Hosh... hosh...
hosh...
Hihihi...itu suara nafas saya saat menaiki tangga darurat
apartemen. Bukan! Bukan karena lift apartemen under maintenance (yang memang kadang terjadi) sehingga menapaki
tangga hingga mencapai ke lantai unit kita berdomisili, terasa lebih cepat
ketimbang menanti giliran menjadi pemakai lift.
Tapi awal pekan ini saya menjalani dua training dari Dunamis
yang berjudul The 5 Choices to Extraordinary Productivity. Kalau aku coba
berbagi kepada pembaca blogger tentang kesimpulan menarik yang saya dapatkan
selama training adalah sebagai berikut: intinya kita musti mengetahui mana yang
(paling) penting sehingga kita bisa menentukan prioritas. Mengutip Leigh
Stevens, “Extraordinary productivity is
not just about time management. It’s about managing your decisions, attention,
and energy.”
Hoo okelah, selama ini saya mencoba membagi waktu untuk
menjadi profesional dan personal. Punya agenda pribadi dan menyusun to-do-list.
Tapi yang baru sadari dari hasil training
itu, yang saya lakukan selama ini baru sekadar produktif setiap hari. ‘Hanya mengisi’
hidup 24 jam dan di malam hari saya sisipkan perbincangan bersama Tuhan saya mengatakan,
“Thanks God untuk hari ini. Semoga saya
bisa tidur dan besok masih kau beri aku kesempatan mengisi hari.” Filosofis?
Yap! Tapi salah arah. hehe..karena yaaa itu tadi, belum mikir tentang goals atau tujuan jangka panjang.
Padahal kita harus sadar diri ini punya peran sebagai: Personal, Profesional, dan Social. Saya tiba-tiba jadi ‘ketampar’ teringat
lagi berbagai hal yang terjadi dalam diri ini. Di sisi profesional saya cuma produktif
secara daily task, di Personal pun
saya jumpalitan antara menjadi anak yang baik apalagi menjadi yayang yang baik,
sementara di sisi Sosial saya sering abai kepada teman-teman yang mengajak saya
ketemuan di weekend dengan mengatakan
“sibuk”. Damn! benar lho, saya saat itu bukan ‘sibuk’ dalam arti mengelak, tapi
sibuk dalam arti sebenarnya.
Nah, saya kudu menentukan dulu peran yang ingin saya
wujudkan sebagai seorang personal. Termasuk berjanji meminimalkan Sabtu menjadi
Hari Apa Saja... termasuk menjadi Hari Menyelesaikan Kerja! Aih, saya jadi
ingat suatu kejadian bersama seseorang sebut aja si Zorro. Malam minggu yang sebenarnya
saat hangout santai, malahan Zorro
duduk manis di apartemenku menonton MotoGP yang disiarkan di salah satu stasiun
TV swasta, sambil makan McD hasil pesan antar. Sementara saya ngapain??? Saya
duduk di meja makan yang beralih fungsi menjadi tempat saya mengetik paper ditemani
setumpuk buku-buku kuliah. Hingga dia pulang setelah pertandingan kelar, saya
masih duduk manis mengetik!
Sebuah konsekuensi menjadi pekerja yang kembali kuliah
adalah waktu memang bakal tersedot untuk
menyelesaikan tugas kantor ditambah paper tugas dari dosen baik yang sifatnya
individual maupun kelompok. Tapi kalau dipikir sekarang ini, jangan-jangan ada
pola salah dalam diriku yang menjadikan Sabtu sebagai hari menyelesaikan
pekerjaan tak terselesaikan selama weekday?
Karena memang pola ini berlanjut hingga kini. Jadi harusnya
saya menjadikan hari Sabtu sebagai hari Personal atau Social, malah menjadi: let it flow babe, Saturday is the work day
also!
Jadi, meskipun saat ini menjadi masa-masa mengejar karir, role Social dan Personal harus kita
masukkan dalam prioritas hidup. Misalkan menjadi : Best Friend-nya lovely one;
the good daughter; menerbitkan buku puisi, Ve Dhanito wanna be, hingga ingin jadi
Runaway Darling..
Dari memilih mana Peran yang ingin kita capai, baru kemudian
kita turunkan menjadi apa saja kegiatan
yang ingin kita lakukan. Misalkan konsekuensi ingin menjadi menerbitkan
buku puisi diikuti kembali rajin ikut
Sastra Reboan (nah!), kembali membuat coretan-coretan sajak, serta membangun diskusi
silaturahmi bersama komunitas penyair.
Nah, terus apa urusannya cerita tentang naik tangga darurat
apartemen dengan tips menjadi manusia luar biasa?
Begini, sejak sebulan lalu saya kembali berolahraga. Betul!
Saya sudah lama tidak beraktivitas olah fisik secara rutin dengan alasan sibuk,
tidak ada waktu, atau beralasan ada prioritas lain yang lebih penting. Tapi
saya ingin badan bugar, dan menempatkan rajin berolahraga sebagai salah satu
resolusi tahun 2014.
Meskipun ngaret
beberapa bulan memulai resolusi tahun baru tersebut, tapi saya bisa katakan sejak
Maret lalu saya menyisipkan aktivitas olahraga dalam rutinitas mingguan.
Meskipun 20 menit, tapi saya harus mengapresiasi diri ini...dan hasilnya sempat
terasa juga ketika saya sempat jatuh sakit karena flu. Biasanya saya orang yang
gampang ‘ketepaan’ orang sekitar saya yang lagi flu, atau cape sedikit kontak
badan langsung nge-drop. Tapi rasanya butuh terpaan hampir sebulan dari kondisi
rekan bersin dan hidung meler, deadline
kerja, tugas luar kota hingga nongkrong
di udara terbuka malam hari demi dapat hasil foto ciamik, yang akhirnya membuat
badan ini ‘mengibarkan bendera putih’ alias jatuh sakit.
Lalu saya menyimpulkan bahwa olahraga memang bermanfaat buat
diri saya. Dan hasil dari training
ini saya menambahkan satu lagi yang harus saya tambahkan dalam menjaga
kebugaran, yaitu memilih naik turun tangga ketimbang lift.
Ketika berangkat kerja sehari setelah training tersebut, di lampu merah saya berpapasan dengan mobil
operasional Bintan Triathlon, rasanya semesta mendukung ucap membatin saya
suatu ketika “Pingin ikut triathlon....tapi
mampu ga ya?? ”perlu dikejar! haha... Personal dream J