Wednesday, April 17, 2013

Margareth Thatcher: In Memoriam dan Inspirasi bagi Wanita


Rubrik Internasional majalah Tempo edisi 15-21 April 2013, secara istimewa mengangkat tulisan yang terkait in memoriam Margareth Thatcher.  Diulas secara cover both sides, sehalaman untuk berita tentang sukacita masyarakat Inggris atas meninggalnya mantan perdana menteri wanita pertama sekaligus dengan periode jabatan terlama di Inggris (1979-1990).

Btw, bandingkan dengan masa jabatan Winston Churchill yang tidak menerus, tapi terjadi dalam dua periode berbeda (antara 1940-1945 dan 1951-1955).

Beberapa kebijakan Thatcher  tidak populis. Saya baru pahami sekarang, dan bisa dibaca pada artikel-artikel terkait.

Tapi 1,5 halaman artikel dari Bambang Harymurti tentang sisi humanis putri pemilik toko kelontong ini, plus satu halaman dalam rubrik Tempo Doeloe membuat saya merasa beliau adalah salah seorang tokoh wanita yang bisa menjadi inspirasi kita.

Ketika saya kecil, saya pernah membaca artikel biografi wanita yang terlahir dengan nama Margaret Hilda Roberts adalah sarjana TeknikKimia lulusan Universitas Oxford yang bergengsi. Tapi karirnya justru meroket sebagai politisi yang berada di bawah Partai Konservatif.  Poin yang diambil:  latar belakang pendidikan dan gelar sarjana bukan mutlak landasan meniti karir. Tapi seperti Maggie yang dikenal sebagai mahasiswi ulet dan rajin, dimanapun kamu berada lakukan dengan benar dan maksimal.  

Seperti dikutip dari Tempo pada halaman 18, “...Thatcher –menikah dengan Denis Thatcher- selalu mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh untuk menghadapi suatu acara. Karena itu, dia tak toleran kepada orang yang tak bersungguh-sungguh.”

Kemudian, dia memiliki “jimat” di dalam tas. Tapi bukan cincin batu akik seperti yang kulihat di jari pejabat Indonesia. Bukan pula mantra melainkan sebuah kutipan kata-kata pidato Presiden Amerika Serikat, Abraham Lincoln berbunyi lebih kurang begini, “Anda tak dapat memperkuat si  lemah dengan melemahkan si kuat, Anda tak dapat menolong si miskin dengan menghancurkan si kaya, Anda tak dapat membantu orang dengan cara mengerjakan sesuatu yang seharusnya dikerjakannya sendiri.”

Sepertinya dalam menjalankan karir, Margareth memiliki sosok panutan atau sekarang ini sering kita dengar sebagai “mentor”. Mentor memang sosok langsung yang masih hidup, dan bisa menjadi tempat kita berkonsultasi atau bertanya layaknya  seorang guru. Tapi bisa juga menelisik ke profil dan biografi Steve Jobs, Leo Burnett,  atau Sir Richard Branson dll.

Tegas? Yap.  Margareth yang berjuluk “Iron Lady” adalah sosok pemimpin yang tegas. That’s why
meninggalnya pada Senin 8 April 2013 tidak diratapi tangis seheboh kepergian Lady Diana si wanita dengan senyum manis tersipu-sipu yang khas. Buktinya ada kemeriahan (dan bukan isak tangis) dalam suasana duka yang terjadi di Lapangan Trafalgar London, Manchester, Newscastle, Liverpool, Bristol, Brixton, atau Derry dan Belfast di Irlandia.

Yah, menjadi pemimpin pasti menciptakan kebijakan. Dan apapun keputusan atau kebijakan tidak bisa memuaskan semua pihak.  Pasti ada yang suka/tidak.  Ada yang jadi merasa diuntungkan/dirugikan.  Tapi dasarnya keputusan Margareth Thatcher demi perbaikan ekonomi Inggris Raya saat itu meskipun mengorbankan subsidi kegiatan kebudayaan demi menghemat anggaran, kebijakan hibah bagi siswa perguruan tinggi menjadi pinjaman yang harus dicicil setelah lulus, dan memangkas anggaran perguruan tinggi dan memindahkannya ke program renovasi sekolah di daerah miskin.  

Kebijakan Margareth Thatcher pernah menuai cacian. Makanya berita wafatnya wanita berzodiak Libra di usia 87 tahun ini disambut kemeriahan di kawasan Brixton, selatan London. Insiden di daerah kantung buruh pernah terjadi pada April 1981 dan September 1985, setelah Thatcher memberangus serikat pekerja, melakukan deregulasi sektor keuangan, dan melakukan privatisasi perusahaan negara. 

Dan akhirnya pro atau cons, like atau dislike, Margareth Thatcher dikebumikan pada Rabu 17 April 2013 dengan pemakaman khusus satu level di bawah upacara kenegaraan dan dilengkapi penghormatan militer penuh, serta dihadiri oleh Ratu Elizabeth II dan suami, Duke of Edinburgh. Mengutip tulisan Tempo, inilah pertama kalinya Ratu hadir di pemakaman warga biasa setelah mantan perdana menteri Winston Churchill pada 1965.

Ada lagi yang lain? Ah, saya sudah ngantuk.. Saya hanya bisa menutup artikel ini dengan mengucapkan: Selamat Jalan Baroness Margareth Thatcher. 


(Gambar dikutip dari: www.number10.gov.uk dan www.taylormarsh.com)