Wednesday, November 09, 2005

Aku dan Minyak Bulus

Pagi tadi saya bangun dengan mencium bau amis.
Baru ingat, semalam sebelum tidur, saya mengoleskan minyak bulus di bawah mata (kantung mata). Maklum, bayang-bayang hitam dan kerut mulai muncul disana. Entah karena pola hidup saya yang tidak sehat atau karena waktu mulai tidak bersahabat dengan diriku. Aging...Tanda-tanda penuaan. Hehe..

Tapi, ya ampun. Minyak bulus!
Iya bener. Minyak bulus dipercaya bisa mengencangkan kulit wajah, menghaluskan kulit badan lainnya, membuat kencang payudara, atau bikin gede “anu” pria...
Saya sudah mendengar dan mempraktekkan dari zaman kuliah. Kalau ‘p’ saya indah (sejauh ini, menurut saya sendiri lho) maka terima kasih kepada para bulus.

Minyak bulus keluaran 2 buah perusahaan kosmetik yang –katanya- mengusung nilai-nilai tradisional, sudah pernah saya coba. Baunya enak. Tapi...itu dulu banget. Seperti saya katakan diatas, waktu zaman kuliah.

Nah, yang semalam saya pakai itu produk bukan merek terkemuka. Mungkin istilahnya produk rumahan skala usaha kecil dan menengah (UKM). Saya beli saat berada di Yogya beberapa bulan lalu di toko batik. Sebotol kecil harganya tidak lebih dari Rp. 10.000,-.

Botol disegel. Jadi saya tidak tahu kalau baunya amis. Ingat bau di pasar tradisional? Seperti itu bau yang tercium dari minyak bulusnya. Sampai-sampai ‘nempel’ di baju, dan kalau dicuci, baju tersebut perlu direndam lama serta dibilas dengan pewangi pakaian. Beda dengan 2 produk yang pernah saya coba sebelumnya. Tapi, jadi yakin kalau itu asli.

Hanya saja, terbayang tidak, minyak bulus itu berasal dari hewan bulus (penyu). Dan untuk mendapatkan minyaknya, hewan itu harus dibunuh. Padahal, penyu adalah hewan langka dan dilindungi. Sudah dibunuh, harga jualnya tidak lebih dari Rp. 10.000,- seperti yang saya dapatkan di Yogya tadi.

Saya penyayang binatang. Pernah memelihara kucing, anjing, dan yang masih hidup sekarang ini adalah burung.

Waktu kecil saya penggemar telur penyu. Tetapi sejak menyadari dengan mengkonsumsi, maka secara tidak langsung saya melakukan genosida terhadap ‘generasi penerus’ penyu, saya tidak mau makan lagi.

Akan tetapi, bagaimana dengan minyak bulus?
Bagaimana dengan lipstik? Lemak ikan paus, katanya, dipergunakan untuk menghasilkan lipstik yang berminyak dan tidak mengeringkan bibir.
Aduh, kalau sudah berurusan dengan kecantikan, rasanya saya dan sebagian besar kaum hawa di dunia ini menjadi sadis.

2 comments:

Restituta Arjanti said...

kalo akal bulus itu buat apa ya eno? hahahahaha... *j/k*

Unknown said...

Mba kalo Minyak bulus bisa di beli dimana ya?? aku punya bekas jerawat bisa ilang ngga ya?