Jum’at malam saya menonton hiburan acara pemilihan Putri Indonesia 2006 di Indosiar. Iya menghibur karena saya menyaksikan sejumlah perempuan muda, cantik-cantik, bergaun indah dan senyum selalu terkembang.
Sudah tentu dong itu tontonan asyik di akhir pekan. Ketika kesibukan 5 hari kerja di kantor selesai & benar-benar tidak ada yang tersisa menjadi pekerjaan rumah. Tayangannya tidak bikin otak pusing dan kening berkerut.
Apalagi saya bisa sesekali tertawa. Contohnya, seorang juri yang terkenal sebagai pengusaha sukses sekaligus ibu yang berhasil, mengajukan pertanyaan berikut, “Seandainya kamu menjadi ibu, apa kata-kata singkat yang tepat untuk menasehati anak kamu yang bandel? Dibilangin susah bener?” Nah, saya langsung berpikir : nak jangan bandel / dengarkan pendapat orang dong sayang……
Tetapi si Putri menjawab bahwa ada 3 jawaban yaitu dengarkan apa masalahnya; (lupa jawaban dia yang no.2); dan yang ketiga beri nasehat win-win solution. (Dengan senyum terus tersungging. Dan saya jadi berpikir ‘wah pikiran gua ga match ya…’)
Atau, ketika ada pertanyaan apa langkah yang harus dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan lumpur Lapindo, saya seolah mendapat jawaban dari seorang pakar geologi. Katanya, yang pertama tutup lubang sumber lumpur dengan semen (wuah….), kemudian buat water treatment penampungan air, dan realokasi penduduk (maaf, bahasa yang benar bukan ‘relokasi’ ya?)…
Dan saya baru tahu, katanya, tujuan Putri Indonesia adalah Perdamaian. Tetapi tentu dia tidak turun ke daerah konflik di tanah air. Saat gambar lepas kegiatan-kegiatan sang Putri Indonesia yang bakal lengser ditampilkan, mengingatkan saya dengan foto-foto Lady Diana (Di) dalam kegiatan sosialnya yang saya lihat di Majalah Jakarta-Jakarta. Artifisial dan menyentuh. Foto Nadine bermain uler-uleran bersama anak kampung menimbulkan perasaan sama dengan melihat foto Lady Di menggendong anak korban ranjau darat.
Kita, manusia, memang senang melihat Putri. Dongeng-dongeng menceritakan putri berwajah dan berhati cantik, pasti dipinang pangeran ganteng dan kaya (pangeran kere tentu ditendang). Seolah kehidupan bahagia milik wanita cantik nan anggun. Melihat gemulai Putri Inggris dalam deretan kegiatan kemanusiaan, tentu lebih menyentuh hati ketimbang meyaksikan Putri Stephanie dari Monaco berpesta di klab.
Ketika kerajaan bukan zamannya lagi, kita menciptakan kontes putri, ratu, miss, dsb.
Meski terkesan sinisme di awal, tapi saya bukan anti Putri Indonesia. Saya tidak termasuk golongan anti Putri-nya Ibu Pertiwi dikirim berlaga di luar negeri dan menyaksikan Ia berbikini dengan alasan tidak sesuai budaya bangsa.
Toh, itu kemasan zaman dan modernisasi. Memadukan kerinduan kita akan sosok putri dengan ekonomi. Salon menjadi laku karena ratusan gadis remaja melakukan perawatan tubuh sebelum mengirimkan foto ke panitia juri. Studio foto pun kecipratan rezeki. Penjualan lipstick atau bedak merek tertentu jadi meningkat karena dalam persyaratan ikut serta harus menyertakan bungkus kemasan produk sponsor. Tayangan pemilihan di TV memancing slot iklan, dan ada target penonton sebagai calon pembeli produk yang diiklankan. Karena produk ‘ini’ dipakai sang Putri lho….
Saya juga tergoda untuk ambil kursus pengembangan diri di Lembaga Pendidikan Ibu Anu. Kenapa? Karena saya melihat bukti nyata para murid yang notabene para Putri dari 33 provinsi di Indonesia tampil penuh percaya diri, anggun dan bisa bersilat lidah menjawab berbagai pertanyaan sambil terussss tersenyum.
Saya tidak mau sibuk diskusi dalam pro kontra kontes-kontes semacam. Karena maaf, setiap hari saya punya kesibukan yang harus diisi. Alasan lainnya, seperti prinsip ekonomi di mana ada pasar karena ada permintaan, maka kontes terjadi kalau ada yang tertarik menjadi peserta. Dalam hidup sebagai perempuan, saya memegang konsep Beauty, Brain, Behaviour. Cuma memang diri saya tidak memenuhi kualifikasi yang disyaratkan untuk menjadi Putri Indonesia:p
Jadi, bagi para perempuan Indonesia di seluruh Indonesia, be your self! Karena setiap perempuan adalah Putri dan pantas punya kepercayaan dan kebanggaan diri. Menghargai diri sendiri berarti Anda telah menempatkan diri sebagai Putri. Teman saya menempatkan anak perempuan semata wayangnya sebagai Putri didalam hatinya, saya adalah Putri dari bapak ibu saya, Anda adalah Putri Impian sang kekasih, dll.
1 comment:
hahaha... suruh dia yg nyelem nyari lobangnya eno....
Post a Comment