Hidup adalah bergerak
sejajarkan langkah seirama waktu
menikmati hari dan musim berlalu
hingga bumi pun memeluk berkalang tanah
Wednesday, May 26, 2010
Sore Itu Aku Mampir ke Rumahmu
: Nyekar
Sore itu aku mampir ke rumahmu,
Tanganku tak bawa buah tangan,
Aku ternyata sudah lupa apa bunga yang kau suka
Aku memang tak pernah tahu cerita kegemaranmu
Ku harap suaraku semoga sampai di langit
Kita tak bicara pinokio, piano, atau bintaro
Tak usah singgung Mozart, Chopin, blok piano
Metronome dan penggaris panjang tak membawaku ke panggung
Jemariku memanjang dan jenuh pegang kunci D,E,F dan G
Kupingku tak mengenali ketukan, melodi itu tak mengantarku ke kamu
Aku tak tahu mau bicara apa
Saksikan saja, si Timun Mas sudah jadi raksasa
Dulu kamu mengejar bocah sulit makan dan membuang keringat ayah di piring nasi
Dulu kamu menemani bocah yang takut melihat cermin, lukisan, dan semua hal biasa bagi orang dewasa
Bocah penggambar awan di langit dan berenang bersama anak kodok
Si penikmat petir dan harum tanah tersiram hujan sembari mojok di sudut ruang ... kata orang dewasa, kelakuan anak ini beda.....
Anak aneh itu kini sudah dewasa
Punya kenangan yang semakin kelabu di otak
Tinggal sebatas cetak rupa yang (katanya) mirip wajahmu
Aku kini tak tau apa kamu mengerti bahasaku
Aku mampir sebelum semuanya makin samar
Aku diam tak bersuara, tapi kurasa kita saling bicara
Tanah Kusir, 24 Desember 2008
Sore itu aku mampir ke rumahmu,
Tanganku tak bawa buah tangan,
Aku ternyata sudah lupa apa bunga yang kau suka
Aku memang tak pernah tahu cerita kegemaranmu
Ku harap suaraku semoga sampai di langit
Kita tak bicara pinokio, piano, atau bintaro
Tak usah singgung Mozart, Chopin, blok piano
Metronome dan penggaris panjang tak membawaku ke panggung
Jemariku memanjang dan jenuh pegang kunci D,E,F dan G
Kupingku tak mengenali ketukan, melodi itu tak mengantarku ke kamu
Aku tak tahu mau bicara apa
Saksikan saja, si Timun Mas sudah jadi raksasa
Dulu kamu mengejar bocah sulit makan dan membuang keringat ayah di piring nasi
Dulu kamu menemani bocah yang takut melihat cermin, lukisan, dan semua hal biasa bagi orang dewasa
Bocah penggambar awan di langit dan berenang bersama anak kodok
Si penikmat petir dan harum tanah tersiram hujan sembari mojok di sudut ruang ... kata orang dewasa, kelakuan anak ini beda.....
Anak aneh itu kini sudah dewasa
Punya kenangan yang semakin kelabu di otak
Tinggal sebatas cetak rupa yang (katanya) mirip wajahmu
Aku kini tak tau apa kamu mengerti bahasaku
Aku mampir sebelum semuanya makin samar
Aku diam tak bersuara, tapi kurasa kita saling bicara
Tanah Kusir, 24 Desember 2008
Sunday, May 23, 2010
Tidak Peka adalah Alasan Tidak (Sempat) Memperbaharui Blog
Seorang teman punya komentar terhadap blog pribadi saya yang belakangan jarang saya perbaharui.
“Setidaknya pemiliknya sedang punya kesibukan lain yang membuatnya tidak sempat memperbaharui isi blog,” kata dia.
Ya. Saya bisa mengamini komentarnya seraya menyebutkan sejumlah kegiatan yang saya lakukan sebagai manusia individu maupun makhluk sosial.
Sekaligus dalam hati saya membatin : menyesali diri menjadi manusia kurang peka. Saya tak mampu lagi menangkap hal-hal kecil di sekitar lalu menceritakannya dalam bentuk kata dan paragraf.
Tak punya lagi tenaga untuk mengetikkan isi hati. Tiada punya sensitivitas dalam menangkap apa yang saya lihat, alami dan rasakan dalam kehidupan sehari-hari, untuk kemudian dituangkan dalam kalimat tertulis.
Semula semua bisa menjadi tulisan : tukang sapu jalanan di sudut jalan menuju kantor setiap pagi, pengamen cilik di lampu merah, tukang sol sepatu uzur, termasuk kemacetan lalu lintas.
Tentang mimpi-mimpi di dalam diri, atau sekadar hobi pribadi, interaksi sosial, benda remeh tapi punya cerita, hingga memuat tips sederhana yang sebenarnya bisa pembaca blog temukan di majalah-majalah, tapi ingin saya ulas.
Lalu tak punya lagi kekuatan untuk membagi pengalaman kerja di dalam blog yang biasanya ku-tag sebagai “komunikasi”.
Apakah kepekaan saya semakin tumpul? Atau memang kegiatan-kegiatan lain membuat saya tidak sempat memperbaharui blog.
“Setidaknya pemiliknya sedang punya kesibukan lain yang membuatnya tidak sempat memperbaharui isi blog,” kata dia.
Ya. Saya bisa mengamini komentarnya seraya menyebutkan sejumlah kegiatan yang saya lakukan sebagai manusia individu maupun makhluk sosial.
Sekaligus dalam hati saya membatin : menyesali diri menjadi manusia kurang peka. Saya tak mampu lagi menangkap hal-hal kecil di sekitar lalu menceritakannya dalam bentuk kata dan paragraf.
Tak punya lagi tenaga untuk mengetikkan isi hati. Tiada punya sensitivitas dalam menangkap apa yang saya lihat, alami dan rasakan dalam kehidupan sehari-hari, untuk kemudian dituangkan dalam kalimat tertulis.
Semula semua bisa menjadi tulisan : tukang sapu jalanan di sudut jalan menuju kantor setiap pagi, pengamen cilik di lampu merah, tukang sol sepatu uzur, termasuk kemacetan lalu lintas.
Tentang mimpi-mimpi di dalam diri, atau sekadar hobi pribadi, interaksi sosial, benda remeh tapi punya cerita, hingga memuat tips sederhana yang sebenarnya bisa pembaca blog temukan di majalah-majalah, tapi ingin saya ulas.
Lalu tak punya lagi kekuatan untuk membagi pengalaman kerja di dalam blog yang biasanya ku-tag sebagai “komunikasi”.
Apakah kepekaan saya semakin tumpul? Atau memang kegiatan-kegiatan lain membuat saya tidak sempat memperbaharui blog.
Subscribe to:
Posts (Atom)