Wednesday, June 29, 2011

Nonton Film Horror

Saat ini bioskop di Indonesia memang lagi krisis film-film baru, padahal pertengahan tahun sebagai musim liburan sekolah, Hollywood meluncurkan sejumlah film bagus.

Setelah deadline, pembuatan suplemen sudah mencapai tahap final partitur, ditambah bakal tanggal merah esok harinya, semalam saya nonton “Insidious” bergenre horror. Seorang anak koma dan jiwanya mengembara tanpa tahu jalan pulang atau disebut The Further. Selama badan ‘kosong’ jiwanya berpotensi dimasuki roh/setan.


Gambar pembuka yang berhasil mengagetkan dan bikin jantung berdebar-debar. Lalu musik yang pas menambah kengerian. Namun di tengah-tengah film terasa ngos-ngosan, bertele-tele, dialog panjang lebar khas film horor Hollywood yang butuh penjelasan logika. Kemunculan pengusir setan berlatar belakang sarjana, membuat saya ingat film Ghostbuster. Namun berbeda dengan film Indonesia kebanyakan yang solusi pengusirannya dengan memanggil dukun atau ahli agama.

Jujur, mulai di tengah film saya merasa cape menontonnya. Dan punya kesimpulan, se-horor horornya film horror, masih lebih horor tanggal deadline.



Monday, June 27, 2011

Lelah

Aku bukan tak bersyukur. 
Tapi bolehkah satu kali ini berteriak, “Ya Tuhan… Aku lelah.” 

(Bogor, 27 Juni 2011 - dini hari)

Monday, June 20, 2011

Sabar

“Patience – Our real blessings often appears to us in the shapes of pain, looses, and disappointment. But let us have patience. .. We soon shall see ‘them’ in their proper figures. With lots of true.”


Kalimat diatas saya simpan di dalam memori komputer dan ketemu saat bongkar-bongkar arsip. Saya ingat kembali sumber kata-kata mutiara itu berasal dari kiriman berantai blackberry messenger dari rekan kerja.

Sumbernya anonim atau tidak tahu siapa yang mengatakannya. Hanya saja kalimat itu kuterima di saat yang tepat. Pesan diterima pada 2010 ketika Bapak saya keluar masuk rumah sakit, dan saya bisa mengatakan saat itu kesabaran kami sekeluarga sedang diuji, dan secara pribadi saya merasa pula akan arti ‘keluarga’.

Keluar masuk rumah sakit, masuk Unit Gawat Darurat, operasi dan masa pemulihan selama setahun, Alhamdullilah kini Bapak saya sehat walafiat. Dan ini membuat saya punya kesabaran yang baru. Jika Bapak saya bawel dan keras kepala, saya mengingat masa-masa kritis dan perasaan takut kehilangan saat Papa dioperasi dan masuk ICU, saat beliau sesak nafas, untuk jadi bersabar atas gaya Papa yang sudah saya pahami sejak saya lahir.

Bagi saya yang terencana, ketidakteraturan bisa jadi cobaan. Bisa berarti pemicu ledakan amarah.

Ketika ambisi menjadi terlalu ambisius.

Ketika di atas langit masih ada langit.

Ketika batal menikah.

Ketika rencana pindah rumah tidak sesuai harapan karena kondisi yang berkembang di lapangan.

Ketika keinginan terealisasi 10 tahun kemudian, kita jadi mengingat kembali poin-poin kehidupan kita mengapa tertunda hingga 1 dasawarsa. Dan menyadari memang ini saat yang tepat untuk merealisasikan, ketimbang misalkan 2, 5 atau 9 tahun lalu.

Sabar bisa memakan waktu tunggu seperkian detik, menit, jam, hari, hingga tahun.

(Kini saya menambahkan pasangan kata: niat – ulet – kesabaran – keteguhan – doa).

“Berkah seringkali hadir melalui bentuk cobaan, kehilangan dan rasa kecewa. Kita harus belajar bersabar, dan pada waktunya kita akan melihatnya dengan baik. Dalam alasan yang tepat.”

Friday, June 03, 2011

Gaya Hidup Besar Pasak Daripada Tiang

(Saya membuat tulisan ini pada 11 April 2011….tapi baru sekarang mengembangkan dan mempostingnya)


Saya bekerja di media. Tapi belakangan ini saya selalu jengah usai membaca koran, majalah, atau laman berita di internet. Saya muak dengan berita-berita yang tampil. Rasanya saya ingin menabok Gayus, Malinda Dee dan anggota DPR.

Gayus Tambunan punya gaji dan tunjangan Rp 2,4 juta, renumerasi sekitar Rp 8,2 juta, dan imbalan prestasi kerja rata-rata Rp 1,5 juta perbulan. (dikutip dari: link ini ) Cukupkah? Jika mengandalkan uang gaji plus istri yang juga bekerja untuk hidup di perumahan elit Kelapa Gading, menunggang Alphard, istri maunya rutin keluar masuk klinik kecantikan kelas A+: tentu tidak!

Tapi jelas masih banyak yang penghasilan bulanan dibawah Gayus Tambunan, punya istri, punya anak, kadang orangtua sendiri atau mertua yang masih ditanggung. 

Ibu Malinda Dee, konon mendapat gaji Rp 70 juta per bulan, belum lagi bonus yang didapat mantan Senior Relationship Manager Citibank ini bisa mencapai Rp 250 juta per tiga bulan.

Selain itu, Malinda yang telah bekerja selama 22 tahun di Citibank memperoleh sejumlah fee dari perusahaan asuransi, dari hasil investasi dan gaji komisaris di perusahaan miliknya (Majalah Tempo, 17 April 2011).  

Anggota DPR? Pembangunan gedung baru DPR senilai Rp 1,164 triliun. Atau yang sedang heboh sejak Jumat pekan lalu, anggota DPR bernama Arifinto yang kedapatan dipotret fotografer media sedang asyik menonton video porno. Kejadiannya saat sedang sidang paripurna dan menyaksikan video tersebut dari layar iPad. Wuih saya hanya pakai laptop murah cicilan 70 : 30 dari kantor,  tapi rasanya saya bisa unjuk gigi kalau lebih memaksimalkan pemanfaatan gadget dalam bekerja ketimbang pak Arifinto yang iseng lihat video bokep melalui komputer tablet yang canggih, mahal, dan dibeli dari gaji (yang berasal dari uang rakyat).

Mama saya berpesan, “Hidup jangan selalu melihat ke atas. Bersyukurlah,” tapi saya yakin bersyukur juga harus diimbangi tidak berpuas diri supaya kemarin adalah masa lalu, sekarang lebih baik daripada kemarin, dan masa depan harus lebih bagus.  

Tapi saya cuma merasa muak dengan ketimpangan. Ketika kita masih merasa kurang secara nyata, ada orang lain yang justru berlebih dan masih mengatakan kurang. 

Dari sisi materi memang hidup di Jakarta tidak gampang. Pakar ekonomi cuap-cuap tentang perbaikan ekonomi Indonesia dan tingkat GDP, inflasi yang masih membayangi produk pangan, rupiah yang stabil, bla..bla… Tapi inflasi itu dalam kacamata saya adalah beberapa tahun lalu saya cukup mengeluarkan Rp 50 ribu untuk belanja bulanan yang terdiri dari produk sabun mandi, pasta gigi, pembersih muka, pembalut wanita, tisu saku, menu sarapan pagi dan cemilan… lalu dari tahun ke tahun dengan masih di kebutuhan yang sama tapi saya harus merogoh kocek lebih dalam –menjadi Rp 100 ribu, Rp 150 ribu, …. -  ini semua untuk kebutuhan primer dan sekunder di perlengkapan rumah tangga.
 
Katanya siasat bisa dilakukan dengan : memperbesar penghasilan atau memperkecil pengeluaran.

Cara memperbesar penghasilan: melakukan aktivitas yang bisa meningkatkan pendapatan.

Cara memperkecil pengeluaran antara lain dengan mensubstitusi produk yang biasa  Anda beli dengan benda lain yang fungsinya sejenis tapi harganya lebih murah.

Tinggal pilih cara mana yang paling efektif dilaksanakan, lalu tentukan kembali gaya hidup seperti apa yang ingin kita jalani. Selama masih masih banyak mau, maka kebutuhan vs keinginan selalu bersaing di dalam pikiran. 

(Gambar dikutip: www.gamingangels.com ; dan www.foundshit.com)


Find Your Mojo

Find your “mojo” atau “jimat” jadikan semacam “lucky charm” atau penyemangat ketika kamu merasa bosan, jenuh atau sedang menghadapi masalah di tempat kerja (atau dimanapun kamu berada).  
 
Mendapatkan jimat ini tidak perlu ke dukun. Jimat ini bisa berupa foto keluarga, kado favorit dari seseorang anda sayangi, atau apa saja yang membuat Anda berarti dan mengingatkan akan cinta yang Anda miliki dalam hidup.

Love is all around and surrounding me.

Ia seolah menemani kita dan memberi kekuatan ketika kita sedang menghadapi masalah. Dan tiba-tiba saya melirik sebuah bandulan kalung berinisial huruf “R” di meja kerja saya. Ini pemberian dari keponakan saya, Rani, kepada tantenya yang bernama Retno. 

It’s my lucky charm since right now ;-)

Ambisi, Perubahan, dan Konsekuensi

Apa yang salah jika kamu punya “ambisi” atau “ambisius”?

Beda tipis atau lain dengan “mewujudkan mimpi”?


Kurasa hanya masalah setiap mimpi itu ada jumlahnya. Ada yang sedikit, sedang atau banyak.

Ketika dalam mewujudkan keinginan membawa konsekuensi-konsekuensi, tiba-tiba ada ketakutan bahwa saya akan menghadapi perubahan, yaitu: kehilangan zona nyaman, serta mengatasi perasaan-perasaan takut yang menyertai.

Saya sedang mencoba menenangkan diri. Jika saat ini saya menyendiri, bukan berarti tidak membutuhkan sahabat atau saya berubah. Hanya saya butuh pemikiran matang, kesiapan mental dan siap dengan konsekuensi yang harus kuambil.

#Perubahan; Perbedaan