Saturday, April 21, 2012

Jabrix Kucingku Telah Mati


 Jabrix hadir dalam kehidupanku sejak Agustus 2010.
Dan mati Sabtu 14 April 2012. 
Kucing jantan ini sepanjang usianya memang sakit-sakitan. Mulai dari sakit mata (seperti belekan) yang diobati dengan salep Erlamycetin. Hilang sehari semalam dan ternyata jatuh ke got. Akibat terperosok tanpa bisa bangkit lagi, tidak makan seharian, mengakibatkan Jabrix terkena flu kucing yang membuat dia harus berobat ke drh. Dudung Abdullah, SM, SKH. Sejak itu pula dia menjadi pasien langganan beliau.
Terakhir, Desember tahun lalu Jabrix harus menjalani rawat inap selama hampir 3 minggu karena ginjal. Pasca penyembuhan tersebut, Jabrix sempat gemuk, besar, hingga aku memanggilnya, “Si kucing berbulu itu”. Hihihi.. Kucing Arab :p
Namun April kemarin, Tuhan YME telah memanggil Jabrix. Mungkin itu yang terbaik bagi Jabrix daripada melewati tahun-tahun dengan badan ringkih dan penuh pengobatan. Mungkin ini yang terbaik karena akhirnya Jabrix bisa berkumpul bersama induknya yang mati tertabrak sepeda motor. Awalnya kami sekeluarga memelihara Jabrix bersaudara karena induknya yang kucing liar melahirkan di pojok garasi rumah, dan suatu hari induk tersebut tidak pernah muncul dan 4 ekor anak kucing pun berjalan kesana-kemari mencari makan dan tempat berteduh. 
Sedangkan bagi diriku yang terakhir secara khusus memelihara kucing sekitar 25 tahun lalu, rasa kehilangan hewan kesayangan : sangat menyakitkan. Seperti halnya kehilangan sesuatu yang kita sayangi teramat sangat. Bedanya, ketika putus pacaran, saya simpan pedih di dalam hati, sementara ketika kucing yang meninggal, tangisan dan mata bengkak bebas saya tunjukkan di depan orangtua, kakak-kakak, keponakan, supir, pembantu rumah tangga yang membantu penguburan.
Saya sempat memasang foto Jabrix sebagai pic profile di BlackBerry Messenger dengan status “Jabrix kucingku: RIP” … Namun lama-kelamaan saya tidak kuat juga untuk setiap kali menangis melihat fotonya dan bercerita tentang kematiannya kepada teman-teman di list kontak-ku.
Seorang teman yang bukan penyayang hewan, meskipun dia berusaha memahami kesedihanku, tapi membuatku merasa seolah aku lebay….. tapi memang kenyataannya karena saya sayang dan dia salah satu motivasiku untuk bekerja cari duit (demi pengobatan dan perawatannya yang ekstra spesial).  
Kini tidak ada lagi kucing mengeong nyaring saat menyambutku datang dan melengos pergi saat saya menenteng tas besar tanda saya pulang ke Jakarta selama sepekan atau lebih. Sejauh ini saya tidak ingin punya kucing kesayangan, dan mengalihkan perhatian pada kucing-kucing lain yang kebetulan memang ada di rumah, selain si kakak tua jambul kuning yang sudah kumiliki dari kecil. 

No comments: