Thursday, July 07, 2011

Rezeki

Tadi pagi adzan Subuh terdengar lamat-lamat. Angka jarum jam digital menunjukkan pukul 4 sekian, ketika badan terjaga. Mungkin dosis ngantuk yang ditimbulkan obat flu sudah mereda, atau memang badan mengirim sinyal sudah cukup masa istirahatku.

Teringat semalam ada diskusi diantara kepala pening efek flu, badan ngegereges, dan kesadaran pagi hari adalah semangat baru.

Lalu saya berdoa dalam hati :

Ya Allah,
Aku percaya Engkau telah mengatur rezeki umatNya,
bagai kerang diantara hamparan pasir.
Tinggal kita melangkah menjumputnya.
Amin..

Masa bangun pagi karena bersiap-siap ke sekolah sudah lama berlalu. Bukan lagi masa siap lahir batin untuk ulangan dari guru killer, pelajaran Fisika yang tidak saya sukai, dan janji jalan-jalan pulang sekolah.

Bangun pagi saat ini adalah hari berikutnya kita menjemput rezeki. Menikmati jalan raya ibukota yang macet, sampai di portal gedung kantor, mengembangkan senyum sapaan di pagi hari mulai dari depan pintu kantor, kepada pak satpam, office boy dan beberapa rekan yang sudah datang, lalu menhempaskan pantat ini di kursi merah di cubicle kantor.

Menyalakan laptop, membuka akun e-mail kantor dan memeriksa isi surat yang masuk. Membalas beberapa poin, menyimpan surat atau kebanyakan masuk dalam kolom ‘delete’. Buka file pekerjaan, inilah masa bekerja, diikuti jeda, tau-tau sudah magrib dan saatnya berkemas pulang.

Ritual ini menjadi rutinitas. Sudah pasti pula tidak hanya saya yang punya ritual ini. Lihat saja wajah-wajah di kemacetan sore hari. Muka lelah, bedak yang memudar, bibir yang tak berpoles lipstik meski ada sisa semburat pemulas warna bibir itu di raut muka, diantara jalur kereta api ada gadis mengenakan rok span dan kaki dibalut stoking tapi ditemani oleh sepasang sepatu flat shoes, seolah mengatakan “High-heels ku masuk garasi di bawah meja kantor.”

Eno penulis menikmati rutinitas bersama sejumlah orang lain yang kulihat, kenal selintas hingga profesi lain nun di belahan lain. Mulai dari tukang bangunan yang menjadikan tiap pagi adalah hari lain menyemen bata dan mengaduk semen. Supir bis, perawat di rumah sakit, rekan-rekan kantor, hingga pak direktur.

Rutinitas ini menyerap energi tubuh, hingga tiba-tiba datanglah usia pensiun. Dan kalimat “berezeki” memiliki arti sebagai menjadi tua bersama keluarga, dikaruniai tubuh yang masih sehat di senja usia.

Tapi rezeki esok hari adalah rangkaian persiapan hari ini. Saya pun kadang masih menjadi makhluk hari ini, masa lalu adalah hari yang berlalu, tapi sedang merancang masa depan. Setiap orang hanya manusia biasa yang mencoba yakin melangkah, walau sesekali ada rasa mundur dan takut terhadap pilihan rencana hidup. Namun pada akhirnya si anak banyak mau sedikit ambisius ini berucap bismillah sebelum ambil keputusan, tarik nafas panjang, kemudian yakin bahwa rezeki dari Tuhan sudah ada yang mengatur.

No comments: