Friday, October 29, 2010

Time Management

"Apa pendapat kamu tentang Eno?"


Ini kalimat iseng kulontarkan kepada seorang sahabat. Awalnya kami berdiskusi tentang istilah di dunia media (karena dia bukan bekerja di perusahaan media) dan akhirnya kami iseng seandainya dia narasumber dan saya adalah wartawan, bakal seperti apa pertanyaan yang bakal kulontarkan.

Entah bagaimana obrolan ngalor ngidul itu ke urusan pembagian waktu. Ia menanyakan bagaimana saya membagi waktu pribadi, gara-gara setiap dia menyapa diriku selalu kujawab, “Lagi ngetik kerjaan”.

Ia jadi bertanya apakah aku tidak mampu mengelola waktu sehingga hampir selalu membawa pulang pekerjaan ke rumah? Melanjutkan mengetik di rumah? Padahal sebagai Penulis saya sudah memiliki waktu 8 jam sehari dalam 5 hari kerja dalam seminggu.

8 jam x 5 hari = 40 jam/minggu untuk bekerja.

Saya menjawab kalau lembur dilakukan demi mengejar deadline... Maklum pekerja kreatif tentu tergantung tuntutan klien yang kadang-kadang mengorder secara dadakan dan harus selesai dalam waktu cepat.

Alasan lain adalah memang kerjaannya yang banyak.. ehem..

Dengan pertimbangan banyak pekerjaan yang diselesaikan (demi duit agar tercukupi kebutuhan primer, sekunder dan tersier …hehe..), tapi juga tetap terpenuhi keperluan pribadi dan urusan keluarga, saya harus harus belajar  “time management” alias membagi waktu. Arghh! … Mungkin istilah tepatnya bukannya belajar, akan tetapi efisiensi dalam manajemen waktu  sekaligus teguh dalam menjalankan schedule tsbt.

Mengintip dari Wikipedia, Manajemen Waktu mencakup perencanaan dan delegasi. Yaitu mulai dari menetapkan rencana dan alokasi waktu, termasuk mendelegasi tugas, lalu menganalisis waktu yang harus dialokasikan, monitoring, organizing, scheduling dan memprioritaskan waktu.

Ohya, godaan di depan laptop dan kemajuan internet saat ini memancing orang untuk tidak efektif dalam memanfaatkan waktu. Cek e-mail, browsing, chatting, dan sebagainya.  Tahu-tahu waktu berlalu cepat gara-gara iseng membuka link dengan judul menarik.  

Untuk mengatasinya maka coba jalankan berikut ini :
  1. Catat setiap rencana aktivitas
  2. Tentukan prioritas
  3. Follow up dan review rencana aktivitas yang sudah kita buat sebelumnya, dan sekali-kali beri hadiah bagi diri sendiri jika rencana aktivitas berhasil kita selesaikan. Sebaliknya kita coba laksanakan kerja yang belum selesai atau analisis mengapa pekerjaan tersebut belum selesai.

Saya sudah tahu tips mengatasi problem manajemen waktu, semoga saya berhasil menjalaninya. Semoga ketika sobatku bertanya tentang saya, dia mengatakan diri ini banyak bekerja tapi masih bisa meluangkan waktu untuknya. 

Thursday, October 28, 2010

Jenuh

Saya pernah merasa beruntung karena bekerja sesuai hobi. Hobi menulis dan bekerja sebagai penulis.


Tapi ternyata bekerja menurutkan hobi pun ada jenuhnya juga. Ketika ide tak berseliweran diotak, enggan memulai kerja meskipun konsep dan bahan telah ada.

Memulai langkah pertama memang sulit. Padahal saya sadar kalau menulis dimulai dulu dengan lead pembuka dan selanjutnya artikel akan mengalir.

Saya sadar sedang dilanda kejenuhan. Cape berpikir, tak ada ide, dan ini berimbas pada kerja, menunda hingga tenggat tulisan sudah dekat. Menonton sebagai fungsi menghibur dan menghilangkan kejenuhan juga kadang tidak efektif. Karena mencerna jalan cerita film membuatku harus berpikir juga :D

Buntutnya, paling enak membuang perasaan jenuh dengan bermain game. Hati-hati keenakan main, ntar bablas waktu pun habis terbuang. Main game melepas penat harus tahu batasan dan ingat: kerja yang lebih produktif masih menunggu. 

Monday, October 11, 2010

Anarki dalam Pandangan Franz Magnis-Suseno

Kamis (23/9) saya meliput acara seminar kampus yang menghadirkan Franz Magnis-Suseno, tokoh Katolik dan budayawan Indonesia, sebagai pembicara.


Hasil liputannya bisa dibaca disini.

Tapi kesempatan bertemu Romo Magnis melontarkan pertanyaan pribadi saya tentang kondisi sosial saat ini dimana masyarakat gampang sekali marah. Ada ‘gesekan’ sedikit sudah bisa menimbulkan demo atau anarki. Apakah ini merupakan cerminan sikap apatis, dan hal ini bisa dihilangkan jika meningkatkan pendidikan bangsa dan memperbesar lapangan kerja?

Beliau membenarkan teori ini, tapi perlu pula disadari bahwa kondisi hidup modern semakin membuat manusia bersaing, dimana yang kuat akan menang. Akibatnya ‘ketika perut lapar’ maka orang gampang merasa terancam, emosi tinggi, dan marah.

Perlu pemahaman dan pendekatan agar kondisi ini tidak mengarah pada ideologi baru yang sesat.   

“Menurut saya masih terlalu banyak orang yang susah. Perlu berjuang setiap hari sehingga dengan demikian mereka dalam kehidupan pribadi juga belum bisa membuat rencana jangka panjang. Orang-orang seperti itu tidak banyak bisa memikirkan bangsa tetapi bisa bereaksi emosional,” kata Romo Magnis.

Romo Magnis mengakui seseorang yang memiliki profesi atau pekerjaan, akan bisa bersikap tenang, seimbang dan tidak marah-marah.

Suasana persaingan juga menyebabkan manusia sekarang terindividualisasi dimana hukum alam satu-satunya “persaingan” termasuk merasa terancam ketika hadir pendatang baru atau umat baru masuk. Kuncinya adalah kita harus memiliki pengetahuan dasar tentang perubahan sosial yang dialami oleh masyarakat kecil. “Karena orang-orang dalam kelas ekonomi mantap, yaitu kelas menengah keatas, sebetulnya sudah merasa mantap dalam kondisi modern seperti sekarang ini. Tapi hal ini tidak berlaku bagi (masyarakat) dibawah,” ujarnya. 

Saturday, October 09, 2010

Kekuatan Doa

Berdoa menjadi salah satu kegiatan yang sering dilakukan saat melakukan wisata religi. Peneliti banyak menjadikan doa sebagai obyek penelitian dalam pengobatan alternatif. Sebetulnya mereka bukan melihat doa dikabulkan atau tidak sebagai obyek penelitian. Melainkan efek dari melakukan doa terhadap tubuh manusia.


Dr. Elizabeth Targ pernah melakukan penelitian tentang doa pada 150 penderita HIV. Hasilnya, mereka yang rajin berdoa hidup lebih lama dibandingkan orang yang tak melakukannya. Selain itu, tingkat kekebalan tubuh mereka juga lebih tinggi. Pertumbuhan bakteri dan kuman dalam tubuh jadi melambat, padahal semua pasien mengalami pengobatan yang sama.

Ternyata berdoa membuat pemikiran seseorang menjadi lebih positif.

Sedangkan dr. Daniel J. Benor, MD, seorang psikiater asal Amerika Serikat penulis buku Spiritual Healing mengatakan, “Mungkin satu-satunya efek samping berdoa hanya rasa kecewa jika doa tidak terkabulkan. Namun pikiran Anda akan jauh lebih jernih dengan berdoa. Meski tak dikabulkan, Anda akan bisa mencari sisi positif atau hikmah mengapa doa tak terkabul.”