Saturday, October 03, 2015

Rumah Tempat Pulang


Berawal dari "Hai"
Berlanjut ke jutaan hari yang selalu terselip kalimat "Hai, sedang apa?"
Hanya tiga kata tidak pernah terucap
Tiga kata yang selalu tak pernah kita katakan 
Cuma selalu ada tentang kamu di hidup saya
Demikian pula ada saya di bagian hidup kamu

Terselip pula kisah The Other Guy/Girl di perjalanan hidup kita
Kita bukan selingkuh. Kita toh bukan berada di pernyataan tiga kata
Dan saya selalu bebas mengetuk pintu kamu ketika menangis 
Ketika butuh dekap maka lenganmu selalu hangat merengkuh
Selalu...lebih hangat merangkul daripada dia yang lain

Lalu hari ini saya hendak melangkahkan kaki keluar pintu
Biasanya membiarkan kamu di belakang. Cuma kali ini terasa berbeda 

Berawal dari "Hai"
dan berlanjut sebuah tanya "Maukah kamu tiap hari menjadi pembuka hariku?" 
Entah mengapa.. lirih bibir mengucap, "Ya, saya bersedia. Kamu adalah rumah tempatku pulang" 

** Bruce Springsteen - Secret Garden



Monday, January 12, 2015

Senin Pagi di Januari 2015

Senin pagi di pekan ketiga di 2015. Cuaca hari itu menyapa Jakarta dengan derai hujan yang mungkin membuat sebagian orang masih terbayang bergelung di kasur saat akhir pekan, sebagian lagi mempercepat langkah bergegas beraktivitas sebelum hujan semakin besar, sementara saya berada tidak diantara keduanya.

Pagi ini saya telah duduk manis di meja kerja, sambil menatap layar monitor. Kali ini pendingin udara cukup bersahabat dengan kulit yang rentan dingin, sementara mata dan otak pun sudah siaga konsentrasi. Biasanya saya senang menyimak suara hujan samar terdengar saat butir-butir air menyentuh atap, daun jendela, atau menghantam permukaan tanah. Tapi ini bukan yang saya nikmati pagi ini. Suasana hati pun tidak semendung langit kelabu di pertengahan Januari ini.

Ada sejumlah pekerjaan rencana kukerjakan saat ini, sembari menyumpal telinga dengan alunan musik, dan sesekali membiarkan pikiran menerawang tentang Dia. Ahay! Rasanya lama saya tidak menyebut tentang seseorang yang kusematkan panggilan "Lelaki beraroma kretek", "Pria Utara", atau apapun asalkan bukan inisial. Karena abjad terasa tak spesial bagi seorang yang teramat istimewa.

Kusebut saja "Dia" memang saat ini belum kutemukan julukan yang tepat.
Kulampirkan kata “memang” karena sedang kusemat doa suatu hari menjadi Kejadian.
Dia yang derai tawanya membuatku terpana di suatu sore jelang malam.
Dia yang biasa menjadi terasa Tak Biasa.
Suatu malam pasca pulang kerja di suatu tempat nongkrong chit chat tanpa teman kopi.
Menjadi tidak biasa karena tidak kupilih kopi. Dan diapun tidak memilih kopi, melainkan air jeruk.
Ah! sejak mula kami memintal cerita perkenalan dengan tidak biasa. Selanjutnya juga ada percikan-percikan yang berbeda dari caranya dia menemani diri ini dalam berkisah.

Aha! Aku jadi ingin menjulukinya pria "Orange Juice". Seperti nama minuman yang dia pilih, dan sedang kugandrungi kejutan-kejutan bak “janji umumnya buah jeruk”.

Ternyata yang tidak biasa itu bisa membawa bahagia. Seperti kilau bintang berbinar di tengah gulita, indah dan berguna bukan?!

Sepertinya, Dia mewakili sisi manusia baru dalam diri ini.
Ketika saya saat ini menjadi Pecinta Pagi.
Ketika kawan menyebut aku "dewasa" di usia yang tak muda. 
Ketika bukan lagi meledak-ledak bak kompor bledug.
Ketika saya yakin bukan si pasangan labil serta ego-sentris.
Ketika kompromi ternyata lebih menarik ketimbang hitam-putih. 

Cerita ini masih terlalu pagi untuk kuceritakan.
Tapi pagi ini membuat saya ingin menulis blog dan mengupas kisah meskipun hanya selembar tulisan dangkal :)
Pagi ini kutandai sebagai suatu awal tahun baru yang masih penuh pengharapan.