Sunday, August 22, 2010

Kiat-Kiat Menulis

Ada dua pendekatan dalam menulis. Pertama, seperti yang biasa diajarkan di sekolah yaitu menyiapkan dahulu kerangka tulisan sebelum menulis. Sedangkan pendekatan kedua adalah menulis saja tanpa kerangka.

Pendekatan kedua ini kita terapkan karena kita sering mengalami kesulitan untuk mengembangkan sebuah kerangka tulisan sebelum kita menulis. Bisa jadi karena kekurangan ide, atau buntu pikiran. Nah, lebih baik coba cara menuliskan apa saja yang terlintas di benak kita –tanpa mengedit- tanpa mempedulikan apakah itu konsisten atau tidak. Intinya : Tulis Saja!

Tulisan yang kita buat sebelumnya itu tentu masih kacau. Tulisan kacau itu hanya bersifat brainstorming. Dari tulisan itu kita tarik ide-ide menarik dan dihasilkan tulisan yang tentu lebih baik dibandingkan dengan yang pertama. Tulisan ini sudah lebih teratur dan jadi.

Tahapan menulis yang pertama hingga selesai, kemudian kita baca ulang disebut : Proses Penggodokan. Tulisan pertama digodok menjadi tulisan kedua, dan seterusnya sampai mencapai draft final.

Hindari untuk mengedit terlalu awal. Curahkan semua isi pikiran ke dalam tulisan. Mengedit hanya dilakukan pada hasil akhir. Mengedit terlalu awal membuat pikiran tidak dapat keluar dengan lancar karena sudah mengalami sensor internal.

Untuk menggodok tulisan menjadi lebih baik ada satu syarat yang harus diperhatikan. Tulisan yang baik bisa terjadi jika merupakan konflik/konfrontrasi/beberapa pikiran yang berlawanan. Dalam dunia jurnalistik atau membuat berita dikenal istilah cover both side atau berita berimbang dengan mengonfirmasi subyek berita dari berbagai stakeholders yang terpengaruh.

Konfrontasi ini bisa diperoleh dengan berkomunikasi dengan orang lain, membaca tulisan orang lain, atau melakukan konfrontasi sendiri dengan melihat masalah itu dari beberapa sudut pandang berbeda.



Membaca Adalah Satu Kesatuan

Membaca menjadi satu kesatuan agar bisa menulis. Penulis Ayu Utami dalam suatu diskusi penulisan berkata, “Jika kamu (mau) menulis, bacalah 7 kali buku lebih banyak.”

Hal ini bisa kita asumsikan bahwa untuk menulis satu buku = 7 referensi buku.  Atau, asumsi lain adalah kita rajin membaca buku hingga tujuh, 21, 42, 49, 77,…..dst sebelum kita berada pada tahap berani menulis atau mengungkapkan ide atau buah pikiran ke dalam bentuk tertulis.

Membaca berguna untuk menyerap pikiran seseorang, mempelajari gaya bahasa tulisan dan tata bahasa, mencari ide, dan masih banyak kegiatan positif lainnya. 

Khususnya untuk buku non fiksi, kita bisa menerapkan teknik membaca cepat (speed reading), dimana kita hanya perlu tahu framework (kerangka tulisan). Lalu utamakan membaca buku secara mendetil pada bagian sesuai yang menjadi perhatian kita, dan terakhir latihan membuat kesimpulan dari buku itu untuk menyaring argumen-argumen yang ada di buku.

Salah satu cara lancar menulis adalah memang : latihan..latihan…latihan… Setiap hari memang luangkan waktu untuk menulis. Misalkan dosen Filsafat FIB Universitas Indonesia sekaligus penulis, Donny Gahral Ardian, menyarankan agar meluangkan waktu 5 menit/hari untuk menulis.

Cara latihan yang lain adalah membuat tulisan dalam 3000 kata/hari. Saya asumsikan 3000 kata/hari adalah membuat tulisan dalam 18.892 karakter tanpa spasi dalam satu hari. Wah, bagi saya yang berprofesi sebagai Penulis Iklan ini berarti membuat tulisan untuk sebanyak lebih kurang 6 halaman majalah! Silahkan pilih mana yang lebih praktis Anda ikuti……..

Sedangkan penulis buku Fira Basuki mengatakan kiatnya dalam menulis kreatif, “Kita bisa memasukkan realitas dan khayalan (dalam menulis fiksi). Jangan stress dengan detil atau kebenaran obyek seperti menyebutkan nama toko sesuai kenyataan,” katanya. (Dewi Retno Siregar)

Riset Pew Internet tentang Blog dan Situs Jejaring Sosial



Lembaga penelitian Pew Internet (
http://www.pewinternet.org) menyebutkan bahwa remaja dan anak muda kurang menyukai blog dan lebih suka situs-situs jejaring sosial, kecuali Twitter.


Riset yang mensurvei 2.253 orang dewasa dan 800 remaja di Amerika Serikat untuk mengetahui bagaimana responden memanfaatkan internet dan situs media sosial yang paling sering mereka akses.

Hasil riset yang dilakukan pada September 2009 dan diumumkan di awal 2010 ini (dikutip dari Koran Tempo, Februari 2010) mengatakan bahwa remaja dan anak muda AS jauh lebih banyak menggunakan internet dibanding orang dewasa, yaitu sebesar 93 persen dibandingkan dengan 38 persen (orang dewasa diatas 65 tahun).

Apa saja yang responden lakukan di Internet? Pew menemukan bahwa 73 persen responden berusia 12-17 tahun remaja adalah pengguna aktif jejaring sosial, seperti Facebook, Flickr, dan YouTube. Mereka menggunggah foto, memperbaharui dan mengomentari status, dan mengirim pesan singkat melalui layanan seperti Yahoo! Messengers, AIM, dan MSN.

Yang mengejutkan, hasil riset juga menemukan remaja semakin kurang menyukai blog. Riset Pew pada 2006 menunjukkan bahwa 28 persen remaja memiliki blog, tahun ini menurun drastis menjadi hanya 14 persen. Remaja tampaknya menganggap Facebook dan media-media sosial lebih gampang untuk memperbaharui status, sehingga blog tak diperlukan lagi.

Kesimpulannya, membuat sesuatu tulisan –seperti memposting di blog- memakan lebih banyak waktu dan energi ketimbang mengubah status atau mengunggah foto di Facebook. Blog lebih bersifat membagi pengalaman dan memperkaya pengetahuan lebih dalam, ketimbang  mempublikasikan kata dalam media sosial yang hanya membutuhkan 620 karakter atau 140 karakter.

Kehidupan sosial remaja jauh lebih sempit dan tertutup sementara blog lebih merupakan tempat membagi pengalaman secara terbuka. Menurut Pew, blog-blog yang masih aktif rata-rata dimiliki oleh mereka yang berusia di atas 25 tahun. Mereka yang aktif berkicau di Twitter pun umurnya rata-rata diatas 20 tahun.

Ahaha… Saya merasa telah pada fase dimana pengalaman, kehidupan dan apa yang saya serap bisa saya bagi ke dalam blog. Saya telah punya akun di blogspot sejak 2005. Tapi persoalannya, apakah hingga kini saya masih aktif menambahkan artikel ke dalam blog?

Saya pribadi belakangan jarang memperbaharui blog dan membuat puisi. Rasanya energi dan pikiran sudah terkuras untuk pekerjaan sehari-hari, sehingga akhir pekan pun saya enggan menggunakan otak untuk menyusun huruf-huruf, membangun kata dan merajut kalimat sehingga menghasilkan suatu tulisan lepas.


Thursday, August 19, 2010

Di Sebuah Bank

Terkantuk-kantuk menahan suntuk
Menanti antrian sambil otak mengutuk
Kapan nomorku dipanggil?



Kluk..klak..kluk..klak
Hak sepatu pertugas layanan konsumen
Berdetuk ketuk lantai
Menimbulkan irama tidur di otakku...