Kita tidak bakal kenal Cassius Clay Junior jika dia tidak terkena musibah pada 1954.
Saat itu usianya baru 12 tahun, sepedanya digondol maling. Sambil menangis Cassius melaporkan sepedanya yang hilang kepada seorang polisi yang merangkap pelatih tinju, Joe Martin.
Joe Martin menyarankan si remaja asal Kentucky , AS, disarankan untuk berlatih supaya bisa memukul si maling. Akhirnya tinju menjadi jalan hidup remaja pria yang kemudian dikenal dengan nama Muhammad Ali. (diolah dari artikel Olahraga Koran Tempo, Sabtu 15 Januari 2012 “Tujuh Hari untuk Juara Tujuh Dekade”).
Cerita diatas memberi inspirasi bahwa setiap kejadian di dalam kehidupan memiliki arti. Cassius kecil karena kehilangan sepeda yang baru dibelikan orangtua, menjadi bertemu dengan pelatih yang menuntun langkahnya ke kehidupan masa dewasa. Meskipun ada kejadian negatif tetapi ada hikmah di ujungnya.
Masa-masa menderita mungkin kita lihat sebagai cobaan tiada akhir, dan ketika kita melaluinya, akhirnya kita bisa menoleh ke belakang dan menemukan itu sebagai rangkaian proses pendewasaan.
Saya bisa mengatakan ini karena beberapa tahun kemarin mengalami fase yang kusebut sebagai “badai” dalam kehidupan. Tentu pernah kupikir fase itu tiada akhir. Dan sekarang ternyata saya dan keluarga bisa lalui, dan menjadikannya pengalaman dalam kehidupan. Adapula perasaan menjadi lebih bijaksana dan pendewasaan berpikir.
Akhirnya saya bisa memaknai istilah “Gusti Allah Ora Sare” yang lebih kurang berarti
“Allah Tidak Tidur” .. dan merasakan pembenaran dari ucapan bahwa Tuhan tidak akan menguji umatNya melebih batas kemampuan dirinya.