Monday, December 29, 2008

Monsoon – Simpanse Pemberi Inspirasi


Saya punya penghias meja kerja yang baru. Namanya Monsoon. Sebuah pajangan plastik berbentuk simpanse, warnanya coklat, tangan kanan memegang lutut, sementara tangan kiri diarahkan ke atas dengan jari telunjuk teracung ke langit. Jika diguncangkan terdengar kata, ”Aha!” keluar dari lubang speaker terletak di punggung belakangnya.

Sembari memandang layar monitor komputer, bengong cari inspirasi, mata saya bisa melirik ke Monsoon. Ia menemani saya di sebelah kanan meja. Tampang ja’il figur film kartun Madagascar-2 itu seolah mengulik otakku menemukan ide tulisan. Entah ide bermutu ataupun antah berantah.

Saya memperoleh Monsoon dari keponakan. Monsoon adalah salah satu dari 7 karakter yang saat ini dijual McDonald dalam paket Kids Meal. Restoran cepat saji yang sering disingkat McD ini sedang menawarkan paket makanan berhadiah karakter-karakter film Madagascar-2 yang sedang ditayangkan di bioskop saat ini. Ada Alex, Melman, Gloria, dan lainnya.

Meskipun saya penggemar film kartun, selain menahan diri agar timbangan tidak melonjak selama liburan, saya masih menerapkan hitung-hitungan matematika untuk beli. Akan tetapi, yang namanya anak kecil justru menjadikan makanan berbonus mainan sebagai kriteria memilih tempat makan. Apalagi tante yang baik ini kerapkali bertugas menjadi teman selama keponakan berlibur di rumah Opung-nya di Bogor. Dari total liburan 5 hari, saya 2 kali (dalam 2 hari) menemani dua keponakan saya makan di McD.

Setelah di rumah seusai acara jalan plus makan, barulah saya perhatikan karakter Monsoon, si simpanse bengal pilihan Ammar. Sebelumnya keponakan laki-laki saya ini memilih tokoh pinguin.

Jika di film, simpanse berlagak manusia itu (memulai hari dengan minum kopi, sarapan donat sembari baca koran) lucu tapi tidak mencuri hatiku dibandingkan gaya konyol Alex (singa) atau mafioso pinguin. Akan tetapi, dalam bentuk pajangan plastik setinggi lebih kurang 8 centimeter dan mengeluarkan suara ”Aha!” dan bla..bla.. di belakang kata itu, membuat saya gemas. Saya pegang sembari membolak baliknya, lalu berkomentar, ”Mar, lucu nih. Ti’Wi senang si simpanse ini,” kataku kepada Ammar, keponakanku berumur 6 tahun sembari memegang figur Monsoon. Ti’Wi adalah panggilan sayang dari para keponakan, sebagai kependekan dari sebutan ”Tante Wiwi”. Di rumah saya memang dipanggil ”Dewi”, bukan ”Eno”.

Ammar lalu tersenyum manis dan sopan berkata, ”Ambil aja TiWi. Ga apa-apa. Nanti bisa ke McDonald lagi.”

Glek! Keponakan saya yang satu ini memang pintar dalam memilih kata-kata. Doyan nonton berita di televisi membuatnya cepat menyerap berbagai kosa kata yang rasanya sulit kubayangkan bisa diserap di usia sekecil dia, sekaligus memahami artinya. Misalkan, ’huru-hara”, ”Amrozi dan hukuman mati”, bahkan ”mampus”. Bocah ini juga memiliki artikulasi Bahasa Inggris cukup baik.

Saya jadi teringat, ucapannya hampir senada dengan saat kami menasehatinya jangan rebutan mainan. Atau, bersedia berbagi coklat dengan kakaknya. Misalkan kami mengucapkan, ”Hayo dibagi dong (makanannya), nanti bisa beli lagi.”

Karena Ammar sudah memberikan mainannya, saya harus menerima. Tidak bisa mengucapkan kata ”tak usah” layaknya basa-basi berhadapan dengan orang dewasa. Ucapan Ammar sepertinya sekaligus isyarat saya harus membawa lagi unyil-unyil itu ke restoran cepat saji berlogo badut itu.

Untung beberapa hari kemudian, Ammar dan Rani pergi berlibur ke Jakarta. Saya bisa lega, tak berurusan dengan paket makanan berbonus mainan.

(Foto : itu si Monsoon, ternyata tidak camera-face, karena lebih lucu li'at langsung)

1 comment:

Restituta Arjanti said...

jadi, utk sementara, eno kembali jadi anak paling kecil di kluarga bogor, nih.... :)