Terserah mengategorikan jenis pengeluaran, asalkan Anda bisa mengambil gambaran akurat tentang kondisi finansial yang ada.
Misalkan saja dari hasil belanja di supermarket bisa kamu detilkan ke dalam jenis daging, susu, minuman, makanan kalengan, cemilan atau apapun yang memberikan gambaran kemana saja perginya uang tersebut.
Atau ketika berbelanja di department store untuk beli pakaian. Siapa tahu ternyata biaya minum kopi lebih mahal ketimbang sepotong baju di bulan ini.
Dari daftar tersebut, kita jadi tahu apa saja yang bisa dikurangi atau dibenahi.
Meskipun ada yang dapat dikurangi atau tidak, tetap masukkan ke dalam rencana belanja. Lalu masukkan sejumlah budget ke dalam amplop berbeda. Uang ini akan digunakan untuk membeli barang-barang yang anda rencanakan.
Catatan : Jangan tambahkan uang ke dalam amplop hingga akhir bulan. Ini membantu sikap disiplin dan cerdas berbelanja.
* Teman yang mendengar niatku berkata, “No, taruhan, berapa hari kamu rajin mencatat pengeluaran harian?”… hehehe
Ilusi (Iklan) Layar Kaca
Cinta gampang diraih berkat hilang noda di wajah.
Cinta mudah didapat berkat tubuh sukses melewati pintu yang nyaris menjepit.
Kekasih hati muncul berkat rambut lembut indah tergerai. Mudah dibelai.
Oh.. apa jantung hati tak boleh berwujud pangeran kodok?
Bagaimana dengan kisah Si Bangkong???
Seolah panah Cupido hanya mau menombak makhluk indah ciptaan dewa. Meniadakan faktor kromosom X dan Y sebagai bagian penciptaan manusia. Artinya, kalau memang bukan keturunan cantik/ganteng, apakah mau marah sama ibu-bapak?
Inilah dunia ilusi, ketika tak ada yang tak indah di layar kaca.
Jadi ingat cerita “Beauty and the Beast” atau karya klasik Victor Hugo berjudul “Si Bongkok dari Notre Dame”, si Quasimodo pun bernasib tragis.
*September Story*
Cinta mudah didapat berkat tubuh sukses melewati pintu yang nyaris menjepit.
Kekasih hati muncul berkat rambut lembut indah tergerai. Mudah dibelai.
Oh.. apa jantung hati tak boleh berwujud pangeran kodok?
Bagaimana dengan kisah Si Bangkong???
Seolah panah Cupido hanya mau menombak makhluk indah ciptaan dewa. Meniadakan faktor kromosom X dan Y sebagai bagian penciptaan manusia. Artinya, kalau memang bukan keturunan cantik/ganteng, apakah mau marah sama ibu-bapak?
Inilah dunia ilusi, ketika tak ada yang tak indah di layar kaca.
Jadi ingat cerita “Beauty and the Beast” atau karya klasik Victor Hugo berjudul “Si Bongkok dari Notre Dame”, si Quasimodo pun bernasib tragis.
*September Story*
Wednesday, November 04, 2009
Tidak Menunda Pekerjaan
Jangan tunda hingga esok apa yang bisa Anda kerjakan hari ini.
Begitu bunyi kata mutiara yang melekat di dinding depan meja kerjaku. Sebaris pesan yang kutempelkan pada awal tahun ini sebagai bagian dari resolusi pekerjaan.
Berhasilkah saya mempertahankan ritme itu?
Terkadang berhasil, akan tetapi kebanyakan saya lebih sukses menerapkan pola selesai menjelang tenggat-waktu. Rata-rata ide tulisan mengalir deras di saat-saat terakhir.
Pada dasarnya bukan karena penunda kerja sehingga diri ini menempelkan sebaris kalimat motivasi di depan dinding meja kerja.
Jangan katakan saya malas. Sebagaimana manusia biasa, kita pernah mengalami ingin menunda pekerjaan baru seusai menyelesaikan pekerjaan sebelumnya. Saya akui lebih tepatnya “lot things to do in the same time” atau banyak pekerjaan dan hal-hal yang harus kulakukan di waktu nyaris bersamaan.
Tahun ini sebagai upaya menyeimbangkan pekerjaan sekaligus meluangkan waktu untuk orangtua.
Tahun ini kuanggap juga sebagai refleksi kesehatan. Selama ini badan gampang sekali terserang flu/pilek. Sepertinya badan doyan bercinta dengan virus flu yang selalu kuasumsikan kenapa badan bakal ambruk jika di-push bekerja. I hate that! Siapa pula yang suka ingusan, badan demam, sambil menatap layar monitor komputer dalam mata nanar.
Siapa pula yang senang tidur di ranjang dengan sekujur badan meriang, sementara otak melayang ke pekerjaan kantor yang tertunda, dan telepon dari kantor tak henti berdering meski sudah mengatakan izin sakit.
Memang benar kita harus hidup sehat, jangan gampang stress dan mengatur pola makan.
Akan tetapi, hasil tes alergi pada akhir Oktober, membuat saya merasa, “Mungkin ini biang penyakitku selama ini. Ada yang ternyata harus kuubah dalam pola kehidupan”.
Dari hasil pemeriksaan darah ditemukan saya memiliki alergi dan bisa jadi alergi yang memicu flu. Dokter spesialis yang memeriksaku, mengajukan bermacam poin yang membuat saya mengubah kebiasaan.
Salah satunya, going paperless dan mengurangi koleksi buku di dalam kamar. Ini bertujuan meminimalkan tempat debu bersarang.
Prioritas utama, saya coba terapkan pada perilaku tidak menunda apa yang bisa saya kerjakan hari ini. Membereskan pekerjaan, merapikan kamar, serta mengubah pola hidup.
Begitu bunyi kata mutiara yang melekat di dinding depan meja kerjaku. Sebaris pesan yang kutempelkan pada awal tahun ini sebagai bagian dari resolusi pekerjaan.
Berhasilkah saya mempertahankan ritme itu?
Terkadang berhasil, akan tetapi kebanyakan saya lebih sukses menerapkan pola selesai menjelang tenggat-waktu. Rata-rata ide tulisan mengalir deras di saat-saat terakhir.
Pada dasarnya bukan karena penunda kerja sehingga diri ini menempelkan sebaris kalimat motivasi di depan dinding meja kerja.
Jangan katakan saya malas. Sebagaimana manusia biasa, kita pernah mengalami ingin menunda pekerjaan baru seusai menyelesaikan pekerjaan sebelumnya. Saya akui lebih tepatnya “lot things to do in the same time” atau banyak pekerjaan dan hal-hal yang harus kulakukan di waktu nyaris bersamaan.
Tahun ini sebagai upaya menyeimbangkan pekerjaan sekaligus meluangkan waktu untuk orangtua.
Tahun ini kuanggap juga sebagai refleksi kesehatan. Selama ini badan gampang sekali terserang flu/pilek. Sepertinya badan doyan bercinta dengan virus flu yang selalu kuasumsikan kenapa badan bakal ambruk jika di-push bekerja. I hate that! Siapa pula yang suka ingusan, badan demam, sambil menatap layar monitor komputer dalam mata nanar.
Siapa pula yang senang tidur di ranjang dengan sekujur badan meriang, sementara otak melayang ke pekerjaan kantor yang tertunda, dan telepon dari kantor tak henti berdering meski sudah mengatakan izin sakit.
Memang benar kita harus hidup sehat, jangan gampang stress dan mengatur pola makan.
Akan tetapi, hasil tes alergi pada akhir Oktober, membuat saya merasa, “Mungkin ini biang penyakitku selama ini. Ada yang ternyata harus kuubah dalam pola kehidupan”.
Dari hasil pemeriksaan darah ditemukan saya memiliki alergi dan bisa jadi alergi yang memicu flu. Dokter spesialis yang memeriksaku, mengajukan bermacam poin yang membuat saya mengubah kebiasaan.
Salah satunya, going paperless dan mengurangi koleksi buku di dalam kamar. Ini bertujuan meminimalkan tempat debu bersarang.
Prioritas utama, saya coba terapkan pada perilaku tidak menunda apa yang bisa saya kerjakan hari ini. Membereskan pekerjaan, merapikan kamar, serta mengubah pola hidup.
Monday, November 02, 2009
Narablog
Saya baru tahu kalau istilah "Blogger" telah diterjemahkan menjadi "Narablog".
Kata temanku, "nara" berarti "seseorang".
Narasumber = seorang sumber. Ini istilah yang ditujukan bagi seseorang yang menjadi sumber kutipan wawancara, memberi informasi yang diperlukan wartawan/penulis. Tapi kalau Narablog = seorang blog? lha, kok Kata Benda + Kata Benda?
Blogger Antyo Rentjoko dalam artikel Pendapat-Koran Tempo, Selasa 3 November 2009, menyebutkan jika sudah lama ngeblog, lebih dari 5 tahun, maka disebut "pemain lama".
Oke, saya juga sudah mulai menulis di blogspot sejak 2005. Jadi termasuk pemain lama? Pemain lama yang timbul tenggelam dalam mengupdate situsnya namun berusaha tetap hadir di ranah maya.
Walah.... ya sudahlah. Apa artinya istilah. Yang penting kalian ngerti kamsudnya.
Oke! saya sudah vakum sebulan tak menjadi "narablog". Sekarang saatnya kembali
menyemaikan kata di langit Azzura, mengutarakan Aura hati dan jati diri.
Kata temanku, "nara" berarti "seseorang".
Narasumber = seorang sumber. Ini istilah yang ditujukan bagi seseorang yang menjadi sumber kutipan wawancara, memberi informasi yang diperlukan wartawan/penulis. Tapi kalau Narablog = seorang blog? lha, kok Kata Benda + Kata Benda?
Blogger Antyo Rentjoko dalam artikel Pendapat-Koran Tempo, Selasa 3 November 2009, menyebutkan jika sudah lama ngeblog, lebih dari 5 tahun, maka disebut "pemain lama".
Oke, saya juga sudah mulai menulis di blogspot sejak 2005. Jadi termasuk pemain lama? Pemain lama yang timbul tenggelam dalam mengupdate situsnya namun berusaha tetap hadir di ranah maya.
Walah.... ya sudahlah. Apa artinya istilah. Yang penting kalian ngerti kamsudnya.
Oke! saya sudah vakum sebulan tak menjadi "narablog". Sekarang saatnya kembali
menyemaikan kata di langit Azzura, mengutarakan Aura hati dan jati diri.
Mengambil Langkah dalam Satu Sesi Kehidupan
Kadang logika dan intuisi telah mengarahkan ke satu hal yang benar. Akan tetapi, hati (baca “perasaan”) sering bertolak belakang. Ingin bermain-main lebih lama.
Benar kata orang. Seringkali yang disebut berbahaya, tidak baik, dsb terlihat bagai kembang api cantik di langit malam tapi memercikkan bara ke tubuh.
Dan permainan telah berakhir. Saya putuskan untuk kulumat tamat. Siapa yang kalah? Entahlah. Hidup tak bisa disamakan dengan skor pertandingan olahraga. Menang dan kalah bukan hal mutlak. Hanya saja, hidup ini adalah keseimbangan. Sudah ada porsi masing-masing.
Hidup ini adalah pilihan-pilihan. Dan saya sudah memilih…..(dan siap dengan segala konsekuensinya).
Benar kata orang. Seringkali yang disebut berbahaya, tidak baik, dsb terlihat bagai kembang api cantik di langit malam tapi memercikkan bara ke tubuh.
Dan permainan telah berakhir. Saya putuskan untuk kulumat tamat. Siapa yang kalah? Entahlah. Hidup tak bisa disamakan dengan skor pertandingan olahraga. Menang dan kalah bukan hal mutlak. Hanya saja, hidup ini adalah keseimbangan. Sudah ada porsi masing-masing.
Hidup ini adalah pilihan-pilihan. Dan saya sudah memilih…..(dan siap dengan segala konsekuensinya).
Keberhasilan Tertunda
“Adilkah hidup ini?”
Seketuk kalimat yang membuatku bertanya….Ada apa?
Lalu aku menyadari ini sebuah pertanyaan ketika seseorang merasa kecewa.
"Kamu sodorkan tanya itu karena kamu sedang bermasalah. Iya?"
Hanya diam yang menjawab.
Semoga saya mampu mensyukuri setiap kehidupanku. Semoga tak bakal melontarkan pertanyaan itu. Baik ke diri sendiri, kepada orang lain, bahkan kepadaNya.
Jika ada rintangan, semoga itu menjadi keberhasilan tertunda yang akan kuraih pada waktu yang tepat.
(Gambar dikutip dari : www.josephinewall.co.uk)
Seketuk kalimat yang membuatku bertanya….Ada apa?
Lalu aku menyadari ini sebuah pertanyaan ketika seseorang merasa kecewa.
"Kamu sodorkan tanya itu karena kamu sedang bermasalah. Iya?"
Hanya diam yang menjawab.
Semoga saya mampu mensyukuri setiap kehidupanku. Semoga tak bakal melontarkan pertanyaan itu. Baik ke diri sendiri, kepada orang lain, bahkan kepadaNya.
Jika ada rintangan, semoga itu menjadi keberhasilan tertunda yang akan kuraih pada waktu yang tepat.
(Gambar dikutip dari : www.josephinewall.co.uk)
Subscribe to:
Posts (Atom)