Monday, March 23, 2009

Kehilangan

Hari ini saya tiba-tiba berpikir tentang “Kehilangan”.
Bukan kehilangan barang, bukan kehilangan kekasih hati, bukan kehilangan kesempatan unjuk prestasi kerja, bukan pula kehilangan kesadaran.
Akan tetapi, kehilangan ...... sniff ... untuk menyebut dan menuliskannya saja, Saya tidak berani.

Pulang ke rumah Bogor akhir pekan kemarin, saya mendengar berita Ibu mertua kakakku sakit parah, hingga butuh perawatan rumah sakit. Beliau memang sudah lama mengidap Diabetes.

Saat pulang ke rumah juga, saya baru tahu Papa lagi flu. Kedengarannya sih sepele. Sakit standar.”Agh, sakit flu aja....,” begitu pasti orang berkilah jika mendengar sakitnya seseorang. Akan tetapi, sakit flu bagi orang sudah tua, mantan perokok berat dan memiliki riwaya jantung, sakit flu masalah besar.

Setelah beberapa hari makan obat dokter, Papa saya tetap bermasalah dengan pernafasannya. Sesak nafas. Senin ini saya pun mengantarkan ayah saya ke Unit Gawat Darurat (UGD). Alhamdullilah... setelah diuapi (memang alat semacam ini sudah tersedia di rumah tapi ternyata rusak :( ... hiks jadi malu, terjebak masalah mendasar : kalau tidak perlu maka tak diperhatikan performanya), kondisi fisik beliau membaik dan dokter mengizinkan pulang ke rumah. Syukur alhamdullilah :)

Tentu pulang bersama sejumlah obat, surat rujukan ke laboratorium, dan nasehat ini itu.

Hanya saja, selama menunggu beliau di ruang yang didominasi putih, sembari memandang sejumlah pasien terbujur tak berdaya di kiri kanan, sejumlah pikiran terlintas...

Ya ampun! Betapa pucatnya Papa saya (....Ya Tuhan! Saya masih butuh banyak waktu untuk berbakti membalas kasih sayang orangtua)….

Ya ampun! Saya menyesal pernah merokok, pernah melakukan sejumlah pantangan hidup sehat (.... Ya Tuhan! Saya belum punya cukup uang untuk membahagiakan kedua orangtua..)....

Ya Tuhan! Ampuni saya jika pernah menjadi anak bandel, atau tak baik budi terhadap orangtua.....

Saya belum begini begitu...

Ya Tuhan, Saya memanjatkan doa beri kesempatan kedua orangtuaku panjang umur, kesehatan yang baik, dan masa tua bahagia. Berilah Saya kesempatan memperbaiki diri untuk menjadi anak yang lebih baik bagi kedua orangtua. Amin.

Jadi ingat : untuk meluangkan waktu lebih sering menelpon rumah Bogor, lebih penyabar, dll.

Cinta Pertama

Alam berdansa dalam langit merah jambu
Seranum pipiku kala kita bertemu
Ada sensasi berbeda ketika kau hujam mataku
Bersama lingkar jemari bertaut
Ku ta’u ini rasa pertama kali

Langit tersenyum dalam warna lembayung
Saat kita memburai benang asa dipintal bersama
Bernyanyi sambil mencabik puisi toreh di batu janji
Kisah ini kita larung dalam rindu beku yang mencair
Hingga bermuara di ujung malam

Esok masih misteri milik kita
Kita nikmati hari ini hingga raga memanggil ke peraduan
Bermimpi bulan sabit melengkungkan senyum
Sensasi pertama kita kenang dalam kotak belahan hati



Bogor, 23 Maret 2009

Catatan : puisi ini kubuat sbg balasan puisi untuk rekan baru di milis. 'mayan... temanya menggodaku untuk olah kata di sela sengkarut pikiran.

Sunday, March 22, 2009

Forgiven Not Forgotten

Seorang perempuan mendatangi toko buku. Ia menghampiri penjual yang sedang terkantuk-kantuk menunggu pembeli di tengah siang.

”Saya mau beli penghapus,” kata perempuan.

”Penghapus apa? Pensil? Bolpen? White board?” tanya si penjual.

“Saya ingin menghapus seseorang dari ingatan,” kata perempuan.

Penjual bengong. Lalu ia menggeleng. ”Saya hanya menjual penghapus pensil, tinta, atau tip-ex. Kertas label juga bisa menutup yang salah. Penghapus papan tulis. Tapi saya tak tahu ada alat untuk menghapus ingatan. Maaf Anda mungkin bisa cari di toko lain.”

Perempuan itu mengucapkan terima kasih dan berlalu. Ia menghampiri tempat servis komputer. ”Aku pernah dengar, memori bisa dihapus,” kata dia. ”Bisakah memori tentang seseorang kumusnahkan?” kata perempuan.

Tukang servis komputer menggeleng. ”Saya hanya bisa memformat ulang komputer. Tapi, setahuku daya simpan di otak tak bisa sengaja dihapus. Kecuali... ih amit-amit, amnesia!”

Perempuan pun mulai gundah. Setengah mengeluh Ia berkata pelan seolah pada diri sendiri. ”Kudengar waktu bisa menghapus kenangan. Tapi mengapa saya tidak lupa?”


(Gambar dikutip dari : ”Pandorasbox” by Jasonchan Picture)

21 Saran Sukses

Dari portal internal kantor, saya mengutip "21 Saran Sukses" dari H. Jackson Brown, Jr., dan mencoba menerjemahkannya secara bebas. Terasa bernas dan semoga menarik bagi rekan lain yang baca.... :

1. Nikahi orang yang tepat. Hal ini mempengaruhi 90% kebahagiaan atau kesedihan Anda.

2. Bekerja pada bidang yang Anda minati, sehingga waktu dan talenta Anda tak terbuang percuma.

3. Berikan lebih dari yang orang lain minta, dan lakukan hal tersebut dengan senang hati.

4. Jadilah orang yang paling bersemangat dan paling positif yang pernah Anda kenal.

5. Jadilah pemaaf bagi diri sendiri maupun orang lain.

6. Jadilah murah hati (dermawan)

7. Jadilah orang yang berlapang dada

8. Rajin, rajin, rajin. Alias tekun.

9. Disiplin menabung, lakuka hal ini bahkan dalam kondisi pendapatan Anda kecil sekalipun.

10. Perlakukan orang lain sebagaimana cara kamu ingin diperlakukan.

11. Komitmen pada diri sendiri untuk senantiasa melakukan peningkatan atau perbaikan diri.

12. Komitmen pada diri sendiri untuk kualitas

13. Sadari bahwa sumber kebahagiaan bukan berasal dari barang yang dimiliki, jabatan atau martabat/gengsi, tapi berbasis pada relasi dengan orang-orang yang Anda cintai dan hormati.

14. Jadilah orang yang setia (loyal)

15. Jadilah orang yang jujur

16. Berinisiatif atau self-starter

17. Jadilah orang yang tegas atau berani ambil keputusan, meski kadang keputusan itu salah.

18. Berhenti mencari kambing hitam. Bertanggung jawablah pada kehidupan Anda sendiri.

19. Berani dan teguh hati. Jika kamu menelisir kembali jejak kehidupan yang sudah kamu alami, kamu hanya menyesali apa yang tidak berani kamu (coba) lakukan, dan bukan sebaliknya menyesali apa yang sudah kamu perbuat.

20. Sayangi dan tunjukkan kasih sayang pada orang-orang yang kamu cintai.

21. Jangan melakukan sesuatu yang TIDAK membuat Ibu-mu bangga.

Wednesday, March 18, 2009

Maret 2009

Sudah bulan Maret ya?
Sudah menjalani Kuartal I pada tahun 2009....

Kemarin memotong rambutku pendek. Aku sering beralasan 'potong rambut itu tanda memulai suatu semangat baru'. Walau ga jelas sendiri, semangat baru seperti apa, tujuannya apa, atau latar belakangnya kenapa. Sebenarnya ketika kita memotong rambut, tentu kita akan tampil (sedikit) berbeda dan -berharap- menulari sel-sel otak untuk semangat.

Kuartal-I momen merefleksi hal-hal yang telah kita lakukan antara Januari sampai Maret. Mumpung belum bertumpuk jadi sejumlah hal tertunda dan terlupa (lalu menyesal mengapa diri ini kurang gigih mewujudkan rencana jadi kenyataan).

@Maret : rencana kerja; melihat kembali rencana tahun ini dan merevisi beberapa hal yang ternyata belum jadi prioritas atau karena kondisi di sekitar menyebabkan kita perlu ganti langkah; financial check-up; menyeimbangkan kehidupan antara menjadi manusia pribadi vs makhluk sosial.

@Maret : medical checkup?

@Maret : tersadar diri ini 'kutu' di bumi. Belum ada apa-apanya, ga boleh sirik sama orang lain sekaligus bersyukur pada yang sudah dimiliki, dan mencoba mengisi hidup dengan cara-cara baik.

Tuesday, March 17, 2009

Reuni

Malam ini kami bertemu
Mengenang tautan yang sama
Sepintas semua berubah
Alam telah memahat pengalaman
Asam garam menggerus rupa
Terlelap kami dalam bilangan jam
Merayakan siklus kehidupan


*terinspirasi kumpul2 di BirdCage 13 maret 09

Monday, March 16, 2009

Sepasang Kunang-Kunang


Sepasang kunang-kunang terlalu lama tersimpan dalam tas
Hari ini kuintip mereka berdemo ingin lepas
Biarkan mereka menjadi cahaya bebas
Dalam temaram malam di lampu sudut rel



Jakarta, 11 Maret 2009
* membalas posting puisi rekan BuMa: Sepasang Kunang-Kunang di Dalam Tasku

Coba Menulis Puisi Lagi

Kucoba menulis puisi lagi
Dalam bilik sunyi usai badai menerpa
Buku catatan usang terlempar di bawah meja

Aku ingin kembali menulis puisi
Terpatah-patah kueja kata yang terekam dalam benak
Jemariku terlalu lama menari dalam panggung papan kunci
Hingga lupa menggenggam pena
Mengulang cara klasik menggulirkan rasa

Aku tumpul lama tak berpuisi........

Kahlil di Dinding Kerjaku dan Cerita Tengah Bulan

Otakku compang camping
Penat berpikir
Ototku ngilu beradu
Lelah bergerak

Kubuka kotak roti dari rumah
Kulihat Kahlil di depanku meloncat cari perhatian
”Ihh kamu mau minta bekalku?” makiku dalam hati
Ternyata dia cuma membisikanku begini, "Kerja adalah cinta yang mengejawantah, dan apabila engkau tiada sanggup bekerja dengan cinta, maka akan lebih baik jika engkau meninggalkannya.....” (*)
Huh! Pasti dia mau berlanjut dengan perkataan, ”Dan mengambil tempat di depan gapura candi dan meminta sedekah dari mereka yang bekerja dengan suka cinta ... ” (*)
”Hush, sana! Rayu saja May Zubaidah,” balasku.

Aku butuh sepi merenung sendiri
Sudut cubicle menggodaku terpekur
Di siang bolong di hari deadline

Ucapan Kahlil kutempel di dinding kerja
Kuhafal lamat-lamat sambil mengunyah roti
Aku mau kembali jadi anak es em pe
Menghafal puisi pujangga dunia
Dan menemukan kalimat sama dalam sepotong surat cinta
Kiriman tetangga kelas

Dulu aku menjinjing tas Echolac dan membayangkan diri jadi orang dewasa
Berangkat kerja dan punya duit sendiri
Tak ta’u ada pasang surut dan berada di tengah-tengah
Aku tatap zig zag layar monitor dan kalender meja
Konsentrasi..konsentrasi.... Aku tak sudi melihat dompet tertawa
Mempertontonkan mulut ompong di tengah bulan



(*) Sang Nabi – Kahlil Gibran

Karena 3 Kata



Ada kepak kupu-kupu bergerak di jantung hati
A-ha! Aku hafal debar itu
Ada binar dalam kerling mataku
A-ha! Aku hafal gaya itu

Kala jantungku ku berdebar-debar, darah berdesir mengencang
Pasti karena 3 kata
Kala otak ini tak mau berjalan seiring logika
Hanya karena 3 kata
Kata itu : Aku .. Jatuh… Cinta..

Ada yang menyebutku : bodoh, naif, lugu, romantis melankoli
Hahaha... Aku mau menikmatinya
Setelah hibernasi 3 musim
Hohoho.... aku sebenarnya tak ingat membilang selama tidur
Hanya pagi ini aku terbangun
Rasa bergulir pada tombol ”On” untuk 3 kata : Aku.. Jatuh.. Cinta...

Friday, March 13, 2009

Empati -2 dan Bersyukur




Teror telepon gelap.
Kerja yang padat dan multitasking.
Komentar ngawur di blog.
Diskusi milis.
Peristiwa bak mandi (di cerita ”Empati -1").
Saya yang terlalu sensitif bagai reaksi ulat bulu nempel di kulit. Sehingga komentar yang di hari biasa juga ga masalah bagi otak dan hati, kini bereaksi mengharubiru jiwa dan pikiran.

Mungkin saya sedang diuji kekuatan mentalnya.
Mungkin saya murid Perguruan Kapak Maut Naga Geni, sedang mengalami uji ilmu kesabaran, kepekaan, berhati lapang sekaligus berkulit badak, sebelum naik peringkat menjadi lebih mumpuni.
Rangkaian peristiwa yang bikin saya semangat ke gym. Ikuti gerakan instruktur aerobik penuh semangat, menendang lebih keras, semakin banyak keringat tercecer di lantai.... halah!

Komentar nyelekit (mungkin suatu waktu bakal kuhapus) karena bikin panas kuping tapi menyentil saya mendaftarkan sejumlah nikmat dari Tuhan yang saya lupa untuk sujud syukur? Bersyukur memiliki orangtua yang menyayangi diri, kakak-kakak yang sibuk dengan aktivitas masing-masing (yah, lebih baik gitu kan ketimbang 4 orang x 2 (dengan pasangan) sibuk mengurusi aku?!).

Bersyukur telah diberi otak sesuai tes-tes terukur : IQ yang di antara 'di atas normal' dan 'cerdas', lulus berijazah dari TK-SD-SMP-SMA-universitas. Bergelar Sarjana Teknik Geologi tapi tak bekerja sesuai bidang ilmu. Mungkin saya tidak semakmur penghasilan rekan-rekan yang bekerja sesuai gelar sarjana, tapi saya bisa mengatakan diri ini menikmati kerja sesuai hobi (menulis) ..Ohya, membaca komik Tintin di waktu kecil menginspirasiku untuk menjadi wartawan dan thanks God, ternyata menjadi kenyataan. Sepertinya itu contoh yang bisa kutularkan pada anak kecil untuk benar adanya : berani bermimpi dan suatu waktu keinginan kamu itu terwujud.

Bersyukur pula pekerjaan telah mengantarku jalan-jalan ke pelosok tanah air yang belum tentu bisa dan mau kulakukan jika dari kantung sendiri. Bisa belanja dan hunting di mal atas nama pekerjaan maupun kesenangan pribadi, bisa bangun kesiangan tanpa merasa bersalah, bisa berkhayal asalkan ada output advertorial yang bikin puas klien?

Bersyukur sebenarnya saya ’tidak sendiri’, ada orang-orang yang menyayangi kamu. Uff... maaf kan saya yang melupakan kalian, kurang berempati, tidak membalas kasih sayang kalian secara layak, ... maaf.. maaf... saya manusia biasa yang tak luput dari sikap egois.

Ohya, kan menjelang akhir pekan? Saya melirik buku yang saya beli dari pameran Islamic Book Fair Jumat pekan lalu : Fiqih Wanita; the Great Women; kumpulan tulisan Yusuf Mansur; Balthasar’s Odyssey. Bakal mulai saya baca pada malam ini. Haha.. saya kok jadi teringat wajah teman saya yang mengernyitkan muka ketika pertama kalinya menyaksikan saya mencari buku agama di rak toko buku pada Ramadan tahun lalu.... Yap, mungkin saya tambah dewasa dan menyadari saya tiada lancar melangkah tanpa restu-Nya.

(P.S. : tak kesal lagi soal kamar mandi)

Empati -1

Pagi Hari
Terbangun jam 9 lewat..hmm don't ask, itu namanya sudah kesiangan masuk kantor. Pasti pula tidak ada seorang rekan kos yang masih tersisa.

Secara tak tertulis acara mandi pagi penghuni kos di tempat saya sudah terjadwal. Saya punya jam di tengah-tengah dan resiko tersalip dua teman terakhir. Yang kantornya dekat semakin bisa belakangan mandi, bukan?!

Buru-buru ke kamar mandi dan...tak salahkah pandangan mataku? Meski tak mengenakan kacamata, tapi saya bisa melihat jelas bahwa air di bak mandi nyaris tidak ada. Atau sangat rendah, terlihat dari gelembung buih yang memenuhi bak seolah ada yg menjadikan tempat tampung air sebagai ember cuci baju raksasa. Itu buih deterjen!

Saya segera mencari mbak M, pembantu kos. Jika memang mau membersihkan kamar mandi, kok dibiarkan begitu?! Eits, rasanya bukan kebiasaan dia meninggalkan kerja nanggung-nanggung padahal jam tersebut dia menjemput putranya dari TK.

Dan satu hal lagi, kamar mandi ini dibersihkan pembantu pria di hari Sabtu. Saat anak-anak kos biasanya lebih sepi karena pada pulang kampung atau beraktivitas lainnya.

Langsung di otak ku melintas ini kerjaan mbak A, rekan satu kos saya. Saat saya mau menjadi penghuni kos ini, ibu kos dan mbak M sudah mewanti-wanti hati-hati dengan mbak A yang penghuni senior. (Saya sudah pernah mengalami punya induk semang yang cerewet; mendengar keluhan teman yang pembantu kos seenaknya gara-gara dipercaya sangat sangat bangett oleh majikan, tapi baru kali ini mendengar pemilik kos justru takut sama penyewa kamarnya).

Setelah saya mengisi kos ini, secara keseluruhan sih mbak A itu baik. The problem is : dia sangat peduli kebersihan/kerapihan sementara pembantu ibu kos tak selaras dalam hal tersebut. Saya sih berpikir mbak M pembantu kos itu punya batas kemampuan. Yang penting jujur dan tak mengganggu privasi, serta tak lupa menyiapkan fasilitas dan hak anak kos. Asalkan saya atau setiap anak kos punya kamar yang nyaman dan aman untuk numpang tidur dan menaruh barang.

Mbak A ga sungkan-sungkan untuk ribut kenapa lantai ruangan tengah (tempat anak kos berkumpul dan lebih sebagai perlintasan kami memasuki kamar masing-masing) belum disapu atau dipel, lalu tak keberatan untuk mengepel lantai. Terserah jika A merasa senang dengan hal itu tapi jadi terasa lain karena seluruh anak kos perlu tahu bahwa dia yang melakukan hal tersebut. Sniff....

Ok, back to our first topic, jadinya saya mandi pagi hari itu dengan rajin menampung air di gayung dari kran untuk wudhu yang tersedia di kamar mandi. Ohya, saya pikir, jika memang mbak A yang melakukan ”aksi busa”, maka dia yang teratur ritmenya (jam mandi, jam berangkat kerja dan pulang kerja) pasti sore nanti bakal menyelesaikan cuci bak mandi.

Malam Hari
Waks?! Saya pulang dalam kondisi bak mandi masih sama. Pembantu kos langsung kukonfirmasi memang tidak melakukan hal itu, dan ia memastikan Koko membersihkan bak selalu pada setiap Sabtu.

Lalu saya kembali ke atas. Saat bertemu muka dengan mbak A, langsung kutanya kenapa bak mandi penuh busa.... dan seperti kuduga, dia yang melakukan dengan alasan bak mandi kotor. Dan kotoran-kotoran yang menempel di permukaan bak bakal terlepas kalau direndam air bercampur larutan Rinso (sumpah... aku jadi berpikir mbak ini kebanyakan liat iklan di tv).

Mukaku langsung manyun dan berkomentar, ”Tapi merepotkan orang lain. Kan masih ada yang perlu ke kamar mandi. Tadi pagi saya harus nampung air di gayung.”

”Tadi saya juga begitu kok. Tampung di gayung. Abis airnya kotor, itu lho, ada kayak nempel-nempel di bak. Minggu lalu juga aku yang bersihin,” kata dia. Buset deh.. terserah mbak kalau menyukai gaya gayung. Tapi lain ceritanya kalau orang lain melakukannya tanpa kenikmatan! Buang waktu pula buat yang sudah kesiangan bangun.

”Kalau airnya kotor, pakai Dettol aja mbak.”

Saya pun berlalu pergi.

(Dalam hatiku, pantesan Koko makin malas-malasan bersihin kamar mandi. Wong ada sukarelawan.....)

Akupun ngeloyor masuk ke kamar tidur. Lalu ke kamar mandi dengan meletakkan ember di bawah kran air. Kuputar kencang-kencang supaya terdengar bunyi berisik saat air berkecepatan tinggi mengalir menyentuh permukaan ember kosong. Kebetulan kamar dia sebelahan kamar mandi, lalu tak lama kemudian terdengar pula suara mesin pompa (yang lagi-lagi letaknya berdekatan dengan kamarnya).

Sebenarnya malam itu saya bisa tidak mandi, tapi rasanya kekesalan sudah diubun-ubun. Kenapa sih ada orang yang melakukan sesuatu tanpa memikirkan pengaruhnya ke orang lain? Sifat yang disebut empati dengan mencoba memposisikan diri seandainya dia jadi ’korban’ yaitu saya? Tak usah memikirkan saya, tapi pada schedule mandi pagi (secara normal) ada si C yang masuk setelah mbak A. Selain itu, jika menunggu A mencuci bersih bak mandi hingga esok hari, maka si T dan Z (yang kantor lebih jauh sehingga duluan mandi) harus ’menikmati’ ritual gayung pula karena (saya yakin) A tidak bakal mau mengganggu jam tidur serta bangun lebih pagi demi menyelesaikan pe-er nya.

Ikut Sosialisasi Pajak

"Gimana, No? Makin ngerti setelah ikut sosialisasi?" tanya teman setelah melihatku kembali ke meja kerja.

"Makin sadar kalo gw ga punya harta untuk dilaporkan," jawabku sambil garuk-garuk kepala gaya bego.

Iya,benar! Saya jadi tergerak malam ini melakukan financial checkup setelah siang tadi di kantor kami diadakan Sosialisasi Pengisian dan Pelaporan SPT 2008. Yang jelas, saya secara gampang tinggal mengembalikan formulir : ..... yang menandakan saya tidak mempunyai penghasilan lainya kecuali bunga bank dan/atau bunga koperasi.

Haha.. keta’uan kan kemampuan finansial saya? (Betapa kasihannya diri saya.....)

Namun dalam formulir yang harus diserahkan kembali ke Kantor Pajak sesuai alamat KTP, kita harus mengisi Harta vs Utang secara detail.

Yang menarik adalah ucapan Bapak dari Kantor Pajak yang suaranya serak-serak bikin saya menerka pastilah orang ini perokok berat jenis Dji Sam Soe atau rokok kretek lainnya. (eh padahal belum tentu ya.. buktinya saya sendiri pernah merokok dengan salah satu alasan supaya suara cempreng saya berubah jadi berat walaupun tak berhasil. Ohya, lebih kurang begini kata Bapak 234 itu,”Kenaikan harta berjalan meningkat seiring perolehan pendapatan seseorang. Inilah yang menjadi dasar kami dari Direktorat Pajak untuk meminta Anda mengisi kolom harta.”

Ohya, saya memang masuk ruangan ketika acara sedang berlangsung dan membahas pengisian kolom jumlah keseluruhan harta yang dimiliki pada akhir tahun dan jumlah keseluruhan kewajiban/utang pada akhir tahun.

Sebagai contoh, harta berupa rumah dinilai sebesar harga perolehan transaksi, sedangkan jika rumah tersebut masih berstatus Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sisa saldo pokok KPR hingga 31 Desember 2008 (CMIIW....)

Poin lain yang saya ingat : bunga bukan deposito (pinjaman uang yang kita berikan pada teman dengan janji pengembalian uang.. rentenir? atau contoh lain, membantu teman dengan menyuntikkan modal usaha), saham, klaim warisan termasuk yang perlu kita cantumkan dalam formulir. Juga jika kita memiliki kendaraan bermotor, tanah, deposito dan tabungan. Sedangkan tabungan pensiun spt DPLK atau asuransi baru dianggap sebagai harta jika sudah dicairkan.

Dan, jika pasangan suami istri bekerja maka hukum yang berlaku satu account NPWP saja yaitu suami sebagai kepala rumah tangga. Hanya saja, dalam pengembalian formulir ke Kantor Pajak harus menyertakan bukti potongan bahwa istri bekerja.

Pantas saja, rekan-rekan peserta satu per satu menghilang sebelum sosialisasi yang berlangsung di Ruang Rapat Besar selesai. Yang masih tersisa di ruangan serta menyimak dengan antusias mayoritas bapak-bapak dan ibu-ibu yang jumlahnya bisa dihitung dengan sebelah jari-jari tangan (gw yakin di rumahnya para wanita tersebut menjabat sebagai Direktur Keuangan sekaligus Direktur Jenderal Anggaran RT.. hehehe).

O my gosh, rasanya hidup saya sudah dibelit pajak : rekening bank tempat gaji numpang lewat sudah kena biaya administrasi dan pajak. Makan, nonton, beli album penyanyi dalam compact disk, airport tax, hingga melewati jalan raya pun saya di-cuci otak dengan kalimat ”Jalan ini Dibangun berkat Pajak yang Anda bayarkan” sembari membayar tiket tol yang selalu naik dari tahun ke tahun dengan alasan akan kembali dalam bentuk kenyamanan pengguna.

Tahun lalu, saya membiarkan berkas-berkas pengisian pajak dan semacam itu teronggok di meja saya, lalu tercampur bersama buku dan lembaran kertas kerja lainnya. Tahu-tahu sebulan kemudian kartu NPWP sudah ada di tangan saya. Tak ada yang perlu dilaporkan, sudah ’dibereskan kantor’. Demikian pula tahun ini saya belum punya harta (saya lebih suka menyebutkan kata ”belum” sebagai doa melapangkan jalan menuju ”sudah”) tapi bukan berarti kamu tidak perlu paham kan?!

Saya mau belajar mengisi formulir pajak sebagai bagian dari orang yang melek finansial. (Atau bagian dari menjadi warga negara yang baik? Hehe... )Selain itu, acara tadi mengetuk kesadaran saya melakukan financial check-up, apakah ada yang salah dengan cara saya mengelola penghasilan pribadi selama ini.

Tuesday, March 10, 2009

Peka




Duduk bersila di tengah padang rumput
menikmati desau angin menggesek daun
mendengar alunan mereka berbisik
bersama angin menggoda helai rambut
tergelung menari bersama udara

Dengarkan suara hati dan intuisi terdalam
nikmati cahaya mentari merajam pori-pori tubuh
hingga menyesap dalam aliran darah
merayakan degup manusia hidup


Jakarta, 10 Maret 2009


(Gambar dikutip dari : www.leavingbio.net))

Monday, March 09, 2009

Across the Universe

Libur selama 3 hari tak terasa hampir berlalu ketika kuisi dengan berbagai aktifitas rumahan. Mulai dari beres-beres, membaca buku hingga menonton film.

Membaca buku sebagai bagian dari relaksasi dan penyegaran otak ternyata tak terlalu efek. Saya ’melahap’ dua buku hingga tuntas. Ternyata isi kedua buku terasa muram, meski saya temukan juga kalimat-kalimat bermakna (saya catat di notes siapa tahu nanti bakal berguna untuk kutipan), sedih namun ada pula bagian lucu. Namun saya berjanji akan meresensi buku-buku tersebut dan mempostingnya di blog Ruang-Resensi.

Lalu, pada hari terakhir liburan saya menonton film Across the Universe. Saya tertarik menonton film ini gara-gara di kantorku ada semacam komunitas penggemar/diskusi film yang memasukkan film ini ke dalam agenda. Tidak ikut nonton bareng, saya cari-cari di tempat jualan dvd bajakan (hehe....)

Pada dasarnya film ini merupakan kisah cinta berlatar tahun 60-an dan Perang Vietnam. Kalau tertarik baca resensi filmku, klik di sini. Sepanjang 1 jam 49 menit berbagai lagu Beatles menjadi penguat cerita. Semula saya berpikir, Omigod, gua kan ga demen dan hampir ga tahu lagu Beatles. Ohya, cuma satu lagu genjreng-genjreng yang liriknya seperti ini : Please Mr. Postman.. oh yeah...

A-ha! ternyata benar istilah tak berani mencoba, maka kamu tak tahu batas toleransimu terhadap sesuatu yang (sepertinya) tak kau suka. Lagu-lagu di dalam film terdengar enak di telinga. Ringan. Secara keseluruhan, saya bisa menyatakan telah mengisi liburan dalam cara yang, mengutip ucapan Mario Teguh, Superb!!

Saturday, March 07, 2009

Gatal Klarifikasi Mengapa Bahagia Menjadi Single : Gara-Gara Komentar di Blog

Blog pribadi menurut saya adalah online diary, yang terserah pemilik mau diisi dengan hal apa saja. Tapi tentu saja tak semua layak dibagi kepada para pembaca, misalkan menjelek-jelekkan orang lain, menyinggung perasaan orang lain atau menyangkut isu sensitif seperti unsur SARA. Hanya saja, komentar hasil postingan tulisan, membuat diri ini gatal mengklarifikasi.

Ternyata blog ini menimbulkan penasaran siapa saya, atau wanita seperti apa pemilik blog bernama cantik Aura-Azzura.

Sahabatku yang juga memiliki blog pribadi, Merry dan Ajeng, pernah curhat dan kesal mengalami komentar dari ’makhluk ajaib’. Kini giliran blog saya!

'Makhluk ajaib’ biasanya mereka menggunakan nama samaran, tidak terdeteksi asal atau profil, hanya sekadar mampir, dan berkomentar yang menjelek-jelekkan pemilik blog. Dunia maya ternyata memberi ranah baru bagi para pengecut.

Tapi para ’makhluk ajaib’ itu pastilah punya banyak waktu luang sehingga mampu menyia-nyiakan bandwidth untuk menghakimi seseorang hanya dari blog yang mereka buat.

Tentu teman-teman saya lebih tahu diri saya. Misalkan Ajeng sudah mewakili kekesalanku dalam tulisan di blog-nya berjudul : Small Brain in the Ass....

Tapi mari kita simak pernyataan si makhluk menyebutkan dirinya Dodol. (Nama adalah doa, dan sepertinya memang dia sudah berdoa bahwa dirinya berotak lemot, gampang jamuran dan berbau seperti dodol) di 2 dari 3 postingan blog saya :

Me-Time
dodol said...
tuh kan bener, sesuai dengan tebakan gw di blog elo sebelomnya. udah matre, hobi belanja, pemalas lagi. siapa coba cowok yang mau ngelamar elo? mending loe nabung deh dari sekarang buat masa tua elo, sebab lo ga akan punya suami n anak yg akan ngerawat elo. tapi kalo ortu lu kaya raya sih ya tunggu aja warisannya dan lo silakan hura2 n males2an terus.


***
Belanja Itu Ritual Sakral Wanita
dodol said...
Dari blog2 elu, tercermin bahwa elu adalah cewek matre, gila belanja, boros, sok fashion, tapi ngga cakep2 amat.
Tarohan, lu masih jomblo kan? Denger ya, kami para cowok males banget buat jadi pacar atau bahkan suami cewek sejenis elo. Kalopun ada yang mau paling ada "maksud2" laen.
Jadi loe cari aja sana deh cowok kaya hidung belang yg mau biayain gaya hiudp loe yg gila2an.

***

Saya jadi kembali mempertanyakan apakah stigma di masyarakat menyatakan wanita lajang –tapi karena 'lajang' bisa diplesetkan menjadi 'jalang'- maka selanjutnya saya tulis sebagai ’single’, serta bekerja secara halal sehingga ada uang untuk belanja ini itu, adalah aneh/salah?

Revolusi Industri dan Perang Dunia (PD) II memberi pergeseran wanita yang semula bekerja domestik kemudian terjun bekerja di pabrik dsb, bertujuan mencari nafkah dan menopang kehidupan keluarga. Saat PD II, kaum pria banyak yang pergi ke medan perang maka pada saat bersamaan wanita menggantikan posisi kerja pria menjadi buruh di pabrik. Tapi, seiring perkembangan zaman, jumlah wanita bekerja meningkat dan tujuan bukan lagi mencari duit semata. Eksistensi diri karena peningkatan strata pendidikan, dan kesempatan mengembangkan keahlian. Dalam kehidupan sehari-hari, saya mengenal teman-teman wanita yang sukses menyeimbangkan karir dan kehidupan keluarganya.

Saya sendiri kadang ditanya, ”Kapan kirim undangan?”, ”Kapan menikah?” dan saya hanya membalas sambil tersenyum manis saja. Karena (pengalaman nih) kalau saya bilang ”Belum ada”, maka saya justru di-hakimi lagi dengan pernyataan, ”Kamu kebanyakan milih...” hihi.. saya kan juga bukan selebritas yang perlu mengkonfirmasi bahwa saat ini sedang dekat dengan pria berinisial A, kencan bersama B, atau pergi nonton dengan si Z.

Kadang klarifikasi detil tak dibutuhkan. Bukankah ketika kamu menjalin relasi kasih sayang harus berpegang pada prinsip kenang yang baik-baik saja dari suatu hubungan dan don't share it to anyone? Ketika putus, tentu kamu sebal mendapati mantan yang menjelek-jelekkan kamu, atau jika mantan sudah menikah lebih dulu ketimbang saya, maka teman-teman saya (walau tanpa komentar langsung) tentu menyadari bahwa mantan saya yang selingkuh duluan ketimbang saya.

Inti dari relasi kasih sayang adalah ’Komunikasi dan Saling Percaya’. Lalu, apakah saya perlu melanjutkan ke jenjang pernikahan suatu relasi yang salah satu pasangan tidak percaya sama kesetiaan saya? Ketika dia mulai membuka handphone saya melihat isi sms di dalamnya serta nama-nama kontak di dalamnya : jelas tidak nyaman! Mungkin orang lain ada yang oke-oke saja dengan kelakuan itu, tapi yang jelas bukan saya! Ketika pasangan sudah mulai menyuruh saya harus mengikuti maunya, sudah mencoba melayangkan tangan ke muka saya yang ngga cakep-cakep banget (tapi waktu awal bertemu bagi dia tentu cukup manis sehingga dia mau mengejar saya), yang saya bayangkan adalah pernikahan yang berakhir ke Kalyanamitra, rumah sakit atau lembaga apapun yang berurusan dengan KDRT.

Yap! wanita single juga pernah digoda dengan ”cowok hidung belang” yang mengiming-imingi tinggal di apartemen, disantuni lahir-batin dan menjanjikan menyandang gelar ’istri’ meski entah yang keberapa. Tapi, maaf, saya lebih memilih bangun pagi, bekerja dari Senin sampai Jumat, tegang urat leher dan otak 40 jam seminggu, dapat uang dari jerih payah sendiri, sehingga saya membutuhkan istirahat yang disebut ”Me-Time”.

Tapi saya juga bertanya mana derajat yang lebih rendah : ’cowok hidung belang’ atau cowok bejat mengobral kata ’sayang’ atau ’aku cinta padamu’ berbuntut ajakan check-in di hotel? Hasil terlalu dini membaca kisah Oh Mama Oh Papa dari Majalah Kartini, saya mencuri baca sewaktu di Sekolah Dasar, telah menyadarkan saya bahwa perempuan rentan pada kasus-kasus semacam ini. Sehingga, buat apa kamu (para wanita) melakukan perbuatan yang ”I lost it last night” dilanjutkan penyesalan, ketakutan hamil tak diinginkan, atau terkena penyakit seksual menular?!

Wanita single pekerja melek finansial sehingga sadar perlunya memiliki tabungan pensiun/persiapan masa tua. Namun pembahasan tentang perencanaan keuangan bukan menjadi topik pilihan kami di blog karena sudah ada pakar yang lebih berkompeten berbicara.

Saya tidak tertarik mengupas di blog bahwa saya punya sejumlah keponakan lucu-lucu dari teman dan saudara. Saya bersyukur menjadi bagian dari pengamat tumbuh kembang mereka ibarat ibu menyaksikan pertumbuhan anaknya. Pernah sedih saat mereka sakit dan menemani mereka saat di rumah sakit, atau bahagia bermain bersama. Saya juga secara berkala berkunjung ke panti asuhan, hanya saja karya saya tidak seberapa dibandingkan perusahaan yang perlu melaporkan kinerja CSR-nya.

Mengutip kalimat dari buku When God Winks, ”kita ibarat memegang 1 ujung benang transparan, dia memegang ujung yang lain. Tapi benang itu belum kita dan dia gulung sampai bisa saling ketemu". ...Saya tetap percaya dengan konsep berpasangan. Saya anggap ada The One dalam kehidupan saya dalam relasi kasih sayang: mungkin dia pernah hadir, mungkin sekarang sudah ada, atau suatu waktu bakal hadir. Tapi yang jelas, Tuhan punya rahasia skenario yang saya jalani dan nikmati sekarang. Jadi, kesimpulannya, sampai saat ini memang saya single, pekerja kantoran yang bahagia dengan gaji dan fasilitas yang saya peroleh, dan saya bersyukur atas kehidupan saya.

Justru orang-orang berpikiran dodol seperti komentar orang bernama Dodol yang perlu dikasihani. Setiap orang punya skenario hidup untuk dijalani. Dan daripada gatal mengomentari tetangga, lebih baik mari kita bertanya pada diri sendiri : Apakah Saya sudah bahagia, bersyukur, dan menjalankan skenario kehidupan milik sendiri dengan sebaik-baiknya???

Friday, March 06, 2009

Me-Time

Saya sedang merasa tidak mau melakukan apa-apa. Ingin mengunci diri di kamar, menghabiskan waktu bersama setumpukan buku maupun film.

Buku yang kupilih bergenre fiksi, chicklit, komik, atau apapun kisah yang ringan. Saya masih memiliki setumpuk buku yang sudah dibeli, namun hingga saat ini belum kubaca sama sekali. Kemudian mengisi hari bersama film bergenre komedi romantis. Menikmati setiap scene film yang membuat saya tertawa terbahak-bahak, atau sebaliknya, menangis termehek-mehek. Lebih seru lagi sambil bergelung di balik bed cover kuning favoritku.

Yang penting : tidak mau berpikir dan menjadi orang paling malas di dunia. Gejala ini mungkin erat hubungannya dengan tanggalan merah pada Senin besok (9/3). Buat karyawan dengan jam kerja 5 hari seminggu, dari Senin sampai Jumat, berarti kesempatan libur panjang.

Setiap orang membutuhkan ”Me-Time”, yaitu sejumlah waktu yang dihabiskan untuk diri sendiri.

(Foto : buku-buku koleksi pribadi. Gambar dikutip dari : http://imagecache2.allposters.com)

Thursday, March 05, 2009

Belanja Itu Ritual Sakral Wanita


Ada benarnya komentar lebih susah mengenali wanita bersepatu Christian Louboutin ketimbang ber-BlackBerry. Perlu ketelitian ekstra untuk memperhatikan alas di bawah sepatu berwarna merah khas sepatu asal Perancis itu, ketimbang menemukan wanita yang sedang berjalan tapi matanya tak menatap jalan ketika di mal.

Sebuah handheld tergenggam di tangan, dan jemari sibuk bergerak kiri-kanan. Kadang senyum di raut wajah menyiratkan apa aktivitas yang mereka kerjakan. Pasti seputar SMS, chat via Yahoo Messenger (YM), atau Facebook.

Cara lain mengetahui : jika status di Facebook (FB) nya sering ganti dalam hitungan belasan hingga puluhan menit, atau cuma dalam hitungan jam, atau ada tulisan "....Lagi belanja di...", ”....Lagi menikmati (nama makanan) di... ”, ”Otw ke ....” Nah! Sudah ketahuan kan perangkat apa yang digunakan untuk meng-update status tsbt?!

Hmmm.. mungkin sudah BB-addict? Tapi terasa beda-beda tipis dengan kelompok narsis, supaya orang tau dia punya BlackBerry.

Tapi, saya jadi malu sendiri sempat menjadi bagian dari narsis itu. Kejadiannya Sabtu lalu, saat berada di department store saya justru kangen mendengar siulan burung atau ting-tung bunyi sms. Maka saya update -lah status saya di FB :” ...is Sightseeing Shopping... love this kinda activity :)) ”

Di YM kucantumkan status yang sama. Lalu terjadilah chatting bersama seorang teman. Status di YM-nya bikin gatal komentar, dan ternyata temanku yang sedang sekolah di Jerman itu sami mawon ’gatal jempol’ saat menunggu di bandara. Kami pun melakukan diskusi. Yah, isi percakapan kami jenis ladies talk....(alias ga penting! bukan demi bisnis bernilai jutaan hingga miliaran) Semua saya lakukan sembari naik tangga eskalator, menyusur lantai atas, hingga masuk ke gerai perlengkapan olahraga.

Sebentar menclok di Adidas (hello.. mana sentuhan Stella McCartney ya??), lalu melirik Puma yang koleksi desainnya semakin chic dan modis. Diadora yang ternyata not bad (tapi untuk sepatu yang kusukai, ga ada ukuran kaki ku..), lalu bingung memilih antara running shoes putih berlogo swoosh atau Reebok Salon-II.

Lama-kelamaan saya tidak konsentrasi melihat deretan sepatu sport yang terpajang di rak. Akhirnya diskusi kami akhiri dengan saya katakan mau pilih-pilih sepatu dulu.

Saya bisa menyimpulkan : Belanja adalah Ritual Sakral Wanita. Tiada hal lain yang boleh mengganggu kenyamanan kaum hawa selain ’mengganggu’ mbak/mas SPG untuk minta ambilkan model ini, warna itu, pilah pilih ukuran S,M, atau L.

Eh, tapi saya juga punya ’penemuan’ baru dan sepertinya resep jitu menghindari rayuan mbak/mas SPG dengan handheld Berry hitam-ku yang sebesar telapak tangan. Ceritanya saya mampir ke electronic centre yang letaknya di lantai 3 mal yang sama. Ini termasuk gerai favorit kumasuki, dan mata tertumbuk pada sebuah televisi LCD. ”Aih, bagusnya buat dipasang di kamar tidur di Bogor,” pikirku dalam hati.

Saya pun memperhatikan kertas putih yang ditempel di kiri tv mencantumkan harga dan spesifikasi produk. Pada lembaran kertas itu ada pula dicantumkan mekanisme cicilan 6 bulan, 12 bulan. Si mbak SPG pun menghampiri. Setelah tanya ini itu secara detail, lalu berpikir waras (masih sadar bahwa masih banyak alokasi uang untuk keperluan lain), saya pun berkata sambil tersenyum manis, ”Makasih, Mbak. Tapi saya perlu diskusi dulu sama bapak-nya anak-anak,” sembari mengeluarkan Be’ib –nama BlackBerryku- sambil berlalu pergi..... (Hihihi.. sok sibuk pencet-pencet seperti kirim SMS, padahal nge-cek Zodiak Hari Ini).

(Gambar dikutip dari : http://candlefind.com)