Friday, April 11, 2008

Bekerja Pintar, Jujur dan Ingat Dia





Ada janji wawancara dengan seorang tokoh di dunia bisnis. Belum pernah bertemu, dan mengetahui wajahnya hanya dari foto kecil hasil browse di media. Saya membayangkan bakal bertemu pria jangkung, kurus, dan beruban. Tua deh...

Nah, akhirnya janji wawancara di gedung kantornya terealisasi di suatu malam. Masuk ke sebuah ruangan, saya agak tergagap disambut ramah seorang pria yang terlihat muda (yang pasti memang awal usia 40-an), tampil humble dalam seragam perusahaan. Dengan senyum yang lebar, dia menyambut kami dengan uluran tangan hangat. ”Gile asisten pribadinya ramah benar,” batinku. Lalu saya celingukan, mana sekat yang biasa membatasi ruangan bos dan sekretaris/asisten?

Barulah sedetik kemudian saya tersadar, ”Lho! Ini kan bapak yang kamu mau wawancara!”

(Dasar Eno dodol! Jelas-jelas tadi sore kamu kontak-kontakan dengan sekretarisnya –berarti asisten pribadinya- yang perempuan. Akan tetapi, karena kemacetan dan kemalaman, si sekretaris sudah mengabarkan bahwa dia pulang tanpa menunggu saya dan rekan).

Foto memang menipu. Lalu, saya pun sudah terlebih dahulu melakukan kesalahan awam. “Judge the book by it cover”. Ketika penelusuran diri dia di google (sebelum wawancara) membentuk opini saya bahwa dirinya sosok Midas -si pengubah perusahaan kolaps menjadi pencetak laba, si "think tank " di belakang inovasi bisnis- dan tentulah saya bakal bertemu sosok ‘keras’, ‘kaku’, yang bakal perlu penggalian atau ‘colekan menuju topik yang ia sukai’ untuk membuatnya berbicara.

Namun, ternyata pembicaraan mengalir dengan gaya bicaranya yang cenderung filosofis. Sesekali juga ketawa. Diantara berbagai hal yang dilontarkan bapak 3 anak itu, ada satu hal yang mengetuk hati saya malam ini. Yaitu pendapat dirinya tentang faktor-faktor penting kemajuan seorang karyawan di perusahaan. Pesannya, sebagai pekerja ada tiga hal yang harus dipegang : Bekerja pintar; Bekerja jujur; dan, Bertaqwalah dengan yang Diatas.

Bekerja keras, lembur, belum tentu menghasilkan output bagus. Yang penting soal 'pintar mengatur waktu' dan...tentu menghargai waktu yang tidak bakal kembali.

Jujur.. yah! dimana-mana menjadi manusia harus punya modal kepercayaan. Jika sekali tidak dipercaya oleh orang lain, maka sulit untuk menumbuhkan rasa percaya kembali (lebih parah lagi jika itu berbuntut soal nama baik kita).

Dan ingat, semuanya tentu atas restu Yang Maha Kuasa di atas. Kembali lagi pada persoalan mencari ketenangan, bersyukur, dan bekerja pintar dan 'lurus' juga merupakan bentuk menghargai karunia dari Dia.

Malam itu, seperti titik akhir rangkaian panjang setelah seharian saya tenggelam dalam diskusi bersama rekan-rekan yang berbeda dengan topik soal ’bekerja’ ; ’pindah kuadran’ ; ’masa depan’.

(Gambar dikutip dari www.savagechickens.com/images/chickenwork.jpg)

No comments: