Wednesday, August 15, 2012

Renungan Ramadan


Aku mengambil wudhu, membentangkan sejadah dan melakukan ritual agama yang sering kulewatkan.

Selama ini aku mencerca Dia yang tidak pernah mengabulkan permintaanku. Ketika aku meminta dan kamu membalas dengan pembalikan harapanku.

Si ambisius. Si terencana yang yakin semua langkah bisa berhasil ketika direncanakan. Langkah pemutakhiran ada pada doa harap padaMu, yang Engkau jawab dengan tidak seperti harapan.

Namun seiring waktu kulalui, permintaan tak terkabul adalah jawaban Dia atas kehidupan terbaikku. Setiap cobaan mengasah ketegaranku, mengikis tabiat "harus dapat" serta meningkatkan pendewasaan pikiran dan batin.

Dan pada malam ini, aku berupaya sholat dengan bening. Tanpa pamrih dan keinginan meminta.

Hanya ingin memintal waktu bersama Dia, membisikkan ucap terima kasih atas kehidupanku selama ini yang penuh limpahan rezeki, berkat dan kasih sayang sesama.

Malam ini aku mengucap syukur. 

Toko Bangunan Mengalihkan Dunia Belanjaku...





Sejak setahun lalu saya akrab dengan toko bahan bangunan, dan keakraban ini mengalihkan dunia mall dari hidupku.

Di satu sisi, terima kasih kepada cara Mama-ku untuk membuat fokus hidup yang berbeda dengan sebelumnya. Mamaku gerah dengan aktivitasku yang sepertinya cuma seputar kerja kantor dari Senin hingga Jumat, dan “absen” di Pondok Indah Mall di akhir pekan.

Berbagai alasan saya pergi ke mall. Mulai dari membeli kebutuhan hingga keinginan. Termasuk sekadar makan siang atau belanja sekotak havermut daripada ngendon di kos. Ternyata Mama juga berpikir jika putrinya hanya sibuk hangout dengan teman berarti membuang uang hasil pencaharian yang padahal dikomentari sendiri oleh putrinya seperti banting tulang as literally.   

Dengan mengajak saya ke Panti Asuhan, Mama membuka mataku bahwa dua lembaran ratusan ribu bukan hanya pengisi dompet yang dalam waktu sebentar bisa berpindah ke kafe, tempat makan atau bioskop. Akan tetapi menjadi sekarung beras yang menjadi kebutuhan makan anak-anak panti asuhan. Sekaligus menerima bonus pandangan mata berbinar ucap terima kasih dari mata bak malaikat cilik.

Kemudian Mama juga mengubah sekaligus memberi warna baru dalam kehidupanku, sejak ‘memaksa’ saya membeli rumah pada akhir 2010.  

Sudah pasti memutuskan membeli rumah berdampak besar dibandingkan membeli sehelai baju. Beli rumah ternyata membawa konsekuensi lanjutan seperti perlu biaya pengurusan surat-surat di Notaris, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan renovasi.

Dua lembar uang ratusan ribu ternyata bisa membawa pulang keramik kamar mandi, dan menghasilkan kamar mandi bergaya black-white yang walaupun weard bagi Mama-ku, tapi membawa kenikmatan tersendiri di mata ini saat memandanginya. Atau ketika memilih warna lantai, ubin rumah, plesteran cat tembok terasa mengasyikkan ketika menyadari itu membuat nothing menjadi something bagai menikmati foto-foto di rubrik Interior majalah.  

Konsekuensi lain baru saya sadari ketika suatu hari ke department store sebuah plaza di tengah kota Jakarta. Mata saya sepertinya terbelalak menyaksikan cahaya lampu yang menghujam ke tas, sepatu dan areal kosmetik. Sepertinya semua barang di display toko terlihat “bersinar”.

Hahaha .. ternyata Neng Eno sudah lama tidak ke mall. Baru sadar bahwa saya belakangan ini lebih banyak ke toko bahan bangunan, mengendus pengap non-AC sambil mengamati pilihan keramik dan membedakan istilah Marmer Tulungagung versus Marmer Sulawesi.

Lalu mengenal istilah batako, bata, dak, kaso, dan mencoba memahami proses renovasi rumah satu langkah demi langkah berikutnya.

Membeli rumah memang perjuangan sangat... amat .... besar. Ada gaya hidup yang harus dikorbankan atau tepatnya diubah, dan fokus pada tujuan. Tapi seperti proses pembuatan bangunan yang bertahap dari dasar hingga atap, menjalani tahapan penuh perjuangan (terutama dari sisi keuangan) tersebut ternyata sangat menantang sekaligus menyenangkan. J

7 Langkah untuk Maju


Berani berubah merupakan kiat untuk maju, atau peningkatan karir khususnya. Berikut ini beberapa tips untuk meningkatkan kemampuan diri:

1.       Lihat sekeliling kamu. Kemudian tanamkan keinginan untuk berubah : menjadi lebih baik dibandingkan mereka, lebih baik daripada sekarang!

2.       Perluas pengetahuan dan wawasan. Banyak mencari informasi melalui buku, koran, majalah, Internet, dan sebagainya. Atau ikuti kursus yang menunjang karir.

3.       Perluas pergaulan positif. Ikut organisasi profesi/sosial di lingkungan kita. Ikuti pula jika ada seminar/forum diskusi yang bermanfaat bagi pengembangan diri kita.

4.       Tentukan target hidup. Sebagai catatan: target tersebut tentu harus rasional dan asertif.

5.       Jangan ragu untuk menanyakan perubahan diri ini kepada rekan-rekan atau sanak saudara.

6.       Jauhi sifat-sifat yang tidak mendukung kemajuan kita.

7.       Lakukan perubahan penampilan atau ubah rute yang biasa kita lalui untuk pulang-pergi antara tempat bekerja dengan tempat tinggal. 

Friday, August 03, 2012

Jalan-Jalan Tugas ke Enrekang



Akhir Juli lalu, saya punya kesempatan menjejakkan kaki di Sulawesi Selatan (Sulsel). Ini bukan kesempatan pertama kali berada di provinsi di ujung selatan Pulau Sulawesi karena saya pernah ikut orangtua bertugas di ibukota provinsi, Makassar atau dulu dikenal dengan nama kota Ujung Pandang. Tapi apalah arti ingatan masa kecil?

Kesempatan lain hanya untuk transit di bandara internasional Sultan Hasanuddin juga untuk kemudian lanjut ke kota lain. Nah, sekitar jam 8.25 wita pada 24 Juli 2012 lalu, saya bersama pesawat dari Jakarta mendarat di bandara internasional yang terlihat lebih efisien dalam hal penataan ketimbang bandara Soekarno-Hatta ini.

Dari bandara internasional yang berada di kabupaten Maros ini saya bersama rekan-rekan menaiki kendaraan roda empat menuju Kabupaten Enrekang. Jarak tempuh dari bandara-kota Enrekang, ibukota kabupaten, sekitar 230 kilometer atau 5 jam perjalanan.

Sulawesi Selatan di peta memang berbentuk seperti jantung, dan Kabupaten Enrekang (Enrekang) berada di jantung jazirah dan merupakan pintu masuk ke Kabupaten Tana Toraja. Dalam arti, jika Anda ingin menuju daerah wisata Tana Toraja maka Anda harus melewati dulu Enrekang.

Ketika saya mendapat penugasan ke kabupaten Enrekang juga seperti “wish come true” karena sebelumnya saya menulis artikel dengan bahan wawancara dan bahan-bahan tertulis tentang Kabupaten Enrekang ini, saya sebagai si pencinta kopi langsung jatuh cinta dengan wilayah penghasil kopi arabika ini. Melihat foto-foto daerah melalui berselancar di Internet juga membuat saya membatin semoga bisa kesana. (baca: Pemerintah Kabupaten Enrekang - Potensi Daerah Seharum Kopi Arabika

Menyusuri jalan darat menuju Enrekang ternyata berbeda dengan kota di Jawa, karena sepanjang jalan menyaksikan pantai/laut dan sawah yang menunjukkan kontur topografi wilayah tersebut relatif datar. Adapun kabupaten yang kami harus lewati antara lain berturut-turut Maros, Pangkep (Pangkajene dan Kepulauan), Barru, Parepare, Pinrang  dan Enrekang.

Tiba di Enrekang, saya malah teringat dengan kampung ayah saya di Tapanuli Selatan yang kaya perbukitan dan masyarakatnya mayoritas mengandalkan hidup dari pertanian. Enrekang berasal dari bahasa Bugis yang berarti daerah pegunungan, memang hampir 85 persen dari luas wilayah dikelilingi oleh gunung dan bukit yang membentang di kabupaten seluas 1.786,01 kilometer persegi.

Topografi terdiri dari pegunungan, perbukitan, diikuti lembah dan sungai dengan ketinggian antara 47-3.293 meter di atas permukaan laut, tanpa wilayah pantai, justru membuat saya menikmati keindahan alam yang mayoritas hijau. Selama di sana menjadi kesempatan saya menggunakan Canon G-12 milik pribadi mengasah minat fotografiku.

Wisata andalan di kabupaten yang juga dikenal dengan sebutan Massenrempulu (artinya: daerah pinggiran gunung atau menyusur gunung) adalah menikmati pemandangan  Buntu Kabobong di lereng gunung Bambapuang, berupa lereng gunung berada di sisi kanan jalan poros Tana Toraja dan disebut juga Gunung Nona karena menyerupai kelamin wanita *silahkan interpretasi sendiri dari gambar yang foto yang sempat dibuat saat saya berdiri dengan Buntu Kabobong dari kejauhan*

Adapula pemandian alam air terjun Lewaja, atau situs kuburan batu Tontonan yang berada pada tebing gunung batu.

Sayang, selama di sana saya tidak sempat menyesap Kopi Arabica typica asal Enrekang yang terkenal. Tapi jangan lupa mencicip dangke, makanan khas terbuat dari susu sapi atau susu kerbau sehingga citarasa seperti keju. Bisa menjadi olahan seperti tahu dan kini Pemkab mengembangkan kripik dangke yang rasanya manis gurih.

Selain itu liputan selama masa puasa Ramadan membuat suasana di wilayah yang mayoritas beragama Islam ini tidak maksimal. Misalkan aktivitas yang bergeser ke lebih sore, atau saat mengunjungi instansi seperti UPTD Balai Pengembangan Teknologi Tekstil, sentra penggilingan kopi dan Kebun Raya Enrekang ternyata sudah tutup karena jam kerja pegawai negeri sipil hanya sampai jam 14.00 wita selama bulan suci Ramadan.