Jumat ini ada yang bikin bahagia.
Sebelumnya, order pembuatan advertorial dengan deadline yang mepet :
Rabu - konfirmasi pemasangan iklan (nyampai ke saya dan baru malam itu saya bikin konsep)
Kamis siang - wawancara
Kamis sore - olah tulisan dan kirim draft materi iklan
Jumat siang - klien tsbt sudah approval.
Kalimat paling gw suka di Jumat siang yang penuh urusan :
"Sip, Accepted! Bungkus...."
Makasih Pak, untuk kerjasamanya.
Hehe.. saya bisa segera pindah pikiran ke tugas berikutnya : bakal berangkat tugas ke luar negeri Senin pekan depan, sementara rapat dan persiapan materi baru Jumat sore ini.
Gara-gara deadline yang mepet, saya justru terpacu untuk kerja-cerdas dan untung juga klien-nya kooperatif:
1. Sebelum hari wawancara, klien sudah memberikan bahan penulisan. Selembar kertas press release. Tuh kan, terkadang 'banyak' bahan belum tentu lebih baik ketimbang 'sedikit'.
2. Tapi sebenarnya bukan di jumlah bahan. Tapi yang lebih penting, klien memang sudah menjelaskan FOKUS UTAMA dari isi tulisan advertorial yang ingin ia kemukakan kepada pembaca.
3. Ketika datang ke tempat klien, sebelumnya saya sudah punya KONSEP AWAL isi advertorial seperti apa, sehingga saat wawancara saya tinggal bertanya untuk melengkapi artikel.
4. Selain wawancara tatap muka sekalian sesi pemotretan
Ohya, saya jadi membenarkan peribahasa "Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, senang-senang kemudian."
Saya sempat menyebutkan nama penghuni pusat primata Smutzer dan kambing di hari Kamis kemarin gara-gara satu hal. Nah, Jumat ini...masih sibuk browsing sih..tapi setidaknya saya bisa berkata : Malay, here I come :)
* Psst, kalau nanti ada "episode kambing, domba, babon seri ke-2" pasca balik dari luar negeri, yah urusan nanti ya :)
Friday, January 30, 2009
Thursday, January 29, 2009
Belajar Membuat Tulisan Pendidikan
Agghh!
Ini baru awal tahun.
Rasanya ingin teriak, ”Gw kan masih baru di bidang ini. Tapi, kok sudah disuruh tancap gas, persneling gigi-3?”
Tahun baru mendapat penambahan job desk, bisa dikata pembelajaran hal yang benar-benar baru karena sebelumnya pernah meliput bidang ini, yaitu membuat Tulisan/Iklan Pendidikan. Contohnya, membuat advertorial kampus atau program perguruan tinggi.
Yang jelas, kini saya sedang ’terpatah-patah’ belajar tentang :
- Isu pendidikan. Narasumbernya tentu multidimensi karena berarti dari seluruh stakeholders pendidikan: pelaku pasar (sekolah, kampus, rektor, dekan dsb), pemerintah (Departemen Pendidikan Nasional), dan masyarakat (termasuk pemerhati pendidikan).
- Menemukan istilah-istilah baru dan harus tahu artinya. Seperti : SPMB, SNMPTN, atau PAUD.
- Jadi pendengar yang baik bagi kakak2 perempuanku, serta teman-teman berstatus ibu-bapak untuk mengetahui kapan kenaikan kelas anak SD s/d SMU, musim penerimaan mahasiswa baru dll. Ini cara (istilah para wartawan) memahami isu yang terjadi di lapangan kan?!
Sebelumnya, menurutku pribadi, saya cukup sukses menggarap Iklan Apparel. Salah satu cara memulai ide tulisan adalah dengan menempatkan diri sebagai pembaca. Dengan posisi itu, kita sebagai Copywriter tentu punya EQ untuk memahami informasi yang dibutuhkan oleh pembaca. Bisa jadi itu merupakan : kenyamanan, kemewahan, desain produk, style, atau where to buy.
Tapi –jujur- saat ini saya pusing. Saking pusingnya, sampai-sampai lebih sanggup menuliskan blog ketimbang menyelesaikan kerja.....
Hari ini saya sedang jungkir balik mengerjakan Suplemen Pendidikan, as project officer on her first duty supaya tidak malu-maluin.....setelah deadline Jum’at ini, saya langsung pindah ’jiwa dan raga’ ke negeri jiran untuk seminggu ke depan, kemudian mendarat lagi untuk mengerjakan Tulisan Pendidikan Informal.
Saya bergumam, berupaya memotivasi diri, ”Pekerjaan (menulis) kan kamu sukai... Bekerja dengan cinta ya... Semua bisa kamu kerjakan dengan baik kok....”
Thanks juga untuk semangat kerjasama dan koordinasi dari para AE, tim penulis, fotografer, desain, dan tim trafik. (Ohya, thx untuk office boy yang beliin makanan jam 8 malam..gara-gara baru sadar belum makan setelah badan keringat dingin.. aih ga jadi kurus deh :p ..plus ditemani kopi susu instan bercangkir-cangkir dan Silver Queen fruit & nuts. nah lho! gimana mau langsing...).
Nantikan yaa... Majalah Tempo pada 2 Feb’09. Itu bakal jadi pembuktian hasil kerja perdanaku.... :)
Ini baru awal tahun.
Rasanya ingin teriak, ”Gw kan masih baru di bidang ini. Tapi, kok sudah disuruh tancap gas, persneling gigi-3?”
Tahun baru mendapat penambahan job desk, bisa dikata pembelajaran hal yang benar-benar baru karena sebelumnya pernah meliput bidang ini, yaitu membuat Tulisan/Iklan Pendidikan. Contohnya, membuat advertorial kampus atau program perguruan tinggi.
Yang jelas, kini saya sedang ’terpatah-patah’ belajar tentang :
- Isu pendidikan. Narasumbernya tentu multidimensi karena berarti dari seluruh stakeholders pendidikan: pelaku pasar (sekolah, kampus, rektor, dekan dsb), pemerintah (Departemen Pendidikan Nasional), dan masyarakat (termasuk pemerhati pendidikan).
- Menemukan istilah-istilah baru dan harus tahu artinya. Seperti : SPMB, SNMPTN, atau PAUD.
- Jadi pendengar yang baik bagi kakak2 perempuanku, serta teman-teman berstatus ibu-bapak untuk mengetahui kapan kenaikan kelas anak SD s/d SMU, musim penerimaan mahasiswa baru dll. Ini cara (istilah para wartawan) memahami isu yang terjadi di lapangan kan?!
Sebelumnya, menurutku pribadi, saya cukup sukses menggarap Iklan Apparel. Salah satu cara memulai ide tulisan adalah dengan menempatkan diri sebagai pembaca. Dengan posisi itu, kita sebagai Copywriter tentu punya EQ untuk memahami informasi yang dibutuhkan oleh pembaca. Bisa jadi itu merupakan : kenyamanan, kemewahan, desain produk, style, atau where to buy.
Tapi –jujur- saat ini saya pusing. Saking pusingnya, sampai-sampai lebih sanggup menuliskan blog ketimbang menyelesaikan kerja.....
Hari ini saya sedang jungkir balik mengerjakan Suplemen Pendidikan, as project officer on her first duty supaya tidak malu-maluin.....setelah deadline Jum’at ini, saya langsung pindah ’jiwa dan raga’ ke negeri jiran untuk seminggu ke depan, kemudian mendarat lagi untuk mengerjakan Tulisan Pendidikan Informal.
Saya bergumam, berupaya memotivasi diri, ”Pekerjaan (menulis) kan kamu sukai... Bekerja dengan cinta ya... Semua bisa kamu kerjakan dengan baik kok....”
Thanks juga untuk semangat kerjasama dan koordinasi dari para AE, tim penulis, fotografer, desain, dan tim trafik. (Ohya, thx untuk office boy yang beliin makanan jam 8 malam..gara-gara baru sadar belum makan setelah badan keringat dingin.. aih ga jadi kurus deh :p ..plus ditemani kopi susu instan bercangkir-cangkir dan Silver Queen fruit & nuts. nah lho! gimana mau langsing...).
Nantikan yaa... Majalah Tempo pada 2 Feb’09. Itu bakal jadi pembuktian hasil kerja perdanaku.... :)
Tuesday, January 27, 2009
C.a.p.e
Cape..cape...
Enggan mencoba lagi
Aku tak perlu berputar melawan jarum jam
Hanya untuk memastikan gunung itu tak layak didaki
Enggan mencoba lagi
Aku tak perlu berputar melawan jarum jam
Hanya untuk memastikan gunung itu tak layak didaki
Hampa
Mereka datang dan pergi
Masuk ke pintu tak terkunci
Silih berganti meninggalkan lirik
Tentang ada saat bersama lalu berpisah
Pintu itu masih ada
Tak terkunci meski tiada terbuka
Masih ada yang mau mengetuk?
Rasakan tusukan hampa melebur enggan kabur
Masuk ke pintu tak terkunci
Silih berganti meninggalkan lirik
Tentang ada saat bersama lalu berpisah
Pintu itu masih ada
Tak terkunci meski tiada terbuka
Masih ada yang mau mengetuk?
Rasakan tusukan hampa melebur enggan kabur
Sebidang Tanah
Sesama cucu Abraham ribut merebutkan seluas lahan,
Menagih janji Bapak akan sebidang tanah harapan,
ilusi mencari firdaus yang hilang,
Entah salah Bunda Hawa memetik buah terlarang.
Seorang anak cucu berdoa. ”Tuhan, hentikan pertikaian paman-pamanku. Mereka sesama manusia tercipta dari debu dan tanah.”
(Tuhan pasti juga bingung menjawab, karena Paman yang bertikai semua berdoa agar dimenangkan dalam perang)
Jika air tercurah dari langit penanda rezeki mengalir di tahun baru,
Jika hujan penanda segala kebaikan dan keberuntungan di musim baru,
Semoga hujan mampir di tanah silang sengkarut itu.
* Gong Xi Fat Cai 2560 *
Menagih janji Bapak akan sebidang tanah harapan,
ilusi mencari firdaus yang hilang,
Entah salah Bunda Hawa memetik buah terlarang.
Seorang anak cucu berdoa. ”Tuhan, hentikan pertikaian paman-pamanku. Mereka sesama manusia tercipta dari debu dan tanah.”
(Tuhan pasti juga bingung menjawab, karena Paman yang bertikai semua berdoa agar dimenangkan dalam perang)
Jika air tercurah dari langit penanda rezeki mengalir di tahun baru,
Jika hujan penanda segala kebaikan dan keberuntungan di musim baru,
Semoga hujan mampir di tanah silang sengkarut itu.
* Gong Xi Fat Cai 2560 *
Monday, January 19, 2009
Dengarkan Suara Tubuh
Cuaca Jakarta memang sedang jelek. Saya bisa menceritakan perilaku hujan selama seminggu ini sangat tidak manis bagi penduduk ibukota.
Hujan biasanya sudah terjadi di pagi hari, dilanjutkan siang yang mendung, lalu air terguyur dari langit di malam hari. Disertai pula angin kencang. Hmm, kapan cucianku kering?. Jakarta juga macet gara-gara air hujan meluap di jalan.
Cuaca memang bisa jadi kambing hitam penyebab daya tahan tubuh ambruk.
Tubuh memang tidak berteriak. Tapi ia mengeluarkan suara dalam bentuk isyarat : badan demam, meriang, tulang-tulang yang ngilu, dan mata berair.
Inspirasi tidak harus timbul saat kita kepepet. Tapi otak pun sudah tak sanggup berpikir jika kepalamu pusing dan mata lamur memandangi layar monitor.
Sudah dari seminggu lalu, tubuh sudah mengisyaratkan S.O.S istirahat sejenak. Bukan sekadar minum sirup obat batuk bebas 3x sehari (sesuai petunjuk di kemasan) sambil bekerja.
Memang batuk mereda, suhu tubuh kembali normal, namun ternyata hanya hibernasi sebelum bangkit dan mengganas. Lupa minum suplemen Vitamin C? Hmm iya sih... :(
Pergi ke dokter, diagnosa : radang tenggorokan. Sarannya? Istirahat yang cukup, hindari es dan goreng-gorengan. (Oh dokter! hidangan itu sih memang sudah dari dulu kuhindari gara-gara tenggorokan yang memang sensitif).
Saran teman saat mengetahui aku masih melek meski hari sudah jauh malam : kali aja cuaca dan aktifitas kamu yang bikin ketahanan tubuh kamu mencapai batasnya. .... Kali aja tubuh kamu benar-benar lelah, hanya saja dirimu yang tiada menyadarinya.
Thanks... maka saya pun menarik selimut, merebahkan badan, kemudian memejamkan mata. Tanpa memikirkan rencana yang belum direalisasikan, ada kerjaan yang mendekati tenggat, tak pula kupikirkan niat mengubah interior kamar. Hanya mendengarkan suara tubuh menyerukan kata ’istirahat’, dan aku pun terlelap. Zzzzzzzz...............
Hujan biasanya sudah terjadi di pagi hari, dilanjutkan siang yang mendung, lalu air terguyur dari langit di malam hari. Disertai pula angin kencang. Hmm, kapan cucianku kering?. Jakarta juga macet gara-gara air hujan meluap di jalan.
Cuaca memang bisa jadi kambing hitam penyebab daya tahan tubuh ambruk.
Tubuh memang tidak berteriak. Tapi ia mengeluarkan suara dalam bentuk isyarat : badan demam, meriang, tulang-tulang yang ngilu, dan mata berair.
Inspirasi tidak harus timbul saat kita kepepet. Tapi otak pun sudah tak sanggup berpikir jika kepalamu pusing dan mata lamur memandangi layar monitor.
Sudah dari seminggu lalu, tubuh sudah mengisyaratkan S.O.S istirahat sejenak. Bukan sekadar minum sirup obat batuk bebas 3x sehari (sesuai petunjuk di kemasan) sambil bekerja.
Memang batuk mereda, suhu tubuh kembali normal, namun ternyata hanya hibernasi sebelum bangkit dan mengganas. Lupa minum suplemen Vitamin C? Hmm iya sih... :(
Pergi ke dokter, diagnosa : radang tenggorokan. Sarannya? Istirahat yang cukup, hindari es dan goreng-gorengan. (Oh dokter! hidangan itu sih memang sudah dari dulu kuhindari gara-gara tenggorokan yang memang sensitif).
Saran teman saat mengetahui aku masih melek meski hari sudah jauh malam : kali aja cuaca dan aktifitas kamu yang bikin ketahanan tubuh kamu mencapai batasnya. .... Kali aja tubuh kamu benar-benar lelah, hanya saja dirimu yang tiada menyadarinya.
Thanks... maka saya pun menarik selimut, merebahkan badan, kemudian memejamkan mata. Tanpa memikirkan rencana yang belum direalisasikan, ada kerjaan yang mendekati tenggat, tak pula kupikirkan niat mengubah interior kamar. Hanya mendengarkan suara tubuh menyerukan kata ’istirahat’, dan aku pun terlelap. Zzzzzzzz...............
Friday, January 16, 2009
Belanja Oh.. Belanja
Ayo bicara soal Belanja.
Siapa yang tidak suka belanja? Hampir sebagian besar kaum perempuan menyukainya. Namun, saya tahu ada pula yang tidak suka. Dan saya bisa mencontohkan kakak saya sebagai sosok tidak doyan belanja atau ke mal. ”Malas... Cape ah,” begitu lebih kurang alasannya kalau saya dan saudara perempuan lainnya mau pergi.
Salah satu Resolusi atau lebih tepatnya Janji Pada Diri Sendiri yang saya langgar adalah : tidak belanja pakaian selama 2008, dan hanya mengandalkan sejumlah busana yang ada di lemari pakaian, gara-gara saya pernah menemukan sepotong kaus, beberapa potong bawahan atau rok yang belum pernah saya gunakan di antara tumpukan baju-baju di lemari.
Namun, niat itu tentu saja tak terealisasi. Hingga menutup lembar 2008, saya masih punya beberapa kaus terbungkus dalam plastik, dua pasang sepatu yang masih mulus. Terpana pula saya ketika merapikan lemari pakaian dan baru ingat kalau saya punya 1 potong rok jeans panjang. Beli di tahun lalu dan hanya kupakai 2 kali!
Menjelang tutup tahun, dengan niat awal hanya menemani teman masuk ke sebuah butik bermerek yang sedang mengadakan program diskon, saya pun larut berbelanja sepotong kaus ketat warna merah. Kusuka sembari berpikir, ”Kaus ini motivator diri untuk menurunkan berat badan.”
Dan semakin tidak ragu membeli helai baju yang lain ketika temanku berbisik, ”Kalau pakai kartu kredit XXXX-ku, dapat tambahan diskon 10%,” katanya. Dan akhirnya saya pun luruh dengan bisikan itu dan hakul yakin mencomot sepotong baju lengan panjang dari merek yang mirip nama buah.
Haha... ternyata gua termasuk golongan mabuk diskon. Saya jadi sempat berpikir, kartu kredit yang kumiliki ternyata mengecewakan. Karena memudahkan dalam hal nonton di bioskop, membeli kopi di kedai kopi dengan logo kehijauan, namun tidak menawarkan potongan harga jika digunakan saat berbelanja di butik busana impor yang memang lisensinya di Indonesia dipegang perusahaan yang juga punya bank yang mengeluarkan kartu kredit milik teman itu.
Welcome to plastic money, dear! Jika sejumlah perencana keuangan memberikan tips : pilih kartu kredit yang berbunga rendah, tidak menarik iuran tahunan di tahun pertama penggunaan, bla..bla.. maka saran Eno si tukang Belanja adalah pilih yang fasilitasnya sesuai kebutuhan.
Toh saya tidak perhatikan benar apakah kartu kredit keluaran B jujur tidak menarik iuran di tahun pertama. Karena niat awal untuk mencocokkan slip transaksi lama dan konfirmasi ke CS akhirnya terhapus dengan ’bayar saja...’.
Gesek kartu kreditmu jika toko buku memberikan diskon jika membeli buku dari penerbit tertentu, sekaligus perhatikan apakah kamu belanja di tanggalan yang tidak mendekati jatuh tempo dan cetak tagihan. Rugi booo... kan prinsip berkartu kredit adalah menunda pembayaran.
Atau cara Terbijak : lebih baik belanja dengan uang tunai, ketimbang besok lusa tidak rela mentransfer duit kamu ke dalam tagihan kartu kredit!
Atau catatan lain, pergilah belanja bersama teman yang tepat. Teman yang bisa mengingatkan kamu untuk berpikir ulang sebelum melakukan transaksi pembelian. Cara lain, pergilah berbelanja bareng teman yang bisa memberi saran pantas/tidaknya busana yang kamu mau beli untuk dirimu, atau teman yang tepat : Ini seperti yang terjadi ketika bersama mbak Evita –teman yang berbisik waktu itu- yang memiliki kartu kredit tepat di saat yang tepat. Lain waktu, kita belanja bareng lagi, ya mbak....
Ohya, atasan lengan panjang terbuat dari bahan kaus dengan turtle neck yang kubeli, kurasa bakal tepat dipakai ke kantor ber-AC. Apalagi, kalau dipadukan dengan blazer.. Btw, Eno, plz jujur.. Apakah kamu masih menyimpan blazer? Hehe... terakhir punya koleksi blazer ketika masih sibuk dengan sesi wawancara kerja. Rasanya blazer itu sudah tidak up-to-date, teronggok di lemari, dan sebagian besar sudah disumbangkan..... Hm, mungkin nanti saya perlu beli blazer baru..haha... Hidup Belanja!
Siapa yang tidak suka belanja? Hampir sebagian besar kaum perempuan menyukainya. Namun, saya tahu ada pula yang tidak suka. Dan saya bisa mencontohkan kakak saya sebagai sosok tidak doyan belanja atau ke mal. ”Malas... Cape ah,” begitu lebih kurang alasannya kalau saya dan saudara perempuan lainnya mau pergi.
Salah satu Resolusi atau lebih tepatnya Janji Pada Diri Sendiri yang saya langgar adalah : tidak belanja pakaian selama 2008, dan hanya mengandalkan sejumlah busana yang ada di lemari pakaian, gara-gara saya pernah menemukan sepotong kaus, beberapa potong bawahan atau rok yang belum pernah saya gunakan di antara tumpukan baju-baju di lemari.
Namun, niat itu tentu saja tak terealisasi. Hingga menutup lembar 2008, saya masih punya beberapa kaus terbungkus dalam plastik, dua pasang sepatu yang masih mulus. Terpana pula saya ketika merapikan lemari pakaian dan baru ingat kalau saya punya 1 potong rok jeans panjang. Beli di tahun lalu dan hanya kupakai 2 kali!
Menjelang tutup tahun, dengan niat awal hanya menemani teman masuk ke sebuah butik bermerek yang sedang mengadakan program diskon, saya pun larut berbelanja sepotong kaus ketat warna merah. Kusuka sembari berpikir, ”Kaus ini motivator diri untuk menurunkan berat badan.”
Dan semakin tidak ragu membeli helai baju yang lain ketika temanku berbisik, ”Kalau pakai kartu kredit XXXX-ku, dapat tambahan diskon 10%,” katanya. Dan akhirnya saya pun luruh dengan bisikan itu dan hakul yakin mencomot sepotong baju lengan panjang dari merek yang mirip nama buah.
Haha... ternyata gua termasuk golongan mabuk diskon. Saya jadi sempat berpikir, kartu kredit yang kumiliki ternyata mengecewakan. Karena memudahkan dalam hal nonton di bioskop, membeli kopi di kedai kopi dengan logo kehijauan, namun tidak menawarkan potongan harga jika digunakan saat berbelanja di butik busana impor yang memang lisensinya di Indonesia dipegang perusahaan yang juga punya bank yang mengeluarkan kartu kredit milik teman itu.
Welcome to plastic money, dear! Jika sejumlah perencana keuangan memberikan tips : pilih kartu kredit yang berbunga rendah, tidak menarik iuran tahunan di tahun pertama penggunaan, bla..bla.. maka saran Eno si tukang Belanja adalah pilih yang fasilitasnya sesuai kebutuhan.
Toh saya tidak perhatikan benar apakah kartu kredit keluaran B jujur tidak menarik iuran di tahun pertama. Karena niat awal untuk mencocokkan slip transaksi lama dan konfirmasi ke CS akhirnya terhapus dengan ’bayar saja...’.
Gesek kartu kreditmu jika toko buku memberikan diskon jika membeli buku dari penerbit tertentu, sekaligus perhatikan apakah kamu belanja di tanggalan yang tidak mendekati jatuh tempo dan cetak tagihan. Rugi booo... kan prinsip berkartu kredit adalah menunda pembayaran.
Atau cara Terbijak : lebih baik belanja dengan uang tunai, ketimbang besok lusa tidak rela mentransfer duit kamu ke dalam tagihan kartu kredit!
Atau catatan lain, pergilah belanja bersama teman yang tepat. Teman yang bisa mengingatkan kamu untuk berpikir ulang sebelum melakukan transaksi pembelian. Cara lain, pergilah berbelanja bareng teman yang bisa memberi saran pantas/tidaknya busana yang kamu mau beli untuk dirimu, atau teman yang tepat : Ini seperti yang terjadi ketika bersama mbak Evita –teman yang berbisik waktu itu- yang memiliki kartu kredit tepat di saat yang tepat. Lain waktu, kita belanja bareng lagi, ya mbak....
Ohya, atasan lengan panjang terbuat dari bahan kaus dengan turtle neck yang kubeli, kurasa bakal tepat dipakai ke kantor ber-AC. Apalagi, kalau dipadukan dengan blazer.. Btw, Eno, plz jujur.. Apakah kamu masih menyimpan blazer? Hehe... terakhir punya koleksi blazer ketika masih sibuk dengan sesi wawancara kerja. Rasanya blazer itu sudah tidak up-to-date, teronggok di lemari, dan sebagian besar sudah disumbangkan..... Hm, mungkin nanti saya perlu beli blazer baru..haha... Hidup Belanja!
Thursday, January 08, 2009
Berkhayal Liburan
Seandainya saya seorang Jumper. Konsentrasi, memejamkan mata, dan voila! pindahlah saya ke lokasi yang kumau.
Berjemur sambil makan siang di atas Sphinx, menyesap draught beer di salah satu bar di sudut London sambil flirting memandangi pria Inggris berwajah bak Colin Farrel, atau menonton pertandingan basket Knicks di deret depan.
Sayangnya, saya bukan Jumper. Perangkat teleporting pun masih antara isu, baru dikembangkan, atau malah belum dibuat dalam dunia iptek. Saya jadi berkhayal akibat menghayati pekerjaan dengan materi menyenangkan.
Materi berupa Hotel Tugu Lombok lengkap bersama foto-foto ciamik, menampilkan pantai, layout hotel dan pemandangan alam. Rilisnya saja sudah membuat saya membayangkan diri menjejak kaki di areal yang luasnya 6 hektare, samar-samar saya bisa mendengar debur ombak memecah pantai.
Seandainya, saya berlibur di sana, pagi harinya duduk di atas pasir pantai, dan sabar menyaksikan detik, menit, mentari mulai unjuk muka. Menghirup bau laut sudah jadi cara memabukkan yang nikmat.
Atau bisa jadi, saya bakal merenung sembari menatap Gunung Rinjani, salah satu gunung tertinggi di Indonesia. Lihat saja foto ”Sunrise from Mt. Rinjani” ini.
Haha.. ini gara-gara foto indah yang mereka punyai. Salut kepada fotografer yang jeli menangkap tone warna alam (langit, pantai, kehijauan tanaman).
Di luar hal itu, memang suatu keberuntungan bisa memotret daerah seperti Aceh, Lombok atau Bali yang udaranya masih jauh dari polutan industri. Tingginya jumlah kendaraan bermotor juga turut memburamkan biru langit, akibat asap knalpot yang dibuang.
Tenang, Eno, tenang... kamu sudah merencanakan destinasi liburan :-)
(Gambar : courtesy of Hotel Tugu Lombok / cek www.tuguhotels.com)
Berjemur sambil makan siang di atas Sphinx, menyesap draught beer di salah satu bar di sudut London sambil flirting memandangi pria Inggris berwajah bak Colin Farrel, atau menonton pertandingan basket Knicks di deret depan.
Sayangnya, saya bukan Jumper. Perangkat teleporting pun masih antara isu, baru dikembangkan, atau malah belum dibuat dalam dunia iptek. Saya jadi berkhayal akibat menghayati pekerjaan dengan materi menyenangkan.
Materi berupa Hotel Tugu Lombok lengkap bersama foto-foto ciamik, menampilkan pantai, layout hotel dan pemandangan alam. Rilisnya saja sudah membuat saya membayangkan diri menjejak kaki di areal yang luasnya 6 hektare, samar-samar saya bisa mendengar debur ombak memecah pantai.
Seandainya, saya berlibur di sana, pagi harinya duduk di atas pasir pantai, dan sabar menyaksikan detik, menit, mentari mulai unjuk muka. Menghirup bau laut sudah jadi cara memabukkan yang nikmat.
Atau bisa jadi, saya bakal merenung sembari menatap Gunung Rinjani, salah satu gunung tertinggi di Indonesia. Lihat saja foto ”Sunrise from Mt. Rinjani” ini.
Haha.. ini gara-gara foto indah yang mereka punyai. Salut kepada fotografer yang jeli menangkap tone warna alam (langit, pantai, kehijauan tanaman).
Di luar hal itu, memang suatu keberuntungan bisa memotret daerah seperti Aceh, Lombok atau Bali yang udaranya masih jauh dari polutan industri. Tingginya jumlah kendaraan bermotor juga turut memburamkan biru langit, akibat asap knalpot yang dibuang.
Tenang, Eno, tenang... kamu sudah merencanakan destinasi liburan :-)
(Gambar : courtesy of Hotel Tugu Lombok / cek www.tuguhotels.com)
Apple Macbook Sleeve dari Dunhill
Saat terpaksa menggunakan perangkat Macbook Apple milik teman, mulut saya justru lebih cepat mengeluarkan makian, ketimbang gerakan saya memencet keyboard.
.
Mulai dari kata : “Eh..”;”Gimana sih?”; ”Ups... rese!”; sampai.. ”Monyet!” ketika saya terpaksa menggunakan perangkat portable teman saya berlogo apel terkunyah itu. Saat itu, saya –sumpah! – memastikan diri tidak tertarik dengan Apple Macbook, dan memposisikan diri sebagai loyalis laptop berbasis PC.
Namun, tak bisa disangkal desain yang chic dan stylish membuat si apel terkunyah ini menjadi benda menggoda untuk dimiliki. Penggunanya bakal naik kelas masuk dalam jajaran Modern Upper Stylish Class: karena terlihat tahu selera, tahu teknologi, keren dipandang.
Dan sepertinya desainer dan brand kelas dunia menyadari kini gaya harus dikombinasikan dengan techie.
Contohnya, rancangan Kim Jones perdana untuk Alfred Dunhill, menyambut Musim Semi/Panas 2009. Ia terinspirasi gaya Dunhill di era 20-an dan 30-an, namun memadukan dengan semakin tingginya orang membutuhkan teknologi masa kini. Ia mengolah motif kulit ikan pari menjadi desain kantung (sleeve) Apple MacBook Air™ Laptop.
Bersama desain ikat pinggang baru, maka kantung laptop tersedia dalam 4 varian warna, yaitu raspberry red, tan, emerald green dan air force blue.
Pesan yang harus diingat : ikat pinggang tipis cocok digunakan bagi si perut ramping (jadi tahun ini semakin membenarkan tren Goodbye to Fat)… lalu kantung raspberry red memang look good. Harga? Mbuhhh….. Ga mau beli kok. Cuma pandangi dan nikmati saja foto berikut ini.
(Gambar dikutip dari : release Alfred Dunhill untuk Spring/Summer 2009 leather)
.
Mulai dari kata : “Eh..”;”Gimana sih?”; ”Ups... rese!”; sampai.. ”Monyet!” ketika saya terpaksa menggunakan perangkat portable teman saya berlogo apel terkunyah itu. Saat itu, saya –sumpah! – memastikan diri tidak tertarik dengan Apple Macbook, dan memposisikan diri sebagai loyalis laptop berbasis PC.
Namun, tak bisa disangkal desain yang chic dan stylish membuat si apel terkunyah ini menjadi benda menggoda untuk dimiliki. Penggunanya bakal naik kelas masuk dalam jajaran Modern Upper Stylish Class: karena terlihat tahu selera, tahu teknologi, keren dipandang.
Dan sepertinya desainer dan brand kelas dunia menyadari kini gaya harus dikombinasikan dengan techie.
Contohnya, rancangan Kim Jones perdana untuk Alfred Dunhill, menyambut Musim Semi/Panas 2009. Ia terinspirasi gaya Dunhill di era 20-an dan 30-an, namun memadukan dengan semakin tingginya orang membutuhkan teknologi masa kini. Ia mengolah motif kulit ikan pari menjadi desain kantung (sleeve) Apple MacBook Air™ Laptop.
Bersama desain ikat pinggang baru, maka kantung laptop tersedia dalam 4 varian warna, yaitu raspberry red, tan, emerald green dan air force blue.
Pesan yang harus diingat : ikat pinggang tipis cocok digunakan bagi si perut ramping (jadi tahun ini semakin membenarkan tren Goodbye to Fat)… lalu kantung raspberry red memang look good. Harga? Mbuhhh….. Ga mau beli kok. Cuma pandangi dan nikmati saja foto berikut ini.
(Gambar dikutip dari : release Alfred Dunhill untuk Spring/Summer 2009 leather)
Wednesday, January 07, 2009
Flu
Bangun pagi hari (Rabu, 7/1/09) dan... Alas!!
Badan terasa pegal-pegal. Tenggorokan kering. Cairan bening mulai meleleh dari lubang hidung, kondisi ini juga sering terjadi jika aku berada di temperatur rendah alias udara dingin. Tapi, saya tentu sudah paham membedakan kondisi badan antara 'alergi' dengan 'flu'.
Berarti saya juga mengabaikan sinyal dari tubuh, sehari sebelumnya, ketika badanku terasa demam plus mata berair.
Sudah flu di awal tahun? Hiyak! Padahal ”Hidup Sehat, Berolahraga Teratur” sudah termasuk dalam salah satu Resolusi 2009.
Meski selama 2 tahun terakhir ini aku menjadwalkan waktu untuk berenang ditambah aerobik di gym, namun seringkali kegiatan itu mengalah dari alasan sibuk, deadline, atau sejumlah pembenaran untuk tidak berolahraga.
Flu di awal tahun ini bisa jadi sebagai reaksi tubuh yang cape diajak begadang selama liburan : menonton film/baca buku sampai jauh malam, diteruskan bangun siang hari.
Badan pegal sebelumnya kuartikan sebagai badan ini sudah nagih berolahraga yang hampir sebulan ini tak kujalani. (Kecuali membereskan kamar termasuk kegiatan fisik yang mengucur keringat?).
Rasanya flu tidak pernah datang di waktu tepat. Termasuk ketika –kurasa- deadline dan sejumlah pekerjaan kantor baru menumpuk di awal tahun, tapi badan kamu sudah minta istirahat?!
Badan terasa pegal-pegal. Tenggorokan kering. Cairan bening mulai meleleh dari lubang hidung, kondisi ini juga sering terjadi jika aku berada di temperatur rendah alias udara dingin. Tapi, saya tentu sudah paham membedakan kondisi badan antara 'alergi' dengan 'flu'.
Berarti saya juga mengabaikan sinyal dari tubuh, sehari sebelumnya, ketika badanku terasa demam plus mata berair.
Sudah flu di awal tahun? Hiyak! Padahal ”Hidup Sehat, Berolahraga Teratur” sudah termasuk dalam salah satu Resolusi 2009.
Meski selama 2 tahun terakhir ini aku menjadwalkan waktu untuk berenang ditambah aerobik di gym, namun seringkali kegiatan itu mengalah dari alasan sibuk, deadline, atau sejumlah pembenaran untuk tidak berolahraga.
Flu di awal tahun ini bisa jadi sebagai reaksi tubuh yang cape diajak begadang selama liburan : menonton film/baca buku sampai jauh malam, diteruskan bangun siang hari.
Badan pegal sebelumnya kuartikan sebagai badan ini sudah nagih berolahraga yang hampir sebulan ini tak kujalani. (Kecuali membereskan kamar termasuk kegiatan fisik yang mengucur keringat?).
Rasanya flu tidak pernah datang di waktu tepat. Termasuk ketika –kurasa- deadline dan sejumlah pekerjaan kantor baru menumpuk di awal tahun, tapi badan kamu sudah minta istirahat?!
Saturday, January 03, 2009
Bunga Mekar dan Pudding Coklat (Part 1)
Awal tahun ini, saya boleh berbangga hati punya keberhasilan kecil di bidang yang identik perempuan : merawat bunga dan masak.
Ada teras kecil di depan kamar tidur saya. Dan hore! Tanaman yang diletakkan dalam pot-pot mungil sepanjang dinding teras itu, berbunga menjelang tutup tahun 2008.
Selama beberapa tahun belakangan, kamar tidurku menjadi ’hak milik’ keponakan. Mereka tidur dan bermain di kamar saya. Sekitar tiga bulan lalu (Agustus), kamar itu kembali menjadi proprietary pribadi saya. Nah, supaya tidak lengang sama sekali, maka di semacam bak sepanjang dinding teras diletakkan pot bunga.
Tidak sulit mencari tanaman yang bakal mengisi teras. Ibuku yang hobi membudidayakan dan memperbanyak tanaman, malah dengan senang hati membagi beberapa koleksinya. Berarti ada tempat untuk meletakkan pot anggrek, Sri Rejeki, dan tanaman sejenis Sansevieria.
Yang berbunga adalah Sri Rejeki. Ohya, secara pribadi saya sebut bunga lily. Ini berdasarkan ingatan ketika belajar Biologi di sekolah menengah dulu, sepertinya bentuk bunga Lily toh begitu. Namun Mama saya menyebutnya sebagai Sri Rejeki. Mungkin itu sebutan khas untuk bunga itu dari suatu daerah yang kadang berbeda dengan nama resminya dalam bahasa latin. Entahlah.. yang jelas, saya suka bentuk bunga itu.
Seandainya memiliki rumah pribadi dengan sepetak halaman hijau, saya bakal mencoba menyiangi bunga anyelir, mawar (...eh, ga agh! Saya ga suka bunga cantik tapi menusuk...), geranium dan aneka bunga warna-warni. Berhubung masih tinggal di rumah orangtua dan sebagai bagian dari latihan kemampuan, merawat tanaman yang sudah semi jadi di dalam teras kamar, boleh juga!
Saat pertama kali masuk ke dalam teras kamarku, tanaman-tanaman di dalam pot sama sekali belum berbunga. Malah hampir semaput. Daun-daun tampak layu dan mengering. Bahkan, Mama saya sempat ultimatum kalau tanamannya mati.... Sempat sebel juga kenapa Mamaku kok terdengar lebih mencintai tanamannya... Seandainya mati, kan masih banyak tuh di halaman rumah.... hehe sori, Mam! Ga betul-betul marah sama Mamaku kok.
Tapi sempat ketar-ketir juga, seandainya layu, berarti saya tidak berhasil merawat makhluk hidup. Ini berbeda dengan konsep memelihara hewan virtual dalam Tamagochi. Ohya, saya punya cerita sendiri. Waktu kuliah saya memelihara dinosaurus via Tamagochi, entah tren atau karena bentuknya yang menyerupai bandulan dalam warna favoritku kuning menyala, tapi yang jelas ke kampus dan sampai daerah pemetaan lapangan saya bawa perangkat itu. Ada saat telur menetas, memberi Dino makan, susu dsb, jangan sampai kelupaan, karena selayaknya makhluk hidup, Dino bisa mati kelaparan.
Karena kesibukan pemetaan dan tugas sepulang dari lapangan, saya lupa melakukan rutinitas Dino. Lalu Dino pun mati. Saya bisa tekan tombol ’Start Up’ dan memulai merawat yang baru. Akhirnya, saya malah menggampangkan. Tekan start up di pagi hari, dan melihatnya ’mati’ di malam hari diantara lembaran kertas peta, buku lapangan, dan pensil warna. Teman satu pemetaan bingung. Jika semula saya kayak ’ibu-ibu panik’ jika belum melakukan satu step, maka belakangan saya malah doyan membiarkan si Dino mati.
Tapi kali ini berbeda. Mencoba mewujudkan niat awal meng-asrikan suasana kamar tidur, mengukur kemampuan bercocok tanam, menjaga kepercayaan ibunda untuk merawatnya, atau karena seperti kata Mama-ku, ”bunga Sri Rejeki bentuk rejeki si pemilik tanaman hehe... Saya pun mencoba tak lupa menyirami tanaman tiap pagi. Membuang gulma pengganggu dari tanah tempat menanam, dan mencoba menerapkan teori yang pernah kubaca : ajak ngobrol tanaman (btw, saya tidak ingat apakah saya membisikkan kepada mereka agar mau berbunga, supaya saya tidak dimarahi Mama). Tapi semampuku saja, dalam arti jika saya kebetulan pulang ke Bogor.
Ternyata... bunga tersebut mau ’bersahabat’denganku. Syukur pula bunga itu tumbuh di Kota Bogor yang curah hujannya tinggi, sehingga cukup membantu dalam hal kecukupan air.
Ada yang berbunga di teras yang kufungsikan sebagai taman mungil. Kalau membuka jendela di pagi hari, rasanya nikmat menyaksikan kehijauan asri di sebuah petak kecil.
Ada teras kecil di depan kamar tidur saya. Dan hore! Tanaman yang diletakkan dalam pot-pot mungil sepanjang dinding teras itu, berbunga menjelang tutup tahun 2008.
Selama beberapa tahun belakangan, kamar tidurku menjadi ’hak milik’ keponakan. Mereka tidur dan bermain di kamar saya. Sekitar tiga bulan lalu (Agustus), kamar itu kembali menjadi proprietary pribadi saya. Nah, supaya tidak lengang sama sekali, maka di semacam bak sepanjang dinding teras diletakkan pot bunga.
Tidak sulit mencari tanaman yang bakal mengisi teras. Ibuku yang hobi membudidayakan dan memperbanyak tanaman, malah dengan senang hati membagi beberapa koleksinya. Berarti ada tempat untuk meletakkan pot anggrek, Sri Rejeki, dan tanaman sejenis Sansevieria.
Yang berbunga adalah Sri Rejeki. Ohya, secara pribadi saya sebut bunga lily. Ini berdasarkan ingatan ketika belajar Biologi di sekolah menengah dulu, sepertinya bentuk bunga Lily toh begitu. Namun Mama saya menyebutnya sebagai Sri Rejeki. Mungkin itu sebutan khas untuk bunga itu dari suatu daerah yang kadang berbeda dengan nama resminya dalam bahasa latin. Entahlah.. yang jelas, saya suka bentuk bunga itu.
Seandainya memiliki rumah pribadi dengan sepetak halaman hijau, saya bakal mencoba menyiangi bunga anyelir, mawar (...eh, ga agh! Saya ga suka bunga cantik tapi menusuk...), geranium dan aneka bunga warna-warni. Berhubung masih tinggal di rumah orangtua dan sebagai bagian dari latihan kemampuan, merawat tanaman yang sudah semi jadi di dalam teras kamar, boleh juga!
Saat pertama kali masuk ke dalam teras kamarku, tanaman-tanaman di dalam pot sama sekali belum berbunga. Malah hampir semaput. Daun-daun tampak layu dan mengering. Bahkan, Mama saya sempat ultimatum kalau tanamannya mati.... Sempat sebel juga kenapa Mamaku kok terdengar lebih mencintai tanamannya... Seandainya mati, kan masih banyak tuh di halaman rumah.... hehe sori, Mam! Ga betul-betul marah sama Mamaku kok.
Tapi sempat ketar-ketir juga, seandainya layu, berarti saya tidak berhasil merawat makhluk hidup. Ini berbeda dengan konsep memelihara hewan virtual dalam Tamagochi. Ohya, saya punya cerita sendiri. Waktu kuliah saya memelihara dinosaurus via Tamagochi, entah tren atau karena bentuknya yang menyerupai bandulan dalam warna favoritku kuning menyala, tapi yang jelas ke kampus dan sampai daerah pemetaan lapangan saya bawa perangkat itu. Ada saat telur menetas, memberi Dino makan, susu dsb, jangan sampai kelupaan, karena selayaknya makhluk hidup, Dino bisa mati kelaparan.
Karena kesibukan pemetaan dan tugas sepulang dari lapangan, saya lupa melakukan rutinitas Dino. Lalu Dino pun mati. Saya bisa tekan tombol ’Start Up’ dan memulai merawat yang baru. Akhirnya, saya malah menggampangkan. Tekan start up di pagi hari, dan melihatnya ’mati’ di malam hari diantara lembaran kertas peta, buku lapangan, dan pensil warna. Teman satu pemetaan bingung. Jika semula saya kayak ’ibu-ibu panik’ jika belum melakukan satu step, maka belakangan saya malah doyan membiarkan si Dino mati.
Tapi kali ini berbeda. Mencoba mewujudkan niat awal meng-asrikan suasana kamar tidur, mengukur kemampuan bercocok tanam, menjaga kepercayaan ibunda untuk merawatnya, atau karena seperti kata Mama-ku, ”bunga Sri Rejeki bentuk rejeki si pemilik tanaman hehe... Saya pun mencoba tak lupa menyirami tanaman tiap pagi. Membuang gulma pengganggu dari tanah tempat menanam, dan mencoba menerapkan teori yang pernah kubaca : ajak ngobrol tanaman (btw, saya tidak ingat apakah saya membisikkan kepada mereka agar mau berbunga, supaya saya tidak dimarahi Mama). Tapi semampuku saja, dalam arti jika saya kebetulan pulang ke Bogor.
Ternyata... bunga tersebut mau ’bersahabat’denganku. Syukur pula bunga itu tumbuh di Kota Bogor yang curah hujannya tinggi, sehingga cukup membantu dalam hal kecukupan air.
Ada yang berbunga di teras yang kufungsikan sebagai taman mungil. Kalau membuka jendela di pagi hari, rasanya nikmat menyaksikan kehijauan asri di sebuah petak kecil.
Bunga Mekar dan Pudding Coklat (Part 2)
Pasang celemek, ikat rambutmu, lalu langkahkan kaki ke dapur.
Siapkan panci, spatula, sendok pengaduk, sejumlah bahan : sebungkus bubuk pudding coklat, susu evaporasi, gula pasir, gelas sebagai penakar kebutuhan air sebanyak 2,5 gelas. Campur semua bahan ke dalam panci, masak hingga matang (berbuih).
Hasilnya? Hidangan pudding coklat tanpa vla. Nilai yang diberikan Mama untuk hasil olahan : 6,5-7. berarti jika dikonversi dalam mata kuliah, saya lulus dengan nilai ”C”. Bisa melanjutkan ke tingkat berikutnya. Not bad lah untuk Pemula yang mencap diri Malas Masak.
Kakak-kakak dan orangtuaku hafal saya bakal ’kabur’ jika sudah urusan masak-memasak. Namun, saya sering berjanji pada keluarga suatu waktu bakal belajar masak. Saya juga mengatakan kepada mereka bahwa diri ini rajin mengkliping resep masakan dan suatu waktu bakal coba mempraktekkan salah satu resep.
Tapi niat tinggal niat. Dan biasanya, keluargaku bakal membiarkan tabiatku yang doyan berniat itu. Pernah beli 1 kg chicken nugget beku, fried fries dan minyak goreng untuk belajar menggoreng, namun akhirnya pembantu yang memasaknya. Pernah khusus beli corned beef kaleng, saus tomat, sejumlah bahan untuk spaghetti sederhana. Atau biskuit regal untuk bola-bola coklat, namun akhirnya biskuit itu sudah masuk perut sebelum menjelma menjadi kue.
Selama ini juga mereka tidak pernah mempermasalahkan. Tiba-tiba bahan-bahan yang sudah kubeli dan kubiarkan, suatu hari diolah oleh kakak atau Mama menjadi makanan jadi.
Hingga akhirnya, sewaktu liburan Tahun Baru, Mama saya menyinggung bubuk pudding yang masih tersimpan di tempat penyimpanan. Bubuk Nutrijell coklat kubeli bareng beliau pada bulan puasa September lalu. Janjiku, bakal kubuat waktu libur usai Lebaran. Dua bulan berlalu, dan setiap kali pulang ke rumah saya tidak menyentuhnya.
Tapi akhirnya kali ini saya tidak bisa mengelak. Dua kakak saya yang ahli masak ditambah Mama yang empunya dapur, mengingatkan lagi janji lama. Dua keponakan pun
’menyerang’. Paling parah, ketika makan siang Papa saya menyindir, ”Katanya ada siang ini mau bikin pudding? Jadi nanti malam bisa kita makan rame-rame.”
Waduh.... kalau bapak yang sudah berkata berarti ”Dewa sudah Bersabda’, meski bukan perintah. Mau tidak mau, usai makan siang, saya pun masuk dapur.
Dessert pudding pun akhirnya tersedia di meja makan pada makan malam. Dinikmati keluarga. Cukup enak dipandang dari segi presentasi. Hasil penilaian dari sisi rasa : kurang manis dan tanpa saus vla.
Intinya, belajar memasak membutuhkan langkah step by step . Belajar mencampur semua bahan, selain latihan sabar menunggu bahan matang di atas kuali. Ohya, next project adalah membuat pudding lengkap bersama saus vla-nya.
Dalam pikiranku terbersit bakal mencoba membuat pudding dengan varian rasa lainnya, bersama saus vla yang katanya terbuat dari campuran kuning telur, susu putih dan tepung maizena.
Sudah terpikir suatu waktu menelusuri lorong ”Bahan Kue” di hipermarket, untuk membeli bubuk es krim. Bakal mencoba es krim –makanan favoritku- hasil buatan sendiri. Hahaha...
Ssst.. kejadian turun ke dapur pada Jumat, 2 Januari 2009, menjadi bagian langkah teratur mewujudkan salah satu resolusi Tahun Baru 2009 untuk menyelesaikan dan menjilid kliping resep makanan saya di akhir Januari ini, serta mencoba mempraktekkan resep didalamnya.
Siapkan panci, spatula, sendok pengaduk, sejumlah bahan : sebungkus bubuk pudding coklat, susu evaporasi, gula pasir, gelas sebagai penakar kebutuhan air sebanyak 2,5 gelas. Campur semua bahan ke dalam panci, masak hingga matang (berbuih).
Hasilnya? Hidangan pudding coklat tanpa vla. Nilai yang diberikan Mama untuk hasil olahan : 6,5-7. berarti jika dikonversi dalam mata kuliah, saya lulus dengan nilai ”C”. Bisa melanjutkan ke tingkat berikutnya. Not bad lah untuk Pemula yang mencap diri Malas Masak.
Kakak-kakak dan orangtuaku hafal saya bakal ’kabur’ jika sudah urusan masak-memasak. Namun, saya sering berjanji pada keluarga suatu waktu bakal belajar masak. Saya juga mengatakan kepada mereka bahwa diri ini rajin mengkliping resep masakan dan suatu waktu bakal coba mempraktekkan salah satu resep.
Tapi niat tinggal niat. Dan biasanya, keluargaku bakal membiarkan tabiatku yang doyan berniat itu. Pernah beli 1 kg chicken nugget beku, fried fries dan minyak goreng untuk belajar menggoreng, namun akhirnya pembantu yang memasaknya. Pernah khusus beli corned beef kaleng, saus tomat, sejumlah bahan untuk spaghetti sederhana. Atau biskuit regal untuk bola-bola coklat, namun akhirnya biskuit itu sudah masuk perut sebelum menjelma menjadi kue.
Selama ini juga mereka tidak pernah mempermasalahkan. Tiba-tiba bahan-bahan yang sudah kubeli dan kubiarkan, suatu hari diolah oleh kakak atau Mama menjadi makanan jadi.
Hingga akhirnya, sewaktu liburan Tahun Baru, Mama saya menyinggung bubuk pudding yang masih tersimpan di tempat penyimpanan. Bubuk Nutrijell coklat kubeli bareng beliau pada bulan puasa September lalu. Janjiku, bakal kubuat waktu libur usai Lebaran. Dua bulan berlalu, dan setiap kali pulang ke rumah saya tidak menyentuhnya.
Tapi akhirnya kali ini saya tidak bisa mengelak. Dua kakak saya yang ahli masak ditambah Mama yang empunya dapur, mengingatkan lagi janji lama. Dua keponakan pun
’menyerang’. Paling parah, ketika makan siang Papa saya menyindir, ”Katanya ada siang ini mau bikin pudding? Jadi nanti malam bisa kita makan rame-rame.”
Waduh.... kalau bapak yang sudah berkata berarti ”Dewa sudah Bersabda’, meski bukan perintah. Mau tidak mau, usai makan siang, saya pun masuk dapur.
Dessert pudding pun akhirnya tersedia di meja makan pada makan malam. Dinikmati keluarga. Cukup enak dipandang dari segi presentasi. Hasil penilaian dari sisi rasa : kurang manis dan tanpa saus vla.
Intinya, belajar memasak membutuhkan langkah step by step . Belajar mencampur semua bahan, selain latihan sabar menunggu bahan matang di atas kuali. Ohya, next project adalah membuat pudding lengkap bersama saus vla-nya.
Dalam pikiranku terbersit bakal mencoba membuat pudding dengan varian rasa lainnya, bersama saus vla yang katanya terbuat dari campuran kuning telur, susu putih dan tepung maizena.
Sudah terpikir suatu waktu menelusuri lorong ”Bahan Kue” di hipermarket, untuk membeli bubuk es krim. Bakal mencoba es krim –makanan favoritku- hasil buatan sendiri. Hahaha...
Ssst.. kejadian turun ke dapur pada Jumat, 2 Januari 2009, menjadi bagian langkah teratur mewujudkan salah satu resolusi Tahun Baru 2009 untuk menyelesaikan dan menjilid kliping resep makanan saya di akhir Januari ini, serta mencoba mempraktekkan resep didalamnya.
Subscribe to:
Posts (Atom)