Pendekatan kedua ini kita terapkan karena kita sering mengalami kesulitan untuk mengembangkan sebuah kerangka tulisan sebelum kita menulis. Bisa jadi karena kekurangan ide, atau buntu pikiran. Nah, lebih baik coba cara menuliskan apa saja yang terlintas di benak kita –tanpa mengedit- tanpa mempedulikan apakah itu konsisten atau tidak. Intinya : Tulis Saja!
Tulisan yang kita buat sebelumnya itu tentu masih kacau. Tulisan kacau itu hanya bersifat brainstorming. Dari tulisan itu kita tarik ide-ide menarik dan dihasilkan tulisan yang tentu lebih baik dibandingkan dengan yang pertama. Tulisan ini sudah lebih teratur dan jadi.
Tahapan menulis yang pertama hingga selesai, kemudian kita baca ulang disebut : Proses Penggodokan. Tulisan pertama digodok menjadi tulisan kedua, dan seterusnya sampai mencapai draft final.
Hindari untuk mengedit terlalu awal. Curahkan semua isi pikiran ke dalam tulisan. Mengedit hanya dilakukan pada hasil akhir. Mengedit terlalu awal membuat pikiran tidak dapat keluar dengan lancar karena sudah mengalami sensor internal.
Untuk menggodok tulisan menjadi lebih baik ada satu syarat yang harus diperhatikan. Tulisan yang baik bisa terjadi jika merupakan konflik/konfrontrasi/beberapa pikiran yang berlawanan. Dalam dunia jurnalistik atau membuat berita dikenal istilah cover both side atau berita berimbang dengan mengonfirmasi subyek berita dari berbagai stakeholders yang terpengaruh.
Konfrontasi ini bisa diperoleh dengan berkomunikasi dengan orang lain, membaca tulisan orang lain, atau melakukan konfrontasi sendiri dengan melihat masalah itu dari beberapa sudut pandang berbeda.
Membaca Adalah Satu Kesatuan
Membaca menjadi satu kesatuan agar bisa menulis. Penulis Ayu Utami dalam suatu diskusi penulisan berkata, “Jika kamu (mau) menulis, bacalah 7 kali buku lebih banyak.”
Hal ini bisa kita asumsikan bahwa untuk menulis satu buku = 7 referensi buku. Atau, asumsi lain adalah kita rajin membaca buku hingga tujuh, 21, 42, 49, 77,…..dst sebelum kita berada pada tahap berani menulis atau mengungkapkan ide atau buah pikiran ke dalam bentuk tertulis.
Membaca berguna untuk menyerap pikiran seseorang, mempelajari gaya bahasa tulisan dan tata bahasa, mencari ide, dan masih banyak kegiatan positif lainnya.
Khususnya untuk buku non fiksi, kita bisa menerapkan teknik membaca cepat (speed reading), dimana kita hanya perlu tahu framework (kerangka tulisan). Lalu utamakan membaca buku secara mendetil pada bagian sesuai yang menjadi perhatian kita, dan terakhir latihan membuat kesimpulan dari buku itu untuk menyaring argumen-argumen yang ada di buku.
Salah satu cara lancar menulis adalah memang : latihan..latihan…latihan… Setiap hari memang luangkan waktu untuk menulis. Misalkan dosen Filsafat FIB Universitas Indonesia sekaligus penulis, Donny Gahral Ardian, menyarankan agar meluangkan waktu 5 menit/hari untuk menulis.
Cara latihan yang lain adalah membuat tulisan dalam 3000 kata/hari. Saya asumsikan 3000 kata/hari adalah membuat tulisan dalam 18.892 karakter tanpa spasi dalam satu hari. Wah, bagi saya yang berprofesi sebagai Penulis Iklan ini berarti membuat tulisan untuk sebanyak lebih kurang 6 halaman majalah! Silahkan pilih mana yang lebih praktis Anda ikuti……..
Sedangkan penulis buku Fira Basuki mengatakan kiatnya dalam menulis kreatif, “Kita bisa memasukkan realitas dan khayalan (dalam menulis fiksi). Jangan stress dengan detil atau kebenaran obyek seperti menyebutkan nama toko sesuai kenyataan,” katanya. (Dewi Retno Siregar)