Friday, May 25, 2012

Jailolo, Sakit dan Waktu yang Berlalu


Thanks God atas rezekiku untuk pergi ke Jailolo, ibukota Kabupaten Halmahera Barat antara Rabu 16-Sabtu 19 Mei 2012. Tujuan ke sana dalam rangka meliput Festival Teluk Jailolo (FTJ) 2012.

Ketika tiba di pelabuhan Jailolo yang harus diseberangi dari Ternate, provinsi Maluku Utara, saya segera terpesona dengan keindahan teluk di bagian barat Pulau Halmahera ini. Dan tepat di depan mata, Gunung Jailolo seperti menyambut kehadiran pendatang di kabupaten yang baru dimekarkan sekitar 6 tahun lalu. 

Uniknya ketika puncak Gunung Jailolo tidak tertutup awan, maka tampak gunung yang menyerupai sebuah segitiga utuh seperti gambar gunung umumnya yang dibuat oleh anak sekolah taman kanak-kanak. 

Lalu Senin 21 Mei 2012. Sudah tengah hari dan saya sedang duduk di kursi memandangi layar monitor laptop dengan tulisanku yang setengah selesai. Padahal tulisan sudah kucicil ketik di perangkat tablet selama liputan di luar kota. Namun untuk menjadikan sebuah tulisan utuh, konsentrasi ini rasanya susah dikumpulkan.
Selesai mengetik, badan terasa sakit. Lemas. Pegal dan entahlah.. yang jelas saya tidur seperti orang jet lag. Apa penerbangan selama 4 jam (dengan PP berarti total 8 jam), naik speedboat Pelabuhan Ternate-Pelabuhan Jailolo total 2 jam bolak balik, dan mata menderita insomnia selama di luar kota, menyebabkan sakit?


Dan Selasa 22 Mei 2012 saya terbaring di ruang Instalasi Gawat Darurat RS Palang Merah (PMI) Bogor dalam kondisi maag akut, dan katanya, ditambah karena badan kecapaian.
Waktu tetap berlalu. Tapi berlalu dalam kondisi istirahat terasa berbeda dengan menghabiskan waktu dengan kesibukan.
Ketika sudah jatuh sakit, jadi ingat betapa alpanya dirinya ini menjaga gaya hidup. Dan ini telah yang kesekian kali. Diri ini malu juga pada diri sendiri.  Lalu sekali lagi pula saya mencoba berjanji untuk menjaga kesehatan.

Saya tidak mau menggurui juga bukan ikl, tapi menyarankan kepada teman-teman yang membaca tulisan blog ini, agar : makan teratur, hindari begadang, dan coba mengelola stress. Jika perlu karena kondisi fisik atau lingkungan yang tidak kondusif terhadap kesehatan, maka konsumsi suplemen penambah daya tahan tubuh atau vitamin C secara teratur.

Karena sehat fisik dan pikiran membuat kita lancar beraktivitas. Mengisi hari dengan manfaat positif sekaligus sebagai tanda mensyukuri anugerah Tuhan yang Maha Kuasa atas tubuh, jiwa, dan pikiran. 
Olahraga juga perlu. Siasati diantara waktu 24 jam kita yang berharga untuk berkarya dan beristirahat.
Ohya, salah satu penyebab insomnia karena ada pikiran. Saya memang sedang sibuk, stres, dan kini mencoba mengingat kembali ‘mantra’ Simba the Lion King: Hakuna Matata (no problem – there are no worries here)!


Sunday, May 13, 2012

Mensiasati “Cobaan” Zaman Digital


Era kemajuan Teknologi Informasi memang memudahkan hidup. Ambil contoh sebagai Penulis, saya bisa mendapatkan berbagai informasi dengan mudah. Tinggal koneksikan perangkat computer/laptop dengan koneksi Internet, maka pencarian bisa melalui Google, Wikipedia, media berita versi online dan sebagainya.
Bahan rilis atau cek layout bisa dikirim melalui e-mail, dan koreksi pun dalam versi soft-copy. Paperless, tanpa coretan bolpen atau tinta merah. Semua dalam visual.

Tapi berapa banyak waktu terbuang akibat konsentrasi terpecah? Distracted?

Bangun pagi, nyalakan BlackBerry lalu memeriksa fitur BlackBerry Messenger, SMS (Short Message Service), e-mail dan ternyata beberapa rekan milis semalam tadi mempostingkan artikel, kemudian masuk ke Twitter dan akhirnya tangan pun gatal untuk men-scroll linimasa. Mencek, mengomentari dan nge-RT Twitter membuat badan masih ‘lengket’ di kasur.

Bangkit dari tempat tidur, tangan gatal untuk menyalakan  televisi dan sarapan pun bisa menjadi ritual memakan waktu akibat mata lebih sering menatap layar kaca sementara sarapan pagi yang sederhana masih tak tersentuh di meja makan.

Demikian pula ketika bekerja di kantor. Kadang gangguan itu terjadi ketika menyimak e-mail dan website. Media sosial seperti Twitter dan Facebook membuat kita masih memiliki ikatan sosial dengan mantan teman masa kecil, masa kuliah, sahabat sehobi dan sebagainya. Tahu-tahu hal ini membuang waktu 1-2 jam. Lebih parah lagi jika niat semula cuma mencari informasi tambahan guna menyelesaikan tulisan yang belum rampung.

Akhirnya kemudahan yang kualami sebagai pekerja media zaman modern mengundang berbagai konsekuensi. Kadang ini menjadi semacam “cobaan” tetap fokus dan bekerja teliti sekaligus cepat.

Dari membaca tentang tips karir di suatu media digital, ada tips tentang cara meminimalkan gangguan konsentrasi yang disebabkan oleh kemajuan bidang komunikasi di era modern. Yaitu:

Jangan jawab telepon dan email langsung. Kecuali memang sangat diperlukan, Anda bisa mengabaikan setiap panggilan telepon yang masuk. Begitu juga dengan pesan instan di komputer atau ponsel. Anda tak perlu langsung menjawabnya. Anda bisa mengalihkan panggilan telepon ke kotak pesan suara (voicemail) dan Anda bisa membiarkan jendela chat sebentar. Lalu Anda bisa mematikan ponsel jika tidak perlu.

Hal yang sama juga berlaku untuk email. Anda tak perlu meninggalkan kotak masuk terus menerus terbuka. Anda bekerja dengan lebih efisien jika Anda memroses email dalam waktu tertentu saja daripada mencoba untuk menghadapinya seketika itu juga.

Solusi lain adalah menerapkan konsep: bekerja lebih awal/ lebih larut. Misalnya jika masuk kantor jam 07.00 pagi, kita memiliki waktu 1 -2 jam sebelum rekan-rekan kerja Anda berdatangan. Sebaliknya, jika terjaga hingga larut malam dan menulis esai Anda setelah anak-anak tertidur, Anda akan jauh lebih tenang dalam bekerja.

Tapi yang paling utama adalah: Niat. Niat utama adalah ingin bekerja cepat agar waktu yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Yuk, kuatkan niat....! 

Wednesday, May 02, 2012

Bekerja Adalah Ibadah


Pada suatu sesi kuliah Komunikasi Organisasi, membahas tentang Budaya dan Iklim Organisasi. Sampai pada sesi pertanyaan, apa tujuan Anda (peserta kuliah) bekerja. Kemudian terlontar jawaban seperti : memperoleh gaji, atau saya lebih melihat bekerja sebagai wujud eksistensi dan aktualisasi diri.
Silahkan jawab macam-macam, sesuai isi pikiran Anda…

Tapi yang mengena pada saya ketika Bapak Dosen mengatakan ada satu kalimat bijaksana yang sesuai dengan tujuan kita bekerja di usia produktif: BEKERJA ADALAH IBADAH.

Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) , “ibadah” mengandung pengertian sebagai perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah yang didasari ketaatan mengerjakan perintahNya dan menjauhi laranganNya.

Kuliah malam itu sangat cocok bagi orang-orang yang dalam kondisi demotivated dalam bekerja, atau memaknai kembali mengapa dia rela setiap hari bangun pagi, mandi, sarapan, bergegas menuju tempat beraktivitas. Kadang mengalami hari mendung dan di lain waktu mentari bersinar cerah menemani diri.
Jika bekerja adalah ibadah, berarti kita mampu bersyukur atas berkah Yang Kuasa dimana kita bisa memberikan kemampuan kita untuk kebaikan diri sendiri, bersama dan organisasi tempat kita bernaung. Alhamdullilah juga jika itu memberi berkah berkelanjutan bagi masyarakat, meskipun itu tidak berimbas secara langsung.

Untuk semangat bekerja, kita membutuhkan Motivasi, dan hal ini tercipta melalui dua cara:
  1. Motivasi berasal dari dalam diri sendiri.
  2. Motivasi diciptakan oleh orang lain. Karena konteks pembicaraan malam itu tentang budaya organisasi (perusahaan swasta, perusahaan negara, lembaga swadaya dsb), maka bisa jadi motivasi itu muncul karena lingkungan yang mendukung. Misalkan ada hadiah bagi pekerja yang berkinerja baik, penghargaan, atau pimpinan yang menciptakan iklim kondusif. Seorang pimpinan menentukan iklim lingkungan yang dia pimpin. Sehingga akan tergantung pimpinan yang berkuasas dan bagaimana anak buah merespon. Sehingga dalam suatu konsep organisasi dikenal faktor “X Efficiency” yaitu faktor X mengapa misalkan ada dua karyawan yang diterima dalam waktu sama di suatu perusahaan, namun tidak memiliki kondisi termotivasi yang sama.


Jadi, sudah bisa mendapat gambaran tentang bagaimana Anda mewujudkan rasa bekerja sebagai ibadah?
Izinkan saya mengutip kembali sebuah penggalan puisi yang diciptakan oleh Kahlil Gibran yang dulu sangat saya sukai untuk memotivasi saya berkarya.
Kerja adalah cinta yang mengejawantah, dan apabila engkau tiada sanggup bekerja dengan cinta, maka akan lebih baik jika engkau meninggalkannya, dan mengambil tempat di depan gapura candi dan meminta sedekah dari mereka yang bekerja dengan suka cinta …
(Kahlil Gibran – Sang Nabi)

Jika tertarik mengetahui lebih lanjut tentang Budaya dan Iklim Organisasi dari sudut Ilmu Komunikasi, bisa membaca buku Organizational Communication 6th Edition oleh Gerald M. Goldhaber (Penerbit: McGrawHill) dan Komunikasi Organisasi – Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan oleh R. Wayne Pace & Don. F. Faules (edisi bahasa Indonesia, dengan editor Deddy Mulyana, M.A., Ph.D., Penerbit PT Remaja Rosdakarya Bandung) sebagai rujukan.