Monday, October 03, 2005

Dimana Bisa Beli Percaya Diri?

Kata teman, Saya seorang narsis.
Tapi menurut Saya, itu beda tipis dengan Percaya Diri.

Dan sepertinya Saya belum punya yang namanya Percaya Diri.
Seseorang mengatakan, “Kamu punya kemampuan. Kenapa tidak Percaya Diri, sih?”

Saya lahir sebagai perempuan. Mau tidak mau, selama bumi berputar, orang menempati kecantikan fisik perempuan pada prioritas lebih dibanding terhadap pria.

Dan, Saya lahir dengan yang apa yang disebut manusia “cacat fisik.”
Tapi, Saya lahir dengan otak normal. Maka sedari kecil Saya tahu, Saya harus menggunakan otak Saya. Bukan fisik Saya.

Saya pernah bikin patah hati seorang perempuan.
Karena katanya Saya merebut pacarnya.
Namun, Saya juga pernah menjadi obyek taruhan.
Makanya, Saya bangun benteng keangkuhan.
“Meski Saya begini, Saya bukan untuk dipermainkan,” batin Saya.

Saya tetap tidak bisa menipu diri.
Saya meninggikan dagu. Ketika melihat orang memandang diri Saya, Saya langsung merasa : Pasti orang itu dalam hatinya tengah mengasihani Saya karena Saya lahir “begini.”

Lelaki tetap memilih perempuan lain.
Mungkin mereka lebih butuh yang enak dipandangi dan dinikmati.
Bukan otak Saya yang mungkin bisa memperbaiki keturunan mereka.
Mungkin Saya dalam daftar “teman kencan.” Bukan dalam daftar “pasangan hidup (baca : istri).”

Makanya, sedari kecil Saya tidak suka Cinderella, Putri Salju, atau aneka dongeng yang senantiasa menggunakan kalimat, “Kemudian, putri cantik dan pangeran tampan hidup bahagia bersama selama-lamanya.”
Logika Saya menolak. “Kenapa hanya orang cantik dan ganteng saja yang berhak punya nasib bagus?”

Saya lebih memilih bermimpi menjadi anggota Fantastic Four, atau Putri Leia dari Star Wars, atau Emma Peel dari film ‘The Avengers’.

Bolehkah Saya marah kepada Tuhan?
Saya bertanya mengapa Saya lahir begini dan Ia tidak menjawab.
Saya menyusun rencana dan Ia juga menggagalkan rencana Saya.
Heran?
Lihat nilai Agama di rapor Saya. Tapi itu sekedar angka.

Namun, sekarang Saya menelaah dari sudut pandang berbeda.
Bukankah Ia baik hati memberikan Saya kecerdasan?
Karena kecantikan fisik akan keriput tersapu usia.
Ia memberikan Saya orangtua dan saudara-saudara yang melindungi dan menyayangi Saya.
Dia tidak sedang bad mood ketika menciptakan diriku.

Mungkin supaya Saya tidak sombong.
Supaya Saya bertutur kata manis dan berperilaku baik.
Memiliki empati.
Kalau tidak demikian, apa lagi yang dilihat dari Saya?

Oke, sekarang Saya ‘berdamai’ dengan Tuhan.
Saya minta maaf kepadaNya.
Tapi bagaimana ‘mencuci otak’ Saya supaya Saya Percaya Diri?

Ada yang mengatakan kebahagiaan tidak terbeli dengan uang.
Apakah orang tersebut bisa menjawab pertanyaan Saya, “Dimana Saya bisa beli Percaya Diri?”

2 comments:

Restituta Arjanti said...

kamu cantik, itu apa adanya >:D<

Merry Magdalena said...

Cowo emang buta dan goblok. Kelak akan ada cowo yg melek dan pintar yang luv u just the way u r!!!