“No, apa keinginan kamu?”
Aku bingung jawabnya ketika disodori pertanyaan itu….. terasa abstrak ....apa yaaa.....?
Pertanyaan ini dilontarkan padaku saat menyeruput kopi di sebuah kafe. Jadinya bingung jawab apa :
mau kudapan apa dari Daftar Menu di resto?
Masa depan?
Kayak latihan menjawab wawancara kerja tentang keinginan diri pada 2, 5, atau 10 tahun ke depan.
Atau saya kaget dgn pertanyaan di saat saya lagi menikmati hidup bagai air mengalir sehingga bingung menjawab apa yang menjadi impian atau langkah ke depanku?
Karena terlalu banyak keinginan?... :
Maka ku-coba me-list "Keinginan", dari hal sederhana sampai ajaib!
Ingin makan coklat Hawaiian Macadamia Nuts sekotak penuh. Tanpa mau berbagi dengan orang lain dan tanpa merasa bersalah terhdp dampak kenaikan berat badan :-p
Ingin menikmati hidup di Bali dengan daftar kegiatan meliputi: belajar membuat lukisan Kamasan, membaca buku yang berderet dalam lemari, belajar surfing dan berenang di pantai.. Ohya, duitnya dari mana? Rasanya dengan berprofesi sebagai Penulis Lepas, saya bisa mengerjakan order di mana saja. Jadi intinya duit mengalir sambil menikmati hidup.
Masih lanjutan poin sebelumnya : ingin mengenakan bikini super mini di Pantai Kuta..tapi karena timbangan berat badan membumbung sejak bekerja dan susah untuk turun lagi, maka dengan potongan badan yang tak seperti Bar Rafaelli, maka tentu ini hal mustahil dan super tak masuk akal hehehe...
Ohya, aku juga ingin memiliki perpustakaan pribadi atau taman bacaan. Bedanya, kalau Perpustakaan Pribadi cenderung sebagai sebuah sudut khusus di rumah tempat menaruh koleksi bukuku secara rapi. Termasuk juga koleksi prangko, kartu pos, dan CD musik yang kupunya. Kutata secara cozy sekaligus tempat ’bertapa”.
Sementara kalau Taman Bacaan berarti aku membolehkan orang lain membaca koleksi buku yang kumiliki. Untuk keinginan terakhir ini, ada fungsi sosial sekaligus komersial. Namun aku tak tahu sejauh mana diri ini mau serius mewujudkan dan bagaimana merealisasikan konsep.
Ingin menginjakkan kaki di Grand Canyon atau Kathmandu. Atau walaupun aku takut terhadap badut, tapi seandainya aku ada rezeki mengunjungi Disneyland Jepang juga ga nolak :))
Ingin belajar bahasa Perancis meski bahasa Inggris pun ”belum beres”.
Ahya... ini keinginan melankolis : Ingin memasrahkan diri dalam jemari kukuh di bawah langit malam bertabur bintang. Sembari memandangi cendawan-cendawan cilik yang muncul seusai hujan menerjang.
Friday, April 24, 2009
Thursday, April 23, 2009
Pesta Ini Sudah Usai
Ini pesta terencana Ratu Agenda
Pujangga Angin pun menyelinap
Menyalakan bingar mendesiskan pora
Ajak dansa purnama
Hitung : Satu... Dua.. Tiga..
(Duel tiga hati, siapa yang bertahan?)
Bibir-bibir yang sudah sering melempar tipu
Kerling berbohong dan ucap cinta dalam daun gugur
Hingga rontok di musim dingin
Salahkan dua orang melempar surat
Dalam nyala kembang api
Lalu terbakar dalam bara
Berpesta semalam bertahun tinggalkan bayang
(Siapa manusia-manusia yang kalah?)
(Gambar dikutip dari : www.worklessparty.org)
Pujangga Angin pun menyelinap
Menyalakan bingar mendesiskan pora
Ajak dansa purnama
Hitung : Satu... Dua.. Tiga..
(Duel tiga hati, siapa yang bertahan?)
Bibir-bibir yang sudah sering melempar tipu
Kerling berbohong dan ucap cinta dalam daun gugur
Hingga rontok di musim dingin
Salahkan dua orang melempar surat
Dalam nyala kembang api
Lalu terbakar dalam bara
Berpesta semalam bertahun tinggalkan bayang
(Siapa manusia-manusia yang kalah?)
(Gambar dikutip dari : www.worklessparty.org)
Wednesday, April 22, 2009
Gambar Meneduhkan di sela Deadline
Gemesin ya gambarnya?
Mimik mukanya seolah menikmati alunan musik yang berasal dari earphone (meski secara kesehatan sih, dilarang ya bayi yang gendang telinganya masih rentan menggunakan earphone).
Hanya saja, gambar ini menghibur banget di saat aku lagi full-deadline sekarang ini.
thx untuk temanku yg sudah men-forward gambar ini.
Monday, April 20, 2009
Sun Tzu (The Art of War) @My Gloomy Monday
Rapat Senin pagi :
Kamu kok tidak ingat berapa jumlah pemasang iklan hingga Jumat lalu? (Hihi.. tersindir nih.. ngakunya pakai BB, kok teutep ga update)
Kenapa kamu belum mulai membuat partitur? (hei! sekarang pihak yang terkait belum kasih on hands order, dah ditanya lho, sehingga pihak kami belum bisa memastikan jumlah space kosong untuk kami garap).
Kenapa...... (Ih, waktu itu Anda langsung berkata demikian, sekarang kok lempar kesalahan di gw...)
Anda kan Jenderal bermukim di dalam benteng pertahanan, sementara Saya si Panglima di lapangan. Jadi siapa yang lebih tahu medan perang????
Siap, ga siap, Saya harus siap menang perang, membawa bintang tanda jasa untuk Anda.
(Pelajaran kupetik : Siapkan Data; Sikap Manajerial; dan Komunikasi Lintas Koordinasi!)
Kamu kok tidak ingat berapa jumlah pemasang iklan hingga Jumat lalu? (Hihi.. tersindir nih.. ngakunya pakai BB, kok teutep ga update)
Kenapa kamu belum mulai membuat partitur? (hei! sekarang pihak yang terkait belum kasih on hands order, dah ditanya lho, sehingga pihak kami belum bisa memastikan jumlah space kosong untuk kami garap).
Kenapa...... (Ih, waktu itu Anda langsung berkata demikian, sekarang kok lempar kesalahan di gw...)
Anda kan Jenderal bermukim di dalam benteng pertahanan, sementara Saya si Panglima di lapangan. Jadi siapa yang lebih tahu medan perang????
Siap, ga siap, Saya harus siap menang perang, membawa bintang tanda jasa untuk Anda.
(Pelajaran kupetik : Siapkan Data; Sikap Manajerial; dan Komunikasi Lintas Koordinasi!)
Saturday, April 18, 2009
Hakuna Matata
Did you know :
40% of your worries may never happen
30% of your worries are about past events and nothing can be done about them
10% of your worries are about petty things
12% of your worries are about your health or diet, your weight, etc. and will only aggravate the situation
So : STOP WORRYING TODAY!
(Source : Raffles HealthNews – a Publication Magazine by Raffles Medical Group Singapore)
**
Film kartun produksi Walt Disney pada pertengahan 90-an, Lion King, memuat kalimat yang saat ini kujadikan tagline hidup. ”Hakuna Matata” yang artinya lebih kurang ”Tak Perlu Khawatir”.
Jalani saja : every journey has the end….every step has the finish line to stop. Every problem has the way to solve.
**
Hakuna Matata! What a wonderful phrase
Hakuna Matata! Ain't no passing craze
It means no worries for the rest of your days
It's our problem-free philosophy
Hakuna Matata!
Hakuna Matata?
Yeah. It's our motto!
What's a motto?
Nothing. What's a-motto with you?
Those two words will solve all your problems
...
...
Hakuna Matata! What a wonderful phrase
Hakuna Matata! Ain't no passing craze
It means no worries for the rest of your days
It's our problem-free philosophy
Hakuna Matata!
(Lirik lagu “Hakuna Matata” yang musiknya digarap oleh Elton John, dan lirik oleh Tim Rice --- dalam film terjalin sebagai dialog antara Timon, Pumbaa dan Simba)
40% of your worries may never happen
30% of your worries are about past events and nothing can be done about them
10% of your worries are about petty things
12% of your worries are about your health or diet, your weight, etc. and will only aggravate the situation
So : STOP WORRYING TODAY!
(Source : Raffles HealthNews – a Publication Magazine by Raffles Medical Group Singapore)
**
Film kartun produksi Walt Disney pada pertengahan 90-an, Lion King, memuat kalimat yang saat ini kujadikan tagline hidup. ”Hakuna Matata” yang artinya lebih kurang ”Tak Perlu Khawatir”.
Jalani saja : every journey has the end….every step has the finish line to stop. Every problem has the way to solve.
**
Hakuna Matata! What a wonderful phrase
Hakuna Matata! Ain't no passing craze
It means no worries for the rest of your days
It's our problem-free philosophy
Hakuna Matata!
Hakuna Matata?
Yeah. It's our motto!
What's a motto?
Nothing. What's a-motto with you?
Those two words will solve all your problems
...
...
Hakuna Matata! What a wonderful phrase
Hakuna Matata! Ain't no passing craze
It means no worries for the rest of your days
It's our problem-free philosophy
Hakuna Matata!
(Lirik lagu “Hakuna Matata” yang musiknya digarap oleh Elton John, dan lirik oleh Tim Rice --- dalam film terjalin sebagai dialog antara Timon, Pumbaa dan Simba)
Wednesday, April 15, 2009
Menanti
: Di Sini Tepi Tanpamu
Kunanti kau di sudut bangku
hingga dentang dua belas kali berbunyi
Walau daku dikutuk jadi labu
Setia kutunggu hingga langit bumi beradu
Kunanti kau di sudut bangku
hingga dentang dua belas kali berbunyi
Walau daku dikutuk jadi labu
Setia kutunggu hingga langit bumi beradu
Tentang Rindu Ini
Selalu ada puisi dalam rindu mendekap
Ada rentang dalam kisah tertunda
Semua menyatukan kita dalam selemparan jarak
Lalu kisah kita hantarkan saat rindu ini melebur
Tak usah cerita soal mimpi buruk mencabik
Sajikan senyum termanis meski kaki menjejak kerikil bimbang
Rindu ini terlalu cair untuk waktu yang beku
***
Aku Ingin Mencintaimu Sepenuh Hati – fase 2
Rangkul diri ini dalam gelombang memeluk
Saat kilau mata tak berbicara senyum pun tak terkata
Pasrahkan diri teraduk dalam biduk kau unjuk
Takluk diriku dalam rasa bertabur percaya
Jakarta, 14 April 2009
Ada rentang dalam kisah tertunda
Semua menyatukan kita dalam selemparan jarak
Lalu kisah kita hantarkan saat rindu ini melebur
Tak usah cerita soal mimpi buruk mencabik
Sajikan senyum termanis meski kaki menjejak kerikil bimbang
Rindu ini terlalu cair untuk waktu yang beku
***
Aku Ingin Mencintaimu Sepenuh Hati – fase 2
Rangkul diri ini dalam gelombang memeluk
Saat kilau mata tak berbicara senyum pun tak terkata
Pasrahkan diri teraduk dalam biduk kau unjuk
Takluk diriku dalam rasa bertabur percaya
Jakarta, 14 April 2009
Tuesday, April 14, 2009
Air di Musim Penghujan
Tahun kelahiranku berunsur kayu, di bawah naungan zodiak berelemen Yin. Simbol Yin adalah air, kontradiksi dengan Yang bersimbol api.
Dalam teori unsur Cina, Air menghasilkan Kayu. Dan berarti pula, Kayu melemahkan Air yang melemahkan Logam, yang melemahkan Tanah, yang melemahkan Api yang melemahkan Kayu.
Sementara dalam alur berpikirku, ”Air melapukkan Kayu”. Sebagai contoh, lihat saja, langit-langit rumah yang bergelombang dan menganga akibat deraan hujan. Contoh lainnya batu besar bakal pecah akibat tetesan air terus-menerus.
Dan, entah mengapa air seolah mengikutiku. Saat baru lahir dalam hitungan hari dan minggu, saya harus mengungsi ke hotel di kawasan Candi gara-gara kota Semarang dilanda banjir rob.
Saya tumbuh besar di Bogor. Saya cinta kota ini, tapi tidak suka dengan curah hujannya yang tinggi. Lembab. Dinginnya kadang membuat saya harus meringkuk berselimut tebal di ranjang, di lain waktu kadang hidungku yang mengulah dengan mengeluarkan semacam bunyi ringkikan. Bukan bengek. Semula saya kira ini sinusitis, tapi ternyata lebih tepatnya alergi dingin. Dokter THT mengatakan ini akibat tulang hidungku yang sedikit bengkok. Terlihat normal dari luar, tapi dari hasil rontgen tulang, itu ibarat palang pintu setengah tertutup (atau setengah terbuka... tergantung dari mana sudut pandangmu) untuk sirkulasi udara.
Zaman kuliah pun pernah mengalami banjir di kamar kos. Saat itu saya mahasiswa dan baru pertama kali melanglang ke daerah Jakarta Barat sehingga memutuskan perlu menyewa sebuah kamar kos di jalan Dr. Muwardi. Apalagi, kuliah di semester pertama banyak mata kuliah dan praktikum di jam pagi.
Lalu, awal tahun ini kamar kos-ku bocor. Malam hari saya harus menyelamatkan barang sejauh mungkin dari tetesan air yang menitik kecil namun melaju pasti.
Yin berkonotasi terhadap feminin, hitam,dan bersifat pasif. Sepertinya sesuai dengan sifatku yang melankolis dan enggan berkonfrontasi. Mungkin pula sebagai pembenaran diri bahwa : kadang cara terbaik menikmati hidup adalah mengikuti gejolak hidup bagai air mengalir.
(Coretan ini dibuat pada : 17 Januari 2009.... ternyata baru selesai sekarang)
Gambar dikutip dari : www.zcache.com)
Dalam teori unsur Cina, Air menghasilkan Kayu. Dan berarti pula, Kayu melemahkan Air yang melemahkan Logam, yang melemahkan Tanah, yang melemahkan Api yang melemahkan Kayu.
Sementara dalam alur berpikirku, ”Air melapukkan Kayu”. Sebagai contoh, lihat saja, langit-langit rumah yang bergelombang dan menganga akibat deraan hujan. Contoh lainnya batu besar bakal pecah akibat tetesan air terus-menerus.
Dan, entah mengapa air seolah mengikutiku. Saat baru lahir dalam hitungan hari dan minggu, saya harus mengungsi ke hotel di kawasan Candi gara-gara kota Semarang dilanda banjir rob.
Saya tumbuh besar di Bogor. Saya cinta kota ini, tapi tidak suka dengan curah hujannya yang tinggi. Lembab. Dinginnya kadang membuat saya harus meringkuk berselimut tebal di ranjang, di lain waktu kadang hidungku yang mengulah dengan mengeluarkan semacam bunyi ringkikan. Bukan bengek. Semula saya kira ini sinusitis, tapi ternyata lebih tepatnya alergi dingin. Dokter THT mengatakan ini akibat tulang hidungku yang sedikit bengkok. Terlihat normal dari luar, tapi dari hasil rontgen tulang, itu ibarat palang pintu setengah tertutup (atau setengah terbuka... tergantung dari mana sudut pandangmu) untuk sirkulasi udara.
Zaman kuliah pun pernah mengalami banjir di kamar kos. Saat itu saya mahasiswa dan baru pertama kali melanglang ke daerah Jakarta Barat sehingga memutuskan perlu menyewa sebuah kamar kos di jalan Dr. Muwardi. Apalagi, kuliah di semester pertama banyak mata kuliah dan praktikum di jam pagi.
Lalu, awal tahun ini kamar kos-ku bocor. Malam hari saya harus menyelamatkan barang sejauh mungkin dari tetesan air yang menitik kecil namun melaju pasti.
Yin berkonotasi terhadap feminin, hitam,dan bersifat pasif. Sepertinya sesuai dengan sifatku yang melankolis dan enggan berkonfrontasi. Mungkin pula sebagai pembenaran diri bahwa : kadang cara terbaik menikmati hidup adalah mengikuti gejolak hidup bagai air mengalir.
(Coretan ini dibuat pada : 17 Januari 2009.... ternyata baru selesai sekarang)
Gambar dikutip dari : www.zcache.com)
Aku Ingin Mencintaimu Sepenuh Hati
Aku ingin mencintaimu sepenuh hati
Bersama lekuk bidang dalam senyum mentari
Aku menyayangimu bagai buih di laut
menyelam samudra menikmati geliat ombak
Menelan asin garam, merintih tergores karang
Pasrah berputar-putar dalam riak samudra
Jakarta, 15 februari 2009
Bersama lekuk bidang dalam senyum mentari
Aku menyayangimu bagai buih di laut
menyelam samudra menikmati geliat ombak
Menelan asin garam, merintih tergores karang
Pasrah berputar-putar dalam riak samudra
Jakarta, 15 februari 2009
Bongkah Hati
Monday, April 13, 2009
Jadi Golput di Negeri Seberang
Saya tidak tahu mau milih siapa di Pemilu 9 April 2009. Tapi yang pasti, saya berencana menggunakan Hak Pilih alias tidak mau golput.
Dari Selasa (7/4) hingga Kamis (9/4), saya pergi ke Singapura atas tugas kantor. Kamis siang usai meeting di Mercure Roxy Hotel, saya naik taksi melesat ke KBRI di Singapura yang letaknya di Chatsworth. Sesampainya di sana, auch! Saya sudah terlambat. Election day closed at 3.00 PM, sementara saya sampai di sana jam 3.40 PM. Dan di belakang saya berhenti pula taksi berisi keluarga (2 putra dan ibu) yang mengalami nasib sama.
Tak sampai semenit, di belakangnya datang lagi taksi dengan seorang kakek sebagai penumpang di dalamnya. Pasti mereka berniat sama seperti saya, “Want to be a good citizen”.
Aih! Saya kok kayak the truly Indonesian people : jam karet. Telat -padahal hanya- 35-40 menit! Dan sniff.. melayang pula uang saya sebesar S$10 plus 40 sen untuk bayar taksi dari East Coast Park menuju Chatsworth. (Saya jadi membayangkan dengan uang tersebut saya bisa membeli kaus Singapura seharga antara S$7 - 12 di Mustafa Centre. Atau tas eco-friendly di Metro, atau apapun lah di Takasimaya supaya menenteng tas belanja berbahan kertas yang bisa dipakai ulang menunjukkan kita sudah pernah mampir di tempat -yang katanya- the must shop you have to go when you’re in Singapore lah..).
Batal men-contreng dan gagal memiliki pengalaman ikut pemilihan umum di negeri seberang, saya pun berlalu dari Kedutaan. Destinasi berikutnya : ke rumah tante saya. Hmmm... lucky me! Di sana sudah menanti kue muffin (hmmm masih anget-anget baru keluar dari dalam microwave) disajikan bersama kopi susu hangat. Ganti baju, melemaskan kaki lalu sambil menikmati kudapan tersebut, Benji, anjing jenis beagle peliharaan tante saya, tidur manis di bawah kaki saya.
Ngobrol sama Siti, pembantu RT di rumah tante, dia mengatakan ikut pemilihan umum via pos. Lha? Apaan tuh? Berdasarkan cerita mbak Siti, sebatas masih kuingat, ia menerima surat suara dari kantor kedutaan yang bisa dicontreng di rumah dan dikirimkan kembali via kantor pos. Ada batas waktu 10 hari pengembalian via pos (CMIIW)... Ah ya sudahlah.... lebih baik pikirkan saja bagaimana menikmati extend yang baik di Negeri Singa :-)
Dari Selasa (7/4) hingga Kamis (9/4), saya pergi ke Singapura atas tugas kantor. Kamis siang usai meeting di Mercure Roxy Hotel, saya naik taksi melesat ke KBRI di Singapura yang letaknya di Chatsworth. Sesampainya di sana, auch! Saya sudah terlambat. Election day closed at 3.00 PM, sementara saya sampai di sana jam 3.40 PM. Dan di belakang saya berhenti pula taksi berisi keluarga (2 putra dan ibu) yang mengalami nasib sama.
Tak sampai semenit, di belakangnya datang lagi taksi dengan seorang kakek sebagai penumpang di dalamnya. Pasti mereka berniat sama seperti saya, “Want to be a good citizen”.
Aih! Saya kok kayak the truly Indonesian people : jam karet. Telat -padahal hanya- 35-40 menit! Dan sniff.. melayang pula uang saya sebesar S$10 plus 40 sen untuk bayar taksi dari East Coast Park menuju Chatsworth. (Saya jadi membayangkan dengan uang tersebut saya bisa membeli kaus Singapura seharga antara S$7 - 12 di Mustafa Centre. Atau tas eco-friendly di Metro, atau apapun lah di Takasimaya supaya menenteng tas belanja berbahan kertas yang bisa dipakai ulang menunjukkan kita sudah pernah mampir di tempat -yang katanya- the must shop you have to go when you’re in Singapore lah..).
Batal men-contreng dan gagal memiliki pengalaman ikut pemilihan umum di negeri seberang, saya pun berlalu dari Kedutaan. Destinasi berikutnya : ke rumah tante saya. Hmmm... lucky me! Di sana sudah menanti kue muffin (hmmm masih anget-anget baru keluar dari dalam microwave) disajikan bersama kopi susu hangat. Ganti baju, melemaskan kaki lalu sambil menikmati kudapan tersebut, Benji, anjing jenis beagle peliharaan tante saya, tidur manis di bawah kaki saya.
Ngobrol sama Siti, pembantu RT di rumah tante, dia mengatakan ikut pemilihan umum via pos. Lha? Apaan tuh? Berdasarkan cerita mbak Siti, sebatas masih kuingat, ia menerima surat suara dari kantor kedutaan yang bisa dicontreng di rumah dan dikirimkan kembali via kantor pos. Ada batas waktu 10 hari pengembalian via pos (CMIIW)... Ah ya sudahlah.... lebih baik pikirkan saja bagaimana menikmati extend yang baik di Negeri Singa :-)
Monday, April 06, 2009
Karma
Kaka……: eno bogooooooorrrrrrrrr
Me: iyaaaaaaaaaaaaa
Kaka……: lg ngapain buuuuuuukkkkkk.......
Me: biasa deh.. update antivirus. ugh besok dah kerja lagi ya
Me : lagi ngapain? siapin berita besok?
Kaka.......: yup...........supersib nih...... reporter pade bandelllllllllllll
Me: pada ga masuk ya? jd teringet saat dirimu jd reporter?
Kaka..... : iya.........karma kallliiiiiiiiiiiii he he he
Me: hehehe
Ini cuplikan chat antara Saya dengan "Kaka" yang bukan Kaka pemain bola Brasil yang sedang merumput di AC Milan. Namun kesamaan keduanya adalah semangatnya -satu semangat ngejar bola, yang teman saya ini semangat ngejar berita- buktinya teman saya ini sudah naik posisi jadi Redaktur, sementara saya menyingkir dari dunia kewartawanan dan beralih jadi Tukang Nulis.
Obrolan ranah maya ini terjadi Minggu malam. Para pekerja media harian, seperti wartawan, redaktur, fotografer, hingga anak disain yang bertanggung jawab di bagian layout, umumnya bekerja dan masuk kantor pada Minggu. Karena mereka menyiapkan berita untuk koran terbit Senin.
Nah, bagi kami (saya, Kaka, dan teman wartawan lainnya) kadang atau beberapa kali terjadi bahwa Minggu menjadi hari ”paceklik berita”. Kerja mencari berita bagi wartawan harian terjadi antara Senin sampai Jumat. Syukur banget jika pada hari sebelumnya, Jumat, kami memperoleh berita yang bisa ’disimpan’ untuk tayang Senin. Tapi kalau momen liputan itu ramai-ramai dengan wartawan media lain atau merupakan isu hangat tentu hasil pencarian berita di hari Jumat tak bisa ’ditabung’ untuk Ahad nanti.
Salah satu poin berita adalah "kebaruan", jadi dari hasil liputan menjelang weekend kami tambahkan dengan komentar atau dari narasumber lain (bisa pengamat, ahli, atau cross opinion dari sumber terkait). Nah masalah lain jika narasumber tak bisa dihubungi di hari yang galibnya sebagai hari libur. Makanya, beberapa dari kami kadang punya narasumber favorit karena bisa dihubungi kapan saja dan tidak pelit kasih statement hehehe... Lebih baik lagi jika memang kami punya persediaan...tapi itu kan idealnya?! Seringkali selama sepekan itu sudah pusing dengan ”berita kejar hari ini tayang hari esok” ketimbang menyimpan berita.
Belum lagi godaan lain, misalkan melihat teman, saudara dsb yang memang hari Minggu libur. Duh.. tidur di rumah atau enakan jalan-jalan (Ka, jadi mencoba ingat-ingat siapa yaa yang sering nonton sama pacarnya dulu, setelah itu baru ke kantor??? Hehe....)!
Ga heran pula ada yang ngakalin ngetik di hari Sabtu dan ga nongol di hari Minggu. Keuntungan cara tersebut : bisa berakhir pekan dengan santai, ga ketemu sama bos (Redaktur), dan matikan ponsel supaya ga bisa dihubungi sama orang kantor hahaha....
Anehnya pula kondisi tubuh tiba-tiba sering drop di akhir pekan. Demam, meriang, sakit perut, dsb akhirnya absen tidak masuk kantor. Nah, kalau sudah begini, serahkan pada Redaktur untuk kelimpungan mengisi halaman...haha, makanya ini yang antara Saya dan Kaka diskusikan sebagai ”Karma” ketika dia sudah pada posisi Redaktur.
Tulisan ini bukan bermaksud membuka pikiran ’nakal’ dari junior lho...Yah, that's reality ketika kamu bergelut menjadi wartawan media harian bahkan reporter televisi. Ketika jadwal kerja kamu ber-anomali dengan jadwal kerja umumnya orang.
”Itulah minggu....kadang bawa kesenangan kadang bawa kesusahan..........tapi ga papa kan, masih bs dihandle???” begitu kata Kaka.
Yap, saya sih yakin temanku ini bukan redaktur yang cuma sekadar terima berita dari anak buah. Tapi masih semangat cari berita dan menjalin relasi dengan narasumber supaya tetap ter-update isu di lapangan.
Me: iyaaaaaaaaaaaaa
Kaka……: lg ngapain buuuuuuukkkkkk.......
Me: biasa deh.. update antivirus. ugh besok dah kerja lagi ya
Me : lagi ngapain? siapin berita besok?
Kaka.......: yup...........supersib nih...... reporter pade bandelllllllllllll
Me: pada ga masuk ya? jd teringet saat dirimu jd reporter?
Kaka..... : iya.........karma kallliiiiiiiiiiiii he he he
Me: hehehe
Ini cuplikan chat antara Saya dengan "Kaka" yang bukan Kaka pemain bola Brasil yang sedang merumput di AC Milan. Namun kesamaan keduanya adalah semangatnya -satu semangat ngejar bola, yang teman saya ini semangat ngejar berita- buktinya teman saya ini sudah naik posisi jadi Redaktur, sementara saya menyingkir dari dunia kewartawanan dan beralih jadi Tukang Nulis.
Obrolan ranah maya ini terjadi Minggu malam. Para pekerja media harian, seperti wartawan, redaktur, fotografer, hingga anak disain yang bertanggung jawab di bagian layout, umumnya bekerja dan masuk kantor pada Minggu. Karena mereka menyiapkan berita untuk koran terbit Senin.
Nah, bagi kami (saya, Kaka, dan teman wartawan lainnya) kadang atau beberapa kali terjadi bahwa Minggu menjadi hari ”paceklik berita”. Kerja mencari berita bagi wartawan harian terjadi antara Senin sampai Jumat. Syukur banget jika pada hari sebelumnya, Jumat, kami memperoleh berita yang bisa ’disimpan’ untuk tayang Senin. Tapi kalau momen liputan itu ramai-ramai dengan wartawan media lain atau merupakan isu hangat tentu hasil pencarian berita di hari Jumat tak bisa ’ditabung’ untuk Ahad nanti.
Salah satu poin berita adalah "kebaruan", jadi dari hasil liputan menjelang weekend kami tambahkan dengan komentar atau dari narasumber lain (bisa pengamat, ahli, atau cross opinion dari sumber terkait). Nah masalah lain jika narasumber tak bisa dihubungi di hari yang galibnya sebagai hari libur. Makanya, beberapa dari kami kadang punya narasumber favorit karena bisa dihubungi kapan saja dan tidak pelit kasih statement hehehe... Lebih baik lagi jika memang kami punya persediaan...tapi itu kan idealnya?! Seringkali selama sepekan itu sudah pusing dengan ”berita kejar hari ini tayang hari esok” ketimbang menyimpan berita.
Belum lagi godaan lain, misalkan melihat teman, saudara dsb yang memang hari Minggu libur. Duh.. tidur di rumah atau enakan jalan-jalan (Ka, jadi mencoba ingat-ingat siapa yaa yang sering nonton sama pacarnya dulu, setelah itu baru ke kantor??? Hehe....)!
Ga heran pula ada yang ngakalin ngetik di hari Sabtu dan ga nongol di hari Minggu. Keuntungan cara tersebut : bisa berakhir pekan dengan santai, ga ketemu sama bos (Redaktur), dan matikan ponsel supaya ga bisa dihubungi sama orang kantor hahaha....
Anehnya pula kondisi tubuh tiba-tiba sering drop di akhir pekan. Demam, meriang, sakit perut, dsb akhirnya absen tidak masuk kantor. Nah, kalau sudah begini, serahkan pada Redaktur untuk kelimpungan mengisi halaman...haha, makanya ini yang antara Saya dan Kaka diskusikan sebagai ”Karma” ketika dia sudah pada posisi Redaktur.
Tulisan ini bukan bermaksud membuka pikiran ’nakal’ dari junior lho...Yah, that's reality ketika kamu bergelut menjadi wartawan media harian bahkan reporter televisi. Ketika jadwal kerja kamu ber-anomali dengan jadwal kerja umumnya orang.
”Itulah minggu....kadang bawa kesenangan kadang bawa kesusahan..........tapi ga papa kan, masih bs dihandle???” begitu kata Kaka.
Yap, saya sih yakin temanku ini bukan redaktur yang cuma sekadar terima berita dari anak buah. Tapi masih semangat cari berita dan menjalin relasi dengan narasumber supaya tetap ter-update isu di lapangan.
Wednesday, April 01, 2009
Aku vs Kamu
Ketika Aku-Kamu semakin berjarak
Aku melihat lengkung senyummu di antara awan
Terpetakan dalam biru langit
Bersama sekerat hati semakin merindu
Ada beribu kisah terlalui, selalu kembali ke Kamu
Sepertinya kita tengah dalam satu siklus
Melingkar berputar berakhir di Kamu
Mungkin Kamu perlu memegang kunci pembuka pintu hati
Seseorang di dalam bakal menyambutmu
Ia duduk termenung menghitung waktu terbawa angin
Saat Kamu datang Ia tergagap menyapa,
”Mau...maukah Kamu....menemani Aku...hingga... ujung .... senja...nanti?”
Jakarta, Februari 2009
Aku melihat lengkung senyummu di antara awan
Terpetakan dalam biru langit
Bersama sekerat hati semakin merindu
Ada beribu kisah terlalui, selalu kembali ke Kamu
Sepertinya kita tengah dalam satu siklus
Melingkar berputar berakhir di Kamu
Mungkin Kamu perlu memegang kunci pembuka pintu hati
Seseorang di dalam bakal menyambutmu
Ia duduk termenung menghitung waktu terbawa angin
Saat Kamu datang Ia tergagap menyapa,
”Mau...maukah Kamu....menemani Aku...hingga... ujung .... senja...nanti?”
Jakarta, Februari 2009
Satu Purnama Hadir
Subscribe to:
Posts (Atom)